Laporan Pendahuluan
ASUHAN KEPERAWATAN
ANAK
DENGAN TUBERKULOSIS
PARU
PENGERTIAN
Pangertian
Penyakit infeksi kronis dengan karakteristik
terbentuknya tuberkel granuloma pada paru. Yang biasanya disebabkan oleh
Mycobacterium tuberkulosis (Amin,
M.,1999).
Faktor Resiko
Ü Rasial/Etnik
group : Penduduk asli Amerika, Eskimo, Negro, Imigran dari Asia Tenggara.
Ü Klien dengan
ketergantuangan alkhohol dan kimia lain yang menimbulkan penurunan status
kesehatan.
Ü Bayi dan anak di
bawah 5 tahun.
Ü Klien dengan
penurunan imunitas : HIV positip, terapi steroid & kemoterapi kanker.
Tuberkolosis
yang terjadi pada paru yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberkulosis, terjadi
dalam 6 bulan pertama setelah terjadi infeksi sebagai akibat penyebaran
limfogen dan atau hematogen, biasanya multipel.
PATOGENESIS
|
|||||||||||||||
|
|||||||||||||||
|
|||||||||||||||
|
|||||||||||||||
|
|||||||||||||||
Tanpa infeksi
Inflamasi disebar oleh limfe
Fibrosis Timbul jar. Ikat sifat
Elastik & tebal.
Kalsifikasi
- Batuk Alaveolus tidak
- Spuntum purulen
Exudasi kembali saat
- Hemoptisis ekspirasi
- BB menurun Nekrosis/perkejuan
Gas tidak dapat
Kavitasi berdifusi dgn. Baik.
Sesak
|
|
|
|
||||||||||||
|
|||||||||||||
|
|
5%
Kuman
Infeksi primer
Sembuh total Sembuh dgn. Sarang Komplikasi
ghon - Menyebar ke seluruh
tubuh scr. Bronkhogen,
limphogen,
hematogen
Infeksi post primer Kuman dormant
Muncul bertahun kemudian
Diresorpsi
kembali/sembuh Membentuk jar.
keju Sarang meluas
Jika dibatukkan sembuh dgn.
membentuk kavitas. Jar. Fibrotik
.
Kavitas
meluas Memadat &
membungkus diri Bersih & menyembuh
Membentuk
sarang
tuberkuloma
Patofisiological pathway
TBC
Virus/Bakteri masuk Jaringan Otak
Peradangan Di Otak
Edema Pembentukan
Transudat
& Eksudat
Gangguan Perfusi Reaksi Kuman Iritasi Korteks Kerusakan Kerusakan
Jaringan Cerebral Patogen Cerebral
Area Saraf IV Saraf IX
Fokal
Seizure
Suhu
Tubuh Resiko Trauma Sulit Sulit
Nyeri Mengunyah Makan
Deficit Cairan Gangguan Pemenuhan
Nutrisi
Kesadaran Hipovolemik
Stasis Cairan Tubuh Gangguan Mobilitas Fisik
Gangguan
Persepsi Sensori
Penumpukan Sekret
Gangguan Bersihan Jalan Nafas
LESI
PADA TBC PARU
Kelenjar
limfe : hilus, parantrakeal, mediatinum
Parenkhim
: fokos primer, pnemonia, atelaktis, terkuloma, kavitas
Saluran
pernafasan : air traping” penyakit endobronkhial , trakeobronkhial, stenosis,
bronkhus, fistula bronkhopleura, bronkhopl, bronkhoektasis, fistula
bronkhoesofagus.
Pleura
: efusi, emfisema, pneumothorak, hemothorak, fistula bronkhop;eura
Pembuluh
darah : milier, perdarahan paru.
Bentuk
klinis TBC Pada Anak
PENGKAJIAN
KEPERAWATAN
1. Identitas klien: selain nama
klien, juga orangtua; asal kota
dan daerah, jumlah keluarga.
2. Keluhan: penyebab klien
sampai dibawa ke rumah sakit.
3. Riwayat penyakit sekarang:
Tanda dan gejala klinis TB serta terdapat
benjolan/bisul pada tempat-tempat kelenjar seperti: leher, inguinal, axilla dan
sub mandibula.
4. Riwayat penyakit dahulu:
* Pernah sakit
batuk yang lama dan benjolan bisul pada leher serta tempat kelenjar yang lainnya dan sudah diberi
pengobatan antibiotik tidak sembuh-sembuh?
*
Pernah berobat tapi tidak sembuh?
*
Pernah berobat tapi tidak teratur?
*
Riwayat kontak dengan penderita TBC.
*
Daya tahan yang menurun.
*
Riwayat imunisasi/vaksinasi.
*
Riwayat pengobatan.
5. * Riwayat
sosial ekonomi dan lingkungan.
*
Riwayat keluarga.
*
Biasanya keluarga ada yang mempunyai penyakit yang sama.
*
Aspek psikososial.
*
Merasa dikucilkan.
*
Tidak dapat berkomunikasi dengan bebas, menarik diri.
*
Biasanya pada keluarga yang kurang mampu.
*
Masalah berhubungan dengan kondisi ekonomi, untuk sembuh
perlu waktu yang lama dan biaya yang banyak.
*
Tidak bersemangat dan putus harapan.
Lingkungan:
*
Lingkungan kurang sehat (polusi, limbah), pemukiman yang
padat, ventilasi rumah yang kurang, jumlah anggota keluarga yang banyak.
6. Pola fungsi kesehatan.
1) Pola persepsi sehat dan
penatalaksanaan kesehatan.
Keadaan umum: alergi, kebiasaan, imunisasi.
2) Pola nutrisi - metabolik.
Anoreksia, mual, tidak enak diperut, BB turun, turgor
kulit jelek, kulit kering dan kehilangan lemak sub kutan, sulit dan sakit
menelan, turgor kulit jelek.
3) Pola eliminasi
Perubahan karakteristik feses dan urine, nyeri tekan
pada kuadran kanan atas dan hepatomegali, nyeri tekan pada kuadran kiri atas
dan splenomegali.
4) Pola aktifitas – latihan
Sesak nafas, fatique, tachicardia,aktifitas berat
timbul sesak nafas (nafas pendek).
5) Pola tidur dan istirahat
Iritable, sulit tidur, berkeringat pada malam hari.
6) Pola kognitif – perseptual
Kadang terdapat nyeri tekan pada nodul limfa, nyeri
tulang umum, takut, masalah finansial, umumnya dari keluarga tidak mampu.
7) Pola persepsi diri
Anak tidak percaya diri, pasif, kadang pemarah.
8) Pola peran – hubungan
Anak menjadi ketergantungan terhadap orang lain
(ibu/ayah)/tidak mandiri.
9) Pola seksualitas/reproduktif
Anak biasanya dekat dengan ibu daripada ayah.
10) Pola koping – toleransi stres
Menarik diri, pasif.
PEMERIKSAAN
FISIK
1. ¨ Demam: sub
fibril, fibril (40 – 41oC) hilang timbul.
¨
Batuk: terjadi karena adanya iritasi pada bronkus; batuk ini
membuang/ mengeluarkan produksi radang,
dimulai dari batuk kering sampai batuk purulen (menghasilkan sputum).
¨
Sesak nafas: terjadi bila sudah lanjut, dimana infiltrasi
radang sampai setengah paru.
¨
Nyeri dada: ini jarang ditemukan, nyeri timbul bila
infiltrasi radang sampai ke pleura.
¨
Malaise: ditemukan berupa anoreksia, berat badan menurun,
sakit kepala, nyeri otot dan kering diwaktu malam hari.
¨
Pada tahap dini sulit diketahui.
¨
Ronchi basah, kasar dan nyaring.
¨
Hipersonor/timpani bila terdapat kavitas yang cukup dan pada
auskultasi memberi suara limforik.
¨
Atropi dan retraksi interkostal pada keadaan lanjut dan
fibrosis.
¨
Bila mengenai pleura terjadi efusi pleura (perkusi memberikan
suara pekak)
2. Pembesaran kelenjar biasanya
multipel.
3. Benjolan/pembesaran kelenjar
pada leher (servikal), axilla, inguinal dan sub mandibula.
4. Kadang terjadi abses.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK DAN PENGOBATAN
1. Uji tuberkulin
Infeksi TB ® imunitas seluler ® hipersensitifitas tipe lambat ® uji tuberkulin +.
2. Foto rontgent
Rutin: foto pada Rö paru.
Atas indikasi: tulang, sendi, abdomen.
Rontgent paru tidak selalu khas.
3. Gambaran klinis:
¨
Tanpa gejala.
¨
Gejala umum/tidak spesifik.
-
Demam lama.
-
BB turun/tidak naik.
-
Malnutrisi.
-
Malaise.
-
Batuk lama.
-
Diare berlanjut/berulang.
¨
Gejala spesifik, sesuai organ yang terkena.
Kelenjar: kelenjar membesar skrofulodivina.
Respiratorik: batuk, sesak, mengi.
Neurologik: kejang, kaku kuduk.
Ortopedik: pincang, gibbus.
GI: diare berlanjut.
4. Pemeriksaan mikrobiologis
- Bakteriologis
Memastikan
TB.
Hasil normal: tidak menyingkirkan
diagnosa TB.
Hasil +: 10 – 62% dengan cara lama.
Cara : cara lama radio metrik (Bactec); PCK.
5. Pemeriksaan darah tepi
Tidak khas.
LED dapat meninggi.
6. Pemeriksaan patologik
anatomik
Kelenjar, hepar, pleura; atas indikasi.
7. Sumber infeksi
Adanya kontak dengan penderita TB menambah kriteria
diagnosa.
8. Lain-lain
-
Uji faal paru.
-
Bronkoskopi.
-
Bronkografi.
-
Serologi.
-
dll.
PENATALAKSANAAN DAN PENGOBATAN
Penatalaksanaan
Ø Penyuluhan
Ø Pencegahan
Ø Pemberian obat-obatan
- OAT ( oabat anti tuberkulosa )
- Bronchodilator
- Expectoran
- OBH
- Vitamin
- Antibiotik
Ø Operasi untuk mengeluarkan
kelenjar yang membesar.
TAHAP
TUMBUH KEMBANG ANAK
À
Menurut Soetjiningsih:
Masa pra sekolah usia 1-6 tahun.
À
Menurut Donna L. Wong:
Masa anak-anak awal 1-6 tahun.
Pra sekolah: 3-6 tahun.
Tahap
pertumbuhan cepat:
Pertumbuhan
cepat pada masa pra-adolesen. Terdapat
pertumbuhan fisik/jasmani yang sangat pesat, dimana tubuh anak menjadi cepat
besar, BB naik dengan pesat serta panjang badan (PB) juga bertambah dengan
cepat, anak makan dengan banyak serta aktifitas bertambah. Pertumbuhan tampaknya mengikuti satu irama
tertentu dan berlangsung secara bergantian.
Tahap
pertumbuhan otak
¨
Umur 5 tahun: sangat lambat (Morley, D: 1986).
Tahap perkembangan psikoseksual menurut Sigmund Freud:
Suatu proses pertambahan pematangan fungsi struktur
tubuh serta kejiwaan yang menimbulkan dorongan untuk mencari stimulasi dan
kesenangan secara umum termasuk didalamnya dorongan untuk menjadi dewasa.
¨
Fase oedipal/falik (3-5 tahun)
-
Mulai melakukan rangsangan autoerotik.
-
Bermain dengan anak berjenis kelamin berbeda.
-
Aanak pasca oedipal berkelompok dengan sejenis.
Oedipus komplek: anak lelaki dekat ibunya karena perasaan
cinta/tertarik.
Elektra komplek :
anak perempuan dekat ayahnya karena perasaan cinta/ tertarik.
¨
Fase laten (5 – 12 tahun)
-
Masuk ke permulaan fase pubertas.
-
Periode terintegrasi.
-
Fase tenang.
-
Dorong libido mereda sementara.
-
Erotik zona berkurang.
-
Anak tertarik dengan per group (kelompok sebaya).
Tahap perkembangan manusia ditinjau dari aspek
psikososial menurut Erik Erickson:
Dibagi 8 tahap perkembangan mulai dari lahir sampai
usia tua:
-
Tahap ke-3; krisis perkembangan : initiative vs guilt
(inisiatif vs perasaan bersalah; nama tahap: pre school/usia pra sekolah.
-
4 – 6 tahun:
Kepercayaan yang diperoleh anak tidak diartikan bahwa
ia diperbolehkan memiliki inisiatif dalam belajar mencari pengalaman-pengalaman
baru secara aktif seperti bagaimana dan mengapa tentang sesuatu sehingga anak
dapat memperluas aktifitasnya, jika anak dilarang dan diomeli/dicela untuk
usaha itu yang mencari pengalaman baru, anak akan merasa bersalah dan menjadi
anak peragu untuk melakukan sesuatu percobaan yang menantang, keterampilan
motorik dan bahasanya.
DIAGNOSA
PERAWATAN
1. Gangguan pertukaran gas
berhubungan dengan adanya faktor resiko :
Ø Berkurangnya keefektifan
permukaan paru, atelektasis
Ø Kerusakan membran alveolar
kapiler
Ø Sekret yang kental
Ø Edema bronchial
2. Resiko infeksi dan
penyebaran infeksi berhubungan dengan :
Ø Daya tahan tubuh menurun,
fungsi silia menurun, sekret yang menetap
Ø Kerusakan jaringan akibat
infeksi yang menyebar
Ø Malnutrisi
Ø Terkontaminasi oleh
lingkungan
Ø Kurang pengetahuan tentang
infeksi kuman
3. Kurangnya pengetahuan
keluarga tentang kondisi, pengobatan, pencegahan, berhubungan dengan :
Ø Tidak ada yang menerangkan
Ø Interpretasi yang salah,
tidak akurat
Ø Informasi yang didapat tidak
lengkap
Ø Terbatasnya pengetahuan /
kognitif
4. Perubahan kebutuhan nutrisi,
kurang dari kebutuhan berhubungan dengan :
Ø Kelelahan
Ø Batuk yang sering, adanya
produksi sputum
Ø Dyspnoe
Ø Anoreksia
Ø Penurunan kemampuan
finansial (keluarga).
INTERVENSI
KEPERAWATAN DAN RASIONAL
Dx.
I.
Independen
1. Kaji dyspnoe, takipnoe,
bunyi pernafasan abnormal. Meningkatnya respirasi, keterbatasan ekspansi dada
dan fatique.
TB paru dapat menyebabkan
meluasnya jangkauan dalam paru-paru yang berasal dari bronchopneumonia yang
meluas menjadi inflamasi, nekrosis, pleural efusion dan meluasnya fibrosis
dengan gejala-gejala respirasi distress.
2. Evaluasi perubahan tingkat
kesadaran, catat tanda-tanda sianosis dan perubahan kulit, selaput mukosa dan
warna kuku.
Akumulasi
sekret dapat mengganggu oksigenasi di organ vital dan jaringan
3. Demontrasikan/anjurkan untuk
mengeluarkan nafas dengan bibir disiutkan, terutama pada klien dengan fibrosis
atau kerusakan parenkhim.
Meningkatnya resistensi
aliran udara untuk mencegah kolapsnya jalan nafas dan mengurangi residu dari paru-paru
4. Anjurkan untuk
bedrest/mengurangi aktivitas
Mengurangi
konsumsi oksigen pada periode respirasi
Kolaborasi
5. Monitor BGA
Menurunnya oksigen
( PaO2 ), saturasi atau meningkatnya PaCo2 menunjukkan perlunya penanganan yang
lebih adekuat atau perubahan therapi.
6. Memberikan oksigen tambahan
Membantu mengoreksi
hipoksemia yang secara sekunder mengurangi ventilasi dan menurunnya tegangan
paru.
Dx. II.
Independen
1. Review patologi penyakit
fase aktif/tidak aktif, menyebarnya infeksi melalui bronkhus pada jaringan
sekitarnya atau melalui aliran darah atau sistem limfe dan potensial infeksi
melalui batuk, bersin, tertawa, ciuman atau menyanyi.
Membantu klien agar klien
mau mengerti dan menerima terhadap terapi yang diberikan untuk mencegah
komplikasi.
2. Mengidentifikasi orang-orang
yang beresiko untuk terjadinya infeksi seperti anggota keluarga, teman, orang
dalam satu perkumpulan.
Memberitahukan kepada mereka
untuk mempersiapkan diri untuk mendapatkan terapi pencegahan.
3. Anjurkan klien menampung
dahaknya jika batuk
Kebiasaan
ini untuk mencegah terjadinya penularan infeksi.
4. Gunakan masker setap
melakukan tindakan
Untuk
mengurangi resiko penyebaran infeksi
5. Monitor temperatur
Febris
merupakan indikasi terjadinya infeksi.
6. Ditekankan untuk tidak
menghentikan terapi yang dijalani
Periode menular dapat
terjadi hanya 2 – 3 hari setelah permulaan kemoterapi tetapi dalam keadaan
sudah terjadi kavitas atau penyakit sudah berlanjut sampai tiga bulan.
Kolaborasi
7. Pemberian terapi untuk anak
a. INH, Etambutol, Rifampisin
INH adalah obat pilihan bagi
penyakit TB primer dikombinasikan dengan obat-obat lainnya. Pengobatan jangka
pendek INH dan Rifampisin selama 9 bulan dan etambutol untuk 2 bulan pertama.
b. Pyrazinamid ( PZA ) /
aldinamide, Paraamino Salicyl ( PAS ), Sycloserine, Streptomysin
Obat-obat sekunder diberikan
jika obat-obat primer sudah resisten.
c. Monitor sputum BTA
Klien dengan 3 kali
pemeriksaan BTA negatif, terapi diteruskan sampai batas waktu yang ditentukan.
Dx.
III.
Independen
1
Kaji kemampuan belajar klien misalnya : tingkat kecemasan,
perhatian, kelelahan, tingkat partisipasi, lingkungan yang memungkinkan klien
untuk belajar, seberapa banyak yang telah diketahui, media yang tepat dan siapa
yang dipercaya.
Kemampuan belajar berkaitan
dengan keadaan emosi dan kesiapan fisik. Keberhasilan tergantung pada
sebatasmana kemampuan klien.
2
Mengidentifikasi tanda-tanda yang dapat dilaporkan pada
dokter misalnya : hemoptisis, nyeri dada, demam, kesulitan nafas, kehilangan
pendengaran, vertigo.
Mengindikasikan perkembangan
penyakit atau efek samping dari pengobatan yang membutuhkan evaluasi
secepatnya.
3
Menekankan pentingnya asupan diet TKTP dan intake cairan yang
adekuat.
Mencukupi kebutuhan
metabolik, mengurangi kelelahan, intake cairan yang memadai membantu
mengencerkan dahak.
4
Berikan informasi yang spesifik dalam bentuk tulisan untuk
klien dan keluarga misalnya : jadwal minum obat.
Informasi tertulis dapat
mengingatkan klien tentang informasi yang telah diberikan. Pengulangan
informasi dapat membantu mengingatkan klien.
5
Menjelaskan dosis obat, frekwensi, tindakan yang diharapkan
dan perlunya therapi dalam jangka waktu lama. Mengulangi penyuluhan mengenai
potensial interaksi antara obat yang diminum dengan obat / subtansi lain.
Meningkatkan partisipasi
klien dan keluarga untuk mematuhi aturan therapi dan mencegah terjadinya putus
obat.
6
Jelaskan tentang efek samping dari pengobatan yang mungkin
timbul, misalnya : mulut kering, konstipasi, gangguan penglihatan, sakit
kepala, peningkatan tekanan darah.
Dapat mencegah keraguan
terhadap pengobatan dan meningkatkan kemampuan klien untuk menjalani terapi.
7
Merujuk pemeriksaan mata saat memulai dan menjalani therpi
etambutol.
Efek samping utama etambutol
adalah menurunkan ketajaman penglihatan
dan juga mengurangi kemampuan untuk mempersepsikan warna hijau.
8
Memberikan dorongan pada klien dan keluarga untuk
mengungkapkan kecemasan/keprihatinannya
serta memberikan jawaban yang jujur atas pertayaannya. Jangan berusaha
menyangkal pernyataanya.
Memberikan kesempatan untuk
mengubah pandangannya yang salah dan meredakan kecemasannya. Penyangkalan
terhadap perasaannya akan memperburuk mekanisme koping yang merugikan
kesehatannya.
9
Review tentang cara penularan TB ( misalnya : umumnya melalui
inhalasi udara yang mengandung kuman, tapi mungkin juga menular melalui urine
jika infeksinya mengenai sistem urinaria ) dan resiko kambuh kembali.
Pengetahuan yang cukup dapat
mengurangi resiko penularan / kambuh kembali. Komplikasi yang berhubungan
dengan tidak adekuatnya penyembuhan TB meliputi : formasi abses, empisema,
pneumothorak, fibrosis, efusi pleura, empyema, bronkhiektasis, hemoptisis,
ulcerasi GI, fistula bronkopleural, TB laring, dan penularan kuman.
Dx.
IV.
Independen
Kaji
dan komunikasikan status nutrisi klien dan keluarga seperti yang dianjurkan :
1. Catat turgor kulit
2. Timbang berat badan
3. Integritas mukosa mulut,
kemampuan dan ketidakmampuan menelan, adanya bising usus, riwayat nausea,
vomiting atau diare.
Digunakan untuk
mendefinisikan tingkat masalah dan intervensi
4
Mengkaji pola diet klien yang disukai/tidak disukai
Membantu intervensi
kebutuhan yang spesifik, meningkatkan intake diet klien.
5
Meonitor intake dan output secara periodik.
Mengukur keefektifan nutrisi
dan cairan.
6
Catat adanya anoreksia, nausea, vomiting, dan tetapkan jika
ada hubungannya dengan medikasi. Monitor volume, frekwensi, konsistensi BAB.
Dapat menentukan jenis diet
dan mengidentifikasi pemecahan masalah untuk meningkatkan intake nutrisi.
7
Anjurkan bedrest
Membantu menghemat energi
khususnya terjadinya metabolik saat demam.
8
Lakukan perawatan oral sebelum dan sesudah terapi respirasi
Mengurangi rasa yang tidak
enak dari sputum atau obat-obat yang digunakan untuk pengobatan yang dapat merangsang
vomiting.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. 2001.
Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8. EGC. Jakarta.
Doengoes, ME. 2000. Rencana
Asuhan Keperawatan. EGC. Jakarta.
IDAI dan PP IDAI UKK
Pulmonologi. 2000. Tatalaksana Mutakhir Penyakit Respiratorik
Pada Anak; Dalam Temu Ahli Respirologi Anak-Anak. Jakarta.
Nelson. 2000. Ilmu
Kesehatan Anak; Volume 2 Edisi 15.
EGC. Jakarta.
Ngastiyah. 1997. Perawatan
Anak Sakit. EGC. Jakarta.
Soeparman. 1999. Ilmu
Penyakit Dalam; Jilid I. FKUI. Jakarta.
Staf Pengajar Ilmu
Keperawatan Anak FKUI. 1985. Buku Kuliah 2 Ilmu Kesehatan Anak. FKUI.
Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar