Rabu, 26 Maret 2014

ASKEP ABSES HEPAR



BAB I
KONSEP MEDIS
A.     Pengertian Abses Hepar
Abses hati adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan karena infeksi bakteri, parasit, jamur maupun nekbrosis steril yang bersumber dari sistem gastrointestinal yang ditandai dengan adanya proses supurasi dengan pembentukan pus di dalam parenkim hati (Aru W Sudoyo, 2006).
Abses adalah pengumpulan cairan nanah tebal, berwarna kekuningan disebabkan oleh bakteri, protozoa atau invasi jamur kejaringan tubuh. Abses dapat terjadi di kulit, gusi, tulang, dan organ tubuh seperti hati, paru-paru, bahkan otak, area yang terjadi abses berwarna merah dan menggembung, biasanya terdapat sensasi nyeri dan panas setempat (Microsoft Encarta Reference Library, 2004)
Abscess adalah kumpulan nanah setempat dalam rongga yang tidak akibat kerusakan jaringan, Hepar adalah hati (Dorland, 1996).
Jadi Abses hepar adalah rongga berisi nanah pada hati yang diakibatkan oleh infeksi.
B.     Etiologi
Abses hati dibagi atas dua secara umum, yaitu abses hati amoeba dan abses hati pyogenik :
1.      Abses Hati Amoeba
Didapatkan beberapa spesies amoeba yang dapat hidup sebgai parasit non patogen dalam mulut dan usus, tapi hanya Enteremoeba histolytica yang dapat menyebabkan penyakit. Hanya sebagian individu yang terinfeksi Enteremoeba histolytica yang memberi gejala invasif, sehingga di duga ada dua jenis E. Histolytica yaitu starin patogen dan non patogen. Bervariasinya virulensi strain ini berbeda berdasarkan kemampuannya menimbulkan lesi pada hepar (Aru W Sudoyo, 2006).
E.histolytica di dlam feces dapat di temukan dalam dua bentuk vegetatif atau tropozoit dan bentuk kista yang bisa bertahan hidup di luar tuibuh manusia. Kista dewasa berukuran 10-20 mikron, resisten terhadap suasana kering dan asam. Bentuk tropozoit akan mati dalam suasana kering dan asam. Trofozoit besar sangat aktif bergerak, mampu memangsa eritrosit, mengandung protease yaitu hialuronidase dan mukopolisakaridase yang mampu mengakibatkan destruksi jaringan.
2.      Abses Hati Piogenik
Infeksi terutama disebabkan oleh kuman gram negatif dan penyebab yang terbanyak adalah E.coli. Selain itu, penyebabnya juga adalah streptococcus faecalis, Proteus vulgaris, dan Salmonellla Typhi. Dapat pula bakteri anaerob seperti bakteroides, aerobakteria, akttinomesis, dan streptococcus anaerob. Untuk penetapannya perlu dilakukan biakan darah, pus, empedu, dan swab secara anaerob maupun aerob (Aru W Sudoyo, 2006).
C.     Patofisiologi
1.      Amoebiasis Hepar
Amebiasis hati penyebab utamanya adalah entamoeba hystolitica. Hanya sebagian kecil individu yang terinfeksi E.hystolitica yang memberi gejala amebiasis invasif, sehingga ada dugaan ada 2 jenis E.hystolitica yaitu strain patogen dan non patogen. Bervariasinya virulensi berbagai strain E.hystolitica ini berbeda berdasarkan kemampuannya menimbulkan lesi pada hati. Patogenesis amebiasis hati belum dapat diketahi secara pasti. Ada beberapa mekanisme yang telah dikemukakan antara lain : faktor virulensi parasit yang menghasilkan toksin, ketidakseimbangan nutrisi, faktor resistensi parasit, imunodepresi pejamu, berubah-ubahnya antigen permukaan dan penurunan imunitas cell-mediated. (Arief Mansjoer, 2001)
Secara singkat dapat dikemukakan 2 mekanisme : (Arief Mansjoer, 2001)
a.       strain E.hystolitica ada yang patogen dan non patogen.
b.      secara genetik E.hystolitica dapat menyebabkan invasi tetapi    tergantung pada interaksi yang kompleks antara parasit dengan lingkungan saluran cerna terutama pada flora bakteri.
Mekanisme terjadinya amebiasis hati:
a.       penempelan E.hystolitica pada mukus usus.
b.      pengerusakan sawar intestinal.
c.       lisis sel epitel intestinal serta sel radang. Terjadinya supresi respons imun cell- mediated yand disebabkan enzim atau toksin parasit, juga dapat karena penyakit  tuberkulosis, malnutrisi, keganasan dll.
Penyebaran ameba ke hati. Penyebaran ameba dari usus ke hati sebagian besar  melalui vena porta. Terjadi fokus akumulasi neutrofil periportal yang disertai nekrosis  dan infiltrasi granulomatosa. Lesi membesar, bersatu dan granuloma diganti dengan  jaringan nekrotik. Bagian nekrotik ini dikelilingi kapsul tipis seperti jaringan fibrosa.
2.      Abses hati piogenik
Abses hati piogenik dapat terjadi melalui infeksi yang berasal dari:
a.       Vena porta yaitu infeksi pelvis atau gastrointestinal, bisa menyebabkan pielflebitis porta atau emboli septik.
b.      Saluran empedu merupakan sumber infeksi yang tersering. Kolangitis septik dapat menyebabkan penyumbatan saluran empedu seperti juga batu empedu, kanker, striktura saluran empedu ataupun anomali saluran empedu kongenital.
c.       Infeksi langsung seperti luka penetrasi, fokus septik berdekatan seperti abses perinefrik, kecelakaan lau lintas.
d.      Septisemia atau bakterimia akibat infeksi di tempat lain.
e.       Kriptogenik tanpa faktor predisposisi yang jelas, terutama pada organ lanjut usia.(Aru W Sudoyo, 2006).
D.     Tanda dan Gejala
Keluhan awal: demam/menggigil, nyeri abdomen, anokresia/malaise, mual/muntah, penurunan berat badan, keringan malam, diare, demam      (T > 38°), hepatomegali, nyeri tekan kuadran kanan atas, ikterus, asites, serta sepsis yang menyebabkan kematian. (Cameron 1997)
Dicurigai adanya AHP apabila ditemukan sindrom klinis klisik berupa nyeri spontan perut kanan atas, yang di tandai dengan jalan membungkuk kedepan dengan kedua tangan diletakan di atasnya. Demam/panas tinggi merupakan keluhan yang paling utama, keluhan lain yaitu nyeri pada kuadran kanan atas abdomen, dan disertai dengan keadaan syok. Apabila AHP letaknya dekat digfragma, maka akan terjadi iritasi diagfragma sehingga terjadi nyeri pada bahu sebelah kanan, batuk ataupun terjadi atelektesis, rasa mual dan muntah, berkurangnya nafsu makan, terjadi penurunan berat badan yang unintentional.http://adriananers.blogspot.com/2011/12/abses-hepar.html di akses pada tanggal 7 April 2013.
Abses adalah tahap terakhir dari suatu infeksi jaringan yang diawali dengan proses yang disebut peradangan.
Awalnya, seperti bakteri mengaktifkan sistem kekebalan tubuh, beberapa kejadian terjadi:
1.      Darah mengalir ke daerah meningkat.
2.      Suhu daerah meningkat karena meningkatnya pasokan darah.
3.      Wilayah membengkak akibat akumulasi air, darah, dan cairan
4.      Ternyata merah.
5.      Rasanya sakit, karena iritasi dari pembengkakan dan aktivitas kimia.
6.      Keempat tanda-panas, bengkak, kemerahan, dan sakit-ciri peradangan
E.      Penalatalaksanaan
1.      Medikamentosa
Derivat nitroimidazole dapat memberantas tropozoit intestinal/ekstraintestinal atau kista. Obat ini dapat diberikan secara oral atau intravena.
Secara singkat pengobatan amoebiasis hati sebagai berikut :
a.       Metronidazole : 3x750 mg selama 5-10 hari dan ditambah dengan ;
b.      Kloroquin fosfat : 1 g/hr selama 2 hari dan diikuti 500/hr selama 20 hari, ditambah;
c.       Dehydroemetine : 1-1,5 mg/kg BB/hari intramuskular (maksimum 99 mg/hr) selama 10 hari.
2.      Tindakan aspirasi terapeutik
Indikasi :
Abses yang dikhawatirkan akan pecah
a.       Respon terhadap medikamentosa setelah 5 hari tidak ada.
b.      Abses di lobus kiri karena abses disini mudah pecah ke rongga perikerdium atau peritoneum.
c.       Tindakan pembedahan
3.      Pembedahan dilakukan bila :
a.       Abses disertai komplikasi infeksi sekunder.
b.      Abses yang jelas menonjol ke dinding abdomen atau ruang interkostal.
c.       Bila teraoi medikamentosa dan aspirasi tidak berhasil.
d.      Ruptur abses ke dalam rongga intra peritoneal/pleural/pericardial.
F.      Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Julius, ilmu penyakit dalam jilid I, (1998). Pemeriksaan penunjang antara lain
1.      Laboratorium
Untuk mengetahui kelainan hematologi antara lain hemoglobin, leukosit, dan pemeriksaan faal hati.
2.      Foto dada
Dapat ditemukan berupa diafragma kanan, berkurangnya pergerakkan diafragma, efusi pleura, kolaps paru dan abses paru.
3.      Foto polos abdomen
Kelainan dapat berupa hepatomegali, gambaran ileus, gambaran udara bebas diatas hati.
4.      Ultrasonografi
Mendeteksi kelainan traktus bilier dan diafragma.
5.      Tomografi
Melihat kelainan di daerah posterior dan superior, tetapi tidak dapat melihat integritas diafragma.
6.      Pemeriksaan serologi
Menunjukkan sensitifitas yang tinggi terhadap kuman.
Menurut Julius, ilmu penyakit dalam jilid I (1998) Pengobatan dilakukan tiga cara :
1.      Kemotrapi
Obat-obat dapat diberikan secara oral atau intravena sebagai contoh untuk gram negatif diberi Metranidazol, Clindamisin atau Kloramfenikal.
2.      Aspirasi Jarum
Panda abses yang kecil atau tidak toksik tidak perlu dilakukan aspirasi. Hanya dilakukan pada ancaman ruktur atau gagal pengobatan konserfatif. Sebaliknya aspirasi ini dilakukan dengan tuntunan USG. http://munajat96.blogspot.com/2012/03/lp-abses-hepar.html di akses pada tanggal 7 April 2013.
G.     Prognesis
1.      Virulensi parasit
2.      Status imunitas dan keadaan nutrisi penderita
3.      Usia penderita, lebih buruk pada usia tua
4.      Cara timbulnya penyakit, tipe akut mempunyai prognosa lebih buruk letak dan jumlah abses, prognosis lebih buruk bila abses di lobus kiri atau multiple. Sejak digunakan pemberian obat seperti emetine, metronidazole, dan kloroquin, mortalitas menurun secara tajam. Sebab kematian biasanya karena sepsis atau sindrom hepatorenal.
H.     Komplikasi
Komplikasi yang paling sering adalah berupa rupture abses sebesar      5 – 15,6%, perforasi abses keberbagai organ tubuh seperti ke pleura, paru, pericardium, usus, intraperitoneal atau kulit. Kadang-kadang dapat terjadi superinfeksi, terutama setelah aspirasi atau drainase. (Menurut  Julius, Ilmu penyakit dalam, jilid I, 1998).
Dapat juga komplikasi seperti:
1.      Infeksi sekunder
Merupakan komplikasi paling sering, terjadi pada 10-20% kasus.
2.      Ruptur atau penjalaran langsung
Rongga atau organ yang terkena tergantung pada letak abses. Perforasi paling sering ke pleuropulmonal, kemudian kerongga intraperitoneum, selanjutnya pericardium dan organ-organ lain.
3.      Komplikasi vaskuler
Ruptur kedalam v. porta, saluran empedu atau traktus gastrointestinal jarang terjadi.
4.      Parasitemia, amoebiasis serebral
 E. histolytica bisa masuk aliran darah sistemik dan menyangkut di organ lain misalnya otak yang akan memberikan gambaran klinik dari lesi fokal intrakranial.


















BAB II
KONSEP KEPERAWATAN
A.     Pengkajian
Adalah pendekatan sistematis untuk mengumpulkan data dan menganalisanya sehingga dapat diketahui kebutuhan perawatan pasien tersebut.
Menurut Doenges,E.M (2000), data dasar pengkajian pasien dengan Abses Hepar, meliputi:
1.      Aktivitas/istirahat, menunjukkan adanya kelemahan, kelelahan, terlalu lemah, latergi, penurunan massa otot/tonus.
2.      Sirkulasi, menunjukkan adanya gagal jantung kronis, kanker, distritmia, bunyi jantung ekstra, distensi vena abdomen.
3.      Eliminasi, Diare, Keringat pada malam hari menunjukkan adanya flatus, distensi abdomen, penurunan/tidak ada bising usus, feses warna tanah liat, melena, urine gelap pekat.
4.      Makanan/cairan, menunjukkan adanya anoreksia, tidak toleran terhadap makanan/tidak dapat mencerna, mual/muntah, penurunan berat badan dan peningkatan cairan, edema, kulit kering, turgor buruk, ikterik.
5.      Neurosensori, menunjukkan adanya perubahan mental, halusinasi, koma, bicara tidak jelas.
6.      Nyeri/kenyamanan, menunjukkan adanya nyeri abdomen kuadran kanan atas, pruritas, sepsi perilaku berhati-hati/distraksi, focus pada diri sendiri.
7.      Pernapasan, menunjukkan adanya dispnea, takipnea, pernapasan dangkal, bunyi napas tambahan, ekspansi paru terbatas, asites, hipoksia.
8.      Keamanan, menunjukkan adanya pruritas, demam, ikterik, ekimosis, patekis, angioma spider, eritema.
9.      Seksualitas, menunjukkan adanya gangguan menstruasi, impotent, atrofi testis.



B.     Diagnosa Keperawatan
Menurut Doenges,E.M (2000), diagnosa keperawatan pasien dengan Abses Hepar meliputi :
1.      Pola napas, tidak efektif berhubungan dengan Neuromuskular, ketidakseimbangan perceptual/kognitif.
2.      Perubahan persepsi/sensori: proses pikir berhubungan dengan perubahan kimia: penggunaan obat-obat farmasi.
3.      Kekurangan volume cairan, resiko tinggi terhadap pembatasan pemasukan cairan secara oral (proses/prosedur medis/adanya rasa mual).
4.      Nyeri (akut) berhubungan dengan gangguan pada kulit, jaringan, dan integritas otot.
5.      Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan interupsi mekanisme pada kulit/jaringan.
6.      Resiko tinggi infeksi berubungan dengan luka oprasi dan prosedur invasif.
7.      Gangguan kebutuhan tidur berhubungan dengan proses penyakit, efek hospitalisasi, perubahan lingkungan
8.      Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi/situasi, prognosis, kebutuhan pengobatan
C.     Intervensi Keperawatan
1.      Pola napas, tidak efektif berhubungan dengan Neuromuskular, ketidakseimbangan perceptual/kognitif.
Tujuan     : pola pernapasan normal/efektif dan bebas dari sianosis atau tanda-tanda hipoksia.
Intervensi :
a.       Pertahankan jalan udara pasien memiringkan kepala
R : Melancarkan masukan dan pengeluaran saat bernafas
b.      Auskultasi suara napas.
R : Mengetahui adanya nafas tambahan
c.       Observasi frekuensi dan kedalaman pernapasan, pemakaian otot-otot bantu pernapasan.
R : Adanya otot bantu lain dalam pernafasan
d.      Pantau tanda-tanda vital secara terus-menerus.
R : Untuk mengetahui keadaan umum klien
2.      Perubahan persepsi/sensori: proses pikir berhubungan dengan perubahan kimia: penggunaan obat-obat farmasi.
Tujuan     : Meningkatkan kesadaran
Intervensi :
a.       Orientasikan kembali pasien secara terus-menerus setelah keluar dari pengaruh anestasi
R : meningkatkan kesadaran klien
b.      Bicara dengan pasien dengan suara yang jelas dan normal.
R : agar adanya reaksi penerimaan diri
c.       Minimalkan diskusi yang bersifat negatif.
R : mengurangi resiko depresi
d.      Pertahankan lingkungan tenang dan nyaman.
R : Membuat klioen merasa nyaman
3.      Kekurangan volume cairan, resiko tinggi terhadap pembatasan pemasukan cairan secara oral (proses/prosedur medis/adanya rasa mual).
Tujuan     : Terdapat keseimbangan cairan yang adekuat
Intervensi :
a.       Ukur dan catat pemasukan dan pengeluaran.
R : Mengetahui kebutuhan cairan klien
b.      Kaji pengeluaran urinarius, terutama untuk tipe prosedur operasi yang dilakukan.
R : Untuk mengetahui outpu cairan
c.       Pantau tanda-tanda vital.
R : keadaan umum klien
d.      Catat munculnya mual/muntah, riwayat pasien mabuk perjalanan.
R : Pengeluaran output klien
4.      Nyeri (akut) berhubungan dengan gangguan pada kulit, jaringan, dan integritas otot.
Tujuan     : rasa nyeri/sakit telah terkontrol/dihilangkan, klien dapat beristirahat dan beraktifitas sesuai kemampuan.
Intervensi :
a.       Kaji skala nyeri, intensitas, dan frekuensinya.
R : Menentukan tindakan selanjutnya
b.      Evaluasi rasa sakit secara regular.
R : mengetahui PQRST
c.       Kaji tanda-tanda vital.
R : Keadaan umum klien
d.      Letakkan reposisi sesuai petunjuk.
R : Memberikan rasa nyaman klien
e.       Dorong penggunaan teknik relaksasi.
R : . Menggurangi nyeri
5.      Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan interupsi mekanisme pada kulit/jaringan.
Tujuan     : klien memperlihatkan tindakan untuk meningkatan metabolik.
Intervensi :
a.       Kaji kembali kemampuan dan keadaan secara fungsional
R : untuk mengetahui kemampuan ADL klien
b.      Letakkan klien pada posisi tertentu.
R : memberikan rasa nyaman klien
c.       Pertahankan kesejahteraan tubuh secara fungsional.
R : meningkatkan kesehatan klien
d.      Bantu atau tindakan untuk melakukan latihan rentang gerak.
R : mempercepat kembalinya kemampuan tubuh
e.       Berikan perawatan kulit dengan cermat.
R : mengurangi resiko terjadinya penyakit lain
6.      Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi/situasi, prognosis, kebutuhan pengobatan
Tujuan     : Menyatakan, pemahaman proses penyakit/pragnosis.
Intervensi :
a.       Diskusikan terapi obat-obatan, meliputi penggunaan resep.
R : meningkatkan pemahaman klien dan keluarga
b.      Indentifkasi keterbatasan aktivitas khusus.
R : menetukan standar aktivitas yang dibantu keluarga
c.       Jadwalkan priode istirahat adekuat.
R : memberikan istirahat bagi klien
d.      Tekankan pentingnya kunjungan lanjut.
R : Untuk control kesehatan
e.       Libatkan orang terkenal dalam program pengajaran. Menyediakan instruksi tertulis/materi pengajaran.
f.       Ulangi pentingnya diita nutrisi dan pemasukan cairan adekuat.
D.     Pelaksanaan
Prinsip tindakan yang mendasari penanganan diagnosa keperawatan yang dapat timbul, adalah:
1.      Mempertahankan pola nafas efektif
2.      Mempertahankan tingkat kesadaran klien
3.      Mempertahankan keseimbangan cairan
4.      Menerapkan manajemen nyeri
5.      Meningkatkan pengalaman pasien tentang proses penyakit dan prognosis.



E.     Evaluasi          
Evaluasi yang diharapkan adalah :
1.      Pola napas efektif
2.      Kesadaran klien stabil
3.      Volume cairan adekuat
4.      Berkurang atau hilangnya nyeri
5.      Klien dapat memahami tentang proses penyakit



















DAFTAR PUSTAKA


Aru, W. Sudoyo, dkk. (2006). Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid 1 Edisi Empat. Jakarta :  Balai Penerbitan FK-UI.
Bruner dan Suddarth. ( 2000 ). Buku Ajaran KMB. Edisi 8. Jakarta: EGC.
Cameeron. (1995). Prinsip-prinsip Penyakit Dalam. Jakarta: Binarupa Aksara.
Doenges, E., Moorhouse, MF dan Geissler, A. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.
Harjono, dkk. (1996). Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 26. Jakarta: Buku kedokteran EGC.
Mansjoer, Arief. dkk. (2001). Kapita Selekta Kedokteran; Jilid 1, Edisi Ketiga. Jakarta : Media Aesculapius. Halaman 512.
Microsoft Encantta Reference Library.( 2004 ). Liver, Amebiasis Abses and Calf Diphteria/ Fusa bakteriun necrosphorum.
Sherwood. (2001). System Pencernaan, dalam Fisiologi Manusia dari Sel ke sistem. Jakarta : EGC. Halaman 565.
Sylvia a. Price. (2006). Gangguan System Gastro Intestinal, dalam buku Patofiologi. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteranm EGC. Halaman 472-474.
Abses hepar. (online). http://netral-collection-knowledge.blogspot.com/2009/07/abses-hepar.html. Diakses 13 Maret, 2011