Selasa, 29 Mei 2012

PRAKTEK SENAM IBU POST PERTUM (NIFAS)

SENAM IBU POST PERTUM (NIFAS)

TUJUAN :

  • Memperkuat otot-otot disekitar organ reproduksi
  • Membantu mencegah proplaps  uteri
  • Mempercepat pemulihan kondisi ibu setelah melahirkan seperti semula
  • Mencegah timbulnya komplikasi
WAKTU PELAKSANAAN :
 Segara setelah melahirkan (tidak ada komplikasi)

PROSEDUR LATIHAN :
  1. Hari pertama : sikap tubuh terlentang dan rileks, kemudian lakukan pernafasan perut di awali dengan mengambil nafas melalui hidung dan tahan 3 detik kemudian melalui mulut, lakukan 5-10 kali.
    Rasional : 
    Setelah melahirkan peredaran darah dan pernafasanbelum kemmbali normal. Latihan pernafasan ini ditunjukan untuk mempelancar peredaran darah dan pernafasan. Seluruh organ-organ tubuh akan teroksigenasi dengan baik sehingga hal ini juga akan membantu proses pemulihan tubuh.
  2. Hari kedua : sikap tubuh terlentang, kedua tangan dibuka lebar hingga sejajar dengan bahu kemudian pertemukan kedua tangan tersebut tepat diatas muka. Lakukan 5-10 kali.
    Rasional :
    Latihan ini ditunjukanuntuk memulihkan dan menguatkan kembali otot lengan.
  3. Hari ketiga : sikap tubuh terlentang, kedua kaki agak dibengkokkan sehingga kedua telapak kaki ada dibawah. Lalu angkat pantat ibu dan tahan sampai hitungan ketiga lalu turunkan pantat keposisi semula. Ulangi 5-10 kali.
    Rasional :
    Latihan ini ditunjukan untuk menguatkan otot-otot dasar paggul yang sebelumnya otot-otot ini bekerja dengan keras selama kehamilan dan persalinan.
  4. Hari keempat : tidur terlentang dan kaki ditekuk 45 derajat, kemudian salah satu tangan memegang perut setelah itu anjurkan ibu mengagkat tubuh ibu lebih kurang 45 derajat dan tahan hingga hitungan ketiga.
    Rasional :
    Latihan ini ditunjukan untuk pemulihan dan menguatkan kembali otot punggung.
  5. Hari kelima : tidur terlentang, salah satu kaki ditekuk lebih kurang 45 derajat kemudian angkat tubuh dan tanagan yang bersebrangan dengan kaki ditekuk usahakan tangan menyentuh lutut. Gerakan ini dilakukan secara bergantian hingga 5 kali.
    Rasional :
    Latihan ini bertujuan untuk melatih sekaligus otot-otot tubuh diantaranya otot-otot punggung, otot-otot bagian perut, dan otot-otot paha.
  6. Hari keenam : sikap tubuh terlentang, kemudian tarik kaki sehingga paha membentuk 90 derajat lakukan secara bergantian sehingga 5 kali
    Rasional :
    Latihan ini ditunjukan untuk menguatkan otot-otot dikaki yang selam kehamilan menyangga beban yang berat. Selain itu untuk memperlancar sirkulasi didaerah kaki sehingga mengurangi resiko edema kaki.

PRAKTEK ORAL HIGIENE

PRAKTEK ORAL HIGIENE

A. Pengertian
     Penyakit gigi merupakan penyebab umum dari kesehatan yang buruk. Keadaan ini merupakan penyebab umum dari sebagian besar nyeri dan perasaan tidak nyaman pada anak, demikian juga menimbulkan ketidakmampuan dan cacat. Karena penyakit gigi dapat dicegah, maka penting untuk melihat area dimana perawat dapat berperan dalam merawat gigi klien anak.
    Perawat gigi dan mulut pada masa balita dan anak teryata cukup menentukan kesehatan gigi dan mulut mereka pada tinggkatan usia selanjutnya. Beberapa penyakit gig dan mulut dapat mereka alami jika perawatan tidak dilakukan dengan baik. Diantar5anya caries (lubang pada permukaan gigi), gingivitis (radang gusi), atau sariawan.
      Oral hygiene merupakan tindakan membersihkan mulut sekaligus organ-organ yang ada didalamnya (gigi, lidah, platum, platum molle) pada anak maupun bayi, baik dikomunitas maupun pada anak yang sedang di rawat di rumah sakit.

B. Indikasi
  • Untuk anak/bayi yang berada di komunitas : orang tua di anajurkan untuk merawat kebersihan mulut dan gigi anak/bayinya sedini mungkin dengan mengajarkan menyikat gigi secara teratur dengan memakai sikat gigi yag sesuai dengan umur anak dan memakai pasta gigi khusus untuk anak.
  • Untuk anak yang dirawat di rumah sakit : perawatan yang sama harus diberikan bagi anak di ars, terutama bagi anak yang menjalani tirah baring lama atau tidak sadar setelah menjalani oprasi.
C. Kontraindikasi
  • Anak dengan post operasi labiopalatokizis
  • Anak dengan resiko aspirasi
D. Tujuan
     Oral hygiene bertujuan untuk mencegah kerusakan pada gigi yang merupakan salah satu masalah utama pada anak-anak.

E. Persiapan alat
    1. Menggosok Gigi
  • Baki yang sudah dialasi
  • Sikat gigi kecil dengan buluh lebut, tangkai lurus
  • Pasta gigi berflouride khusus anak
  • Gelas berisi air hangat
  • Cairan pembilas berisi air hangat
  • Handuk kecil atau kain pengalas
  • Baskom
  • Bengkok
  • Sarung tangan
    2. Oral Hygiene
  • Baki yang sudah dialasi
  • Kapas lidi
  • Kom berisis NaCL 0,9%
  • Cairan pembilas yang mengandung antiseptic
  • Spatel
  • Kain kasa
  • Bengkok
  • Sarung tangan
F. Prosedur Kerja
  1. Pengkajian
   1. Mengidentifikasi klien
  • Cek perencanaan keperawatan
  • Kaji kesadaran klien
  • Kaji kemampuan klien
  • Kaji kerjasama klien
  • Kaji kerjasama orang tua
   2. Mengkaji keadaan mulut klien
  • Inspeksi apakah ada luka atau stomatitis
  • Inspeksi keadaan gigi (gigi palsu, gigi goyah)
  • Inspeksi keadaan gusi
  • Inspeksi keadaan bibir
  • Inspeksi mukosa mulut
  2. Persiapan alat
     1. Menggosok gigi
  • Baki yang sudah dialasi
  • Sikat gigi kecil dengan buluh lebut, tangkai lurus
  • Pasta gigi berflouride khusus anak
  • Gelas berisi air hangat
  • Cairan pembilas berisi air hangat
  • Handuk kecil atau kain pengalas
  • Baskom
  • Bengkok
  • Sarung tangan
     2. Oral hygiene
  • Baki yang sudah dialasi
  • Kapas lidi
  • Kom berisis NaCL 0,9%
  • Cairan pembilas yang mengandung antiseptic
  • Spatel
  • Kain kasa
  • Bengkok
  • Sarung tangan
     Persiapan KLien
  •   Informasikan kepada klien dan keluarga tentang tindakan yang akan dilakukan
  • Jaga privasi klein
   3. Implementasi
      Menggosok Gigi
  •    Tangan perawat dicuci sampai batas siku
  • Tinggikan tempat tidur pada posisi kerja ayang nyaman
  • Tinggikan kepala tempat tidur dan atur posisi klien dalam posisi mirirng
  • Letakkan handuk diatas dada dibawah dagu klien dan letakkan bengkok dekat dengan klien
  • Pasang sarung tangan
  • Oleskan pasta gigi pada sikat diatas baskom
  • Tuangkan sedikit air diatas pasta gigi
  • Pegang pastra gigi dengan sudut bulu 45 pada garis gusi. Sikat permukaan luar dan dalam dari gigi atas dan bawah dengan meyikat dari gusi ke mahkota setiap gigi
  • Bersihkan permukaan gigi geraham dengan memegang pundak klien, bulu sejajar dengan gigi dan sikat perlahan kebelakang dan kedepan.
  • Pegang sikat gigi pada sudut 45 derajat dan sikat permukaan dan samping lidah dengan lembut, Hindari merangsang refleks gag
  • Bantu klien untuk berkumur dengan cairan pencuci mulut/pembilas 2-3 kali
  • Singkirkan baskom dan bantu klien membersihkan mulutnya
  • Handuk dan pengalas di angkat
  • Posisi klien diataur kembali
  • Rapikan klien
   Oral Hygiene
  • Tangan perawat di cuci sampai batas siku
  • Posisi klien di ataur sesuai kondisi
  • Letakkan handuk diatas dada dibawah dagu klien dan letakkan bengkok duibawah dagu klien
  • Pasang sarung tangan
  • Ambil kapas lidi, basahi dengan larutan NaCL
  • Ambil spatel minta klien untuk membuka mulut, tempelkan spatel diatas lidah, bersihkan rongga, gigi, gusi, lidah dan bibir.
  • Ganti kapas lidi yang kotor, lakukan membersihkan area mulut hingga bersih
  • Jika telah bersih, anjurkan dan bantu klien untuk berkumur dengan mengunakan cairan antiseptic 2-3 kali
  • Bila klien tidak sadar olesi bibir klien dengan pelembab bibir
  • atur kembali posisi klien
  • Rapikan klien
  4. Evaluasi
  • Perhatikan respon klien
  • Kebersihan gigi
  5. Dokumentasi
  • Waktu
  • Tindakan yang dilakukan
  • Nama perawat yang melakukan tindakan,

Minggu, 27 Mei 2012

PEMERIKSAAN PANGGUL LUAR

PEMERIKSAAN PANGGUL LUAR

TUJUAN :
  1. Untuk mengetahui panggul seseorang apakah normal atau tidak
  2. Untuk mengetahui bentuk atau keadaan panggul seseorang
PEMERIKSAAN PANGGUL DILKUKAN :
  1. Pada pemeriksaan pertama pada ibu hamil
  2. Pada ibu yang pernah melahirkan bila ada kelainan pada persalinan yang lalu
  3. Ibu akan bersalin bila sebelumnya belum pernah memeriksakan diri terutama pada primi para
PERSIAPAN ALAT :
  1. Pita pengukur
  2. Jangka panggul
  3. Buku catatan
PROSEDUR :
  1. Ujung jari telunjuk kanan dan kiri berada pada unjung jangka panggul
  2. Jari tengah mencari tempat-tempat yang akan diukur
  3. Tempatkan ujung jangka pangul pada tempat yang sudah di temukan lihat dan baca skala pada jangka panggul
  4. catat hasilnya
UKURAN-UKURAN LUAR YANG TERPENTING :
  1. Distansia spinarum : jarang anatar spina iliaka anterior superior kanan dan kiri
  2. Distansia Cristarum : jarak yang terpanjang antara crista iliaka kanan dan kiri
  3. Conjungata Eksterna (Boudeloque) : jarak anatar pinggir atas symphysis dan ujung processus spinosus ruas tulang lumbal ke - V
  4. Lingkar panggul : jarak dari pinggir atas simfisis melalui spina iliaka anterior superior kanan ke pertengahan trhochanter mayor kanan ke pertengahan trochanter mayor kiri ke pertengahan spina iliaka anterior superior kiri kemudian kembali keatas simfisis.

PRAKTEK WASH OUT ( HUKNAH)

WASH OUT ( HUKNAH)

A. Pengertian
     Wash Out ( sering juga di sebut huknah, enema, lavement), adalah suatu tindakan memasukan suatu larutan ke dalam rectum dan kolon sigmoid. Tindakan ini diberikan untuk meningkatkan defekasi dengan merangsang peristaltic. Obat-obatan kadang diberikan dengan enema untuk mengeluarkan efek lokal pada mukosa rectal. Pemberian eneme dapat digunakan untuk melunakkan fases yang telah menjadi impikasi atau untuk mengosongkan rectum dan kolon bawah untuk prosedur diagnostic atau pembedahan.
Terdapat 2 macam wash out/huknah, yaitu :
1. Huknah rendah untuk dewasa dengan ketinggian 30 cm dari bokong ( 7,5 cm untuk anak)
2. Huknah tinggi untuk dewasa dengan ketinggian 30-45 cm di atas bokong

B. Indikasi

  • Klien yang konstipasi/Sembelit
  • Klien yang akan di oprasi
  • Persiapan tindakan diasnostic, seperti pemeriksaan diagnostic
C. Kontraindikasi
  • Hemoroid yang berdarah
  • Keganasan kolon atau rectum
D. Tujuan
  • Merangsang peristaltic usus sehinggga klien bisa BAB
  • Mengosongkan usus untuk persiapan oprasi
E. Petunjuk pemberian

    Umur                                                Volume (ml)                                  Insersi (cm)
     Infant                                                  120-240                                     2,5
     2-4 tahun                                            240-360                                      5
     4-10 tahun                                          360-480                                     7,5
     11 tahun                                             480-780                                      10

F. Persiapan alat
  • Cairan hangat NaCL
  • Irigator lengkap dengan selang kanul rekti dengan ukuran : ( infant & tolder 10-20 fr, dewasa 22 rf)
  • Perlak dan kain pengalas
  • Vaseli atau jelly
  • Sarung tangan
  • Bengkok
  • Pispot ( 2 buah )
  • Air cebok dan tissue
G. Prosedur pelaksanaan

  1. Penkajian
  • Cek perencanaan keperawatan
  • Kaji ulang apakah klien perlu dilakasanakan tindakan wash out
  • Kaji kemampuan kerjasama klien
  2. Perencanaan
  • Cuci tangan
  • Persiapkan alat
            - Cairan hangat NaCL
            - Irigator lengkap dengan selang kanul rekti
            - Perlak dan kain pengalas
            - Vaseli atau jelly
            - Sarung tangan
            - Bengkok
            - Pispot ( 2 buah )
            - Air cebok dan tissue
  • Persiapkan klien
            - Informasikan kepada klien dan keluarga tenang tindakan yang akan dilakukan
            - Jaga privasi klien

  3. Implementasi
  • Persiapkan alat dan dekatkan ke klien
  • Pasang perlak dan pengalas
  • Atur posisi klien ( terlentang bila klien terpasang kolostomi atau supine dengan lutut fleksi. Pada anak yang sudah besar posisis sims dan lutut fleksi)
  • Selimut dipasang dan lepaskan celana klien
  • Pasang pispot
  • Pasang sarung tangan
  • Oleskan vaselin pada kanul
  • Tuangkan NaCL 0,9% yang hangat ke dalam irigator, klem dibuka sehinga air keluar kemudian klem ditutup kembali
  • Tangan kiri membuka anus, tanagan kanan memasukan kanul yang telah diolesi vaselin
  • Klien diminta untuk menarik nafas panjang
  • Klem dibuka, untuk anak yang di kolostomy klem dimasukan di lubang kolostomi
  • Tahan 5-10 menit
  • Cabut dan lepaskan kanul recti, anak tetap miring disuruh menahan
  • Biarkan cairan keluar kembali, tampung cairan yang keluar
  • Masukan cairan berulang-ulang hingga bersih
  • Angkat pispot dan ganti dengan yang bersih untuk mencebok anak
  • Bersihkan bokong anak dengan mengunakan tissue
  • Klien dirapikan, alat-alat dibersihkan
  • Cuci tangan
  4. Evaluasi
  • Kaji kenyamanan klien
  • Kaji respon klien
  • Informasikan kepada klien dan keluarga

  5. Dokumentasi
  • Waktu
  • Jumlah dan karakter fases
  • Keadaan abdomen
  • Nama perawat yang melakukan tindakan

PRAKTEK KOLOSTOMI PADA ANAK

KOLOSTOMI

A. Pengertian
     Kolostomi adalah suatu lumbang buatan pada usus besar dan aperture pd kulit yang berfungsi sebagai anus.

B. Indikasi/Kontraindikasi
     Hal ini akan memuaskan pada anak yang lebih tua, tetapi pada anak bayi kolostomi dipertahankan sampai umur bayi cukup agar dilakukan tindakan koreksi.

C.Tujuan
     Tujuan kolostomi adalah untuk mengosongkan kolon dari feses, gas atau mucus, membersihkan saluran usus saluran usus bawah dan membuat pola defekasi teratur sehingga aktivitas kehidupan normal dapt dilanjutkan

D. Persiapan alat

  1. sarung tangan bersih
  2. handuk
  3. air hangat
  4. sabun mandi yang lembut
  5. kantong kolostomai ayang bersih dengan ukuran stoma
  6. bengkok atau pespot
  7. kasa
  8. vaselin
  9. tempat sampah
  10. gunting
  11. cetakan ukuran stome
E. Format penilaian

    1. pengkajian
  • cek perencanaan
  • cek kemampuan klien
  • identifikasi tipe dan lokasi kolostomi
   2. perencanaan
  • cuci tanagan
  • persiapan alat
          -sarung tangan bersih
          -handuk
          -air hangat
          -sabun mandi yang lembut
          -kantong kolostomai ayang bersih dengan ukuran sesuai ukuran stoma
          -bengkok atau pespot
          -kasa
          -vaselin
          -tempat sampah
          -gunting
          -cetakan ukuran stome
  • persiapan klien
         - menjelaskan prosedur ke klien dan keluarga
         - mengatur posisi semi fowler
         - memasang sampiran

  3. Implementasi
  • mendekatkan alat-alat ke klien
  • pasang handuk
  • dekat bengkok ke klien
  • pasang sarung tangan bersih
  • buka kantong lama dan buang ke tempat sampah
  • bersikan stoma dan kulit sekotar stoma dengan sabun lembut dan air hangat
  • lindungi stoma dengan tissu atau kassa agar fases tidak mengotori kulit yg sudah dibersihkan
  • keringkan kulit sekitar stoma dengan tissue atau kasa
  • persiapkan kantong stoma sesuai dengan ukuran dan jenis stoma 
  • pasang kantong stoma
  • beri vaselin atau salep sekitar kulit apa bila kantong stoma terlalu besar
  • buka sarung tangan
  • bereskan alat
  • cuci tangan dengan antiseptic dan air mengalir
 4. Evaluasi
  • keamanan kantong
  • kebersihan area
  • bau
  • kenyamanan klien
 5. Dokumentasi
  • waktu pelaksanaan
  • jumlah dan karakteristik fases
  • keadaan stoma ( tanda infeksi )
  • Alat-alat yang digunakan untuk menganti kantong
  • respon klien
  • nama perawat yang melakukan tindakan


Sabtu, 26 Mei 2012

MAKALAH ATRITIS REMATOID


BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Perubahan – perubahan akan terjadi pada tubuh manusia sejalan dengan  makin meningkatnya usia. Perubahan tubuh terjadi sejak awal kehidupan hingga usia  lanjut pada semua organ dan jaringan tubuh.
Pada usia lanjut individu akan mengalami perubahan fisik, mental, sosial ekonomi dan spiritual yang mempengaruhi kemampuan fungsional dalam aktivitas kehidupan sehari-hari sehingga menjadikan lansia menjadi lebih rentan menderita gangguan kesehatan baik fisik maupun mental. Walaupun tidak semua perubahan struktur dan fisiologis, namun diperkirakan setengah dari populasi penduduk lansia mengalami keterbatasan dalam aktivitas kehidupan sehari-hari, dan 18% diantaranya sama sekali tidak mampu beraktivitas. Berkaitan dengan kategori fisik, diperkirakan 85% dari kelompok umur 65 tahun atau lebih mempunyai paling tidak satu masalah kesehatan(HealthyPeople,1997).
Dan jumlah penduduk lansia yang tinggi kemungkinan membuat rematik jadi keluhan favorit. Penyakit otot dan persendian  ini sering menyerang lansia, melebihi hipertensi dan jantung, gangguan pendengaran dan penglihatan, serta diabetes(Health-News,2007).


B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa definisi arthritis rheumatoid ?
2. Apa etiologi arthritis rheumatoid ?
3. Apa manifestasi klinis  arthritis rheumatoid ?
4. Bagaimana patofisiologi dari arthritis rheumatoid ?
5. Bagaimana penatalaksanaan  untuk pasien dengan arthritis rheumatoid?
6. Bagaimana asuhan keperawatan pada arthritis rheumatoid  ?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui definisi arthritis rheumatoid  
2. Untuk mengetahui etiologi arthritis rheumatoid  
3. Untuk mengetahui manifestasi klinis  arthritis rheumatoid 
4. Untuk mengetahui  patofisiologi  arthritis rheumatoid   
5. Untuk mengetahui penatalaksanaan untuk pasien dengan arthritis rheumatoid  
6. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada arthritis rheumatoid  

D. MANFAAT
1. Sebagai informasi dasar untuk mengenal arthritis rheumatoid  
2. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan pembaca mengenai arthritis rheumatoid .

BAB II
PEMBAHASAN

1. KONSEP DASAR MEDIS
A. DEFINISI
Artritis reumatoid adalah suatu penyakit inflamasi kronis yang menyebabkan degenerasi jaringan penyambung .
Rematoid Artritis merupakan suatu penyakit inflamasi sistemik kronik yang manifestasi utamanya adalah poliartritis yang progresif, akan tetapi penyakit ini juga melibatkan seluruh organ tubuh.
Artritis Rematoid adalah suatu penyakit autoimun dimana persendian (biasanya sendi tangan dan kaki) secara simetris mengalami peradangan, sehingga terjadi pembengkakan, nyeri dan seringkali akhirnya menyebabkan kerusakan bagian dalam sendi.

B. ETIOLOGI
Penyebab dari artritis rhematoid belum dapat diketahui secara pasti, tetapi dapat dibagi dalam 3 bagian, yaitu: 
1) Mekanisme imunitas (antigen antibodi) seperti interaksi IgG dari imunoglobulin dengan rhematoid factor
2) Faktor metabolik
3) Infeksi dengan kecenderungan virus
C. TANDA DAN GEJALA
1. Tanda dan gejala setempat
a. Sakit persendian disertai kaku terutama pada pagi hari (morning stiffness) dan gerakan terbatas, kekakuan berlangsung tidak lebih dari 30 menit dan dapat berlanjut sampai berjam-jam dalam sehari. Kekakuan ini berbeda dengan kekakuan osteoartritis yang biasanya tidak berlangsung lama.
b. Lambat laun membengkak, panas merah, lemah
c. Poli artritis simetris sendi perifer atau semua sendi bisa terserang,panggul, lutut, pergelangan tangan, siku, rahang dan bahu. Paling sering mengenai sendi kecil tangan, kaki, pergelangan tangan, meskipun sendi yang lebih besar  seringkali terkena juga
d. Artritis erosive atau sifat radiologis penyakit ini. Peradangan sendi yang kronik menyebabkan erosi pada pinggir tulang dan ini dapat dilihat pada penyinaran sinar X
e. Deformitas atau pergeseran ulnar, deviasi jari-jari, subluksasi sendi metakarpofalangea, deformitas beoutonniere dan leher angsa. Sendi yang lebih besar mungkin juga terserang yang disertai penurunan kemampuan fleksi ataupun ekstensi. Sendi mungkin mengalami ankilosis disertai kehilangan kemampuan bergerak yang total
f. Rematoid nodul  merupakan massa subkutan yang terjadi pada 1/3 pasien dewasa, kasus ini sering menyerang bagian siku (bursa olekranon) atau sepanjang permukaan ekstensor lengan bawah, bentuknya oval atau bulat dan padat.
2.      Tanda dan gejala sistemik
•         Lemah, demam, tachikardi, berat badan turun, anemia, anoreksia 
Bila ditinjau dari stadium, maka pada RA terdapat tiga stadium yaitu:
a. Stadium Sinovisis
Pada stadium ini terjadi perubahan dini pada jaringan sinovial yang ditandai hiperemi, edema karena kongesti, nyeri pada saat istirahat maupun saat bergerak, bengkak dan kekakuan
b. Stadium Destruksi
Pada stadium ini selain terjadi kerusakan pada jaringan sinovial terjadi juga pada jaringan sekitarnya yang ditandai adanya kontraksi tendon
c. Stadium Deformitas
Pada stadium ini terjadi perubahan secara progresif dan berulang kali, deformitas dan gangguan fungsi secara menetap. Perubahan pada sendi diawali adanya sinovitis, berlanjut pada pembentukan pannus, ankilosis fibrosa dan terakhir ankilosis tulang.


D. PATOFISIOLOGI
Inflamasi mula-mula mengenai sendi-sendi sinovial seperti edema, kongesti vaskular, eksudat febrin dan infiltrasi selular.  Peradangan yang berkelanjutan, sinovial menjadi menebal, terutama pada sendi artikular kartilago dari sendi.  Pada persendian ini granulasi membentuk pannus, atau penutup yang menutupi kartilago.  Pannus masuk ke tulang sub chondria. Jaringan granulasi menguat karena radang menimbulkan gangguan pada nutrisi kartilago artikuer. Kartilago menjadi nekrosis.
Tingkat erosi dari kartilago menentukan tingkat ketidakmampuan sendi.  Bila kerusakan kartilago sangat luas maka terjadi adhesi diantara permukaan sendi, karena jaringan fibrosa atau tulang bersatu (ankilosis).  Kerusakan kartilago dan tulang menyebabkan tendon dan ligamen jadi lemah dan bisa menimbulkan subluksasi atau dislokasi dari persendian.  Invasi dari tulang sub chondrial bisa menyebkan osteoporosis setempat.
Lamanya arthritis rhematoid berbeda dari tiap orang. Ditandai dengan masa adanya serangan dan tidak adanya serangan.  Sementara ada orang yang sembuh dari serangan pertama dan selanjutnya tidak terserang lagi.  Yang lain. terutama yang mempunyai faktor rhematoid (seropositif gangguan rhematoid) gangguan akan menjadi kronis yang progresif.

E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Tes serologi
- Sedimentasi eritrosit meningkat
- Darah, bisa terjadi anemia dan leukositosis
- Rhematoid faktor, terjadi 50-90% penderita
2. Pemerikasaan radiologi
- Periartricular osteoporosis, permulaan persendian erosi
- Kelanjutan penyakit: ruang sendi menyempit, sub luksasi dan ankilosis
3. Aspirasi sendi
Cairan sinovial menunjukkan adanya proses radang aseptik, cairan dari sendi dikultur dan bisa diperiksa secara makroskopik.

Kriteria diagnostik Artritis Reumatoid adalah terdapat poli- arthritis yang simetris yang mengenai sendi-sendi proksimal jari tangan dan kaki serta menetap sekurang-kurangnya 6 minggu atau lebih bila ditemukan nodul subkutan atau gambaran erosi peri-artikuler pada foto rontgen.
Kriteria Artritis rematoid menurut American Reumatism Association ( ARA ) adalah:
1. Kekakuan sendi jari-jari tangan pada pagi hari ( Morning Stiffness ).
2. Nyeri pada pergerakan sendi atau nyeri tekan sekurang-kurangnya pada satu sendi
3. Pembengkakan ( oleh penebalan jaringan lunak atau oleh efusi cairan ) pada salah satu sendi secara terus-menerus sekurang-kurangnya selama 6 minggu.
4. Pembengkakan pada sekurang-kurangnya salah satu sendi lain
5. Pembengkakan sendi yanmg bersifat simetris.
6. Nodul subcutan pada daerah tonjolan tulang didaerah ekstensor
7. Gambaran foto rontgen yang khas pada arthritis rheumatoid
8. Uji aglutinnasi faktor rheumatoid
9. Pengendapan cairan musin yang jelek
10. Perubahan karakteristik histologik lapisan synovial
11. gambaran histologik yang khas pada nodul.

Berdasarkan kriteria ini maka disebut :
Klasik : bila terdapat 7 kriteria dan berlangsung sekurang-kurangnya selama 6 minggu
Definitif : bila terdapat 5 kriteria dan berlangsung sekurang-kurangnya selama 6 minggu.
Kemungkinan rheumatoid : bila terdapat 3 kriteria dan berlangsung sekurang-kurangnya selama 4 minggu.

F. PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalaksanaan reumatoid artritis adalah mengurangi nyeri, mengurangiinflamasi, menghentikan kerusakan sendi dan meningkatkan fungsi dan kemampuanmobilisasi penderita (Lemone & Burke, 2001)
Program terapi dasar terdiri dari lima komponen dibawah ini yang merupakan sarana pembantu untuk mecapai tujuan-tujuan tersebut yaitu: 
1) Istirahat
2) Latihan fisik
3) Termoterapi
4) Pengobatan :
o Aspirin (anti nyeri)dosis antara 8 s.d 25 tablet perhari, kadar salisilat serum yang diharapakan adalah 20-25 mg per 100 ml
o Natrium kolin dan asetamenofen à meningkatkan toleransi saluran cerna terhadap terapi obat
o Obat anti malaria (hidroksiklorokuin, klorokuin) dosis 200 – 600 mg/hari à mengatasi keluhan sendi, memiliki efek steroid sparing sehingga menurunkan kebutuhan steroid yang diperlukan
o Garam emas
o Kortikosteroid
5) Nutrisi 
diet untuk penurunan berat badan yang berlebih
Bila Rhematoid artritis progresif dan, menyebabkan kerusakan sendi, pembedahan dilakukan untuk mengurangi rasa nyeri dan memperbaiki fungsi. Pembedahan dan indikasinya sebagai berikut:
1. Sinovektomi, untuk mencegah artritis pada sendi tertentu, untuk mempertahankan fungsi sendi dan untuk mencegah timbulnya kembali inflamasi.
2. Arthrotomi, yaitu dengan membuka persendian.
3. Arthrodesis, sering dilaksanakan pada lutut, tumit dan pergelangan tangan.
4. Arthroplasty, pembedahan dengan cara membuat kembali dataran pada persendian





2. ASUHAN KEPERAWATAN
A. Proses keperawatan
a.Pengkajian
1. Riwayat Kesehatan
o Adanya keluhan sakit dan kekakuan pada tangan, atau pada tungkai.
o Perasaan tidak nyaman dalam beberapa periode/waktu sebelum pasien mengetahui dan merasakan adanya perubahan pada sen
2.Pemeriksaan Fisik
o Inspeksi dan palpasi persendian untuk masing-masing sisi (bilateral), amati warna kulit, ukuran, lembut tidaknya kulit, dan pembengkakan.
o Lakukan pengukuran passive range of mation pada sendi-sendi sinovial
- Catat bila ada deviasi (keterbatasan gerak sendi)
- Catat bila ada krepitasi
- Catat bila terjadi nyeri saat sendi digerakkan
- Lakukan inspeksi dan palpasi otot-otot skelet secara bilateral
Catat bia ada atrofi, tonus yang berkurang
Ukur kekuatan otot
Kaji tingkat nyeri, derajat dan mulainya
Kaji aktivitas/kegiatan sehari-hari
3. Riwayat Psiko Sosial
Pasien dengan RA mungkin merasakan adanya kecemasan yang cukup tinggi apalagi pad pasien yang mengalami deformitas pada sendi-sendi karean ia merasakan adanya kelemahan-kelemahan pada dirinya dan merasakan kegiatan sehari-hari menjadi berubah. Perawat dapat melakukan pengkajian terhadap konsep diri klien khususnya aspek body image dan harga diri klien.

b. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri akut / kronis behubungan dengan agen pencedera, distensi jaringan oleh akumulasi cairan / proses inflamasi, destruksi sendi.
2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan: deformitas skeletal, nyeri, ketidak nyamanan, intolransi aktifitas, penurunan kekuatan otot.
3. Gangguan citra tubuh./perubahan penampilan peran berhubungan dengan perubahankemampuan untuk melaksanakan tugas-tugas umum, peningkatan penggunaan energi,ketidakseimbangan mobilitas
4. Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal; penurunankekuatan, daya tahan, nyeri pada waktu bergerak, depresi
5. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar), mengenai penyakit, prognosisdan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya pemahaman/ mengingat, kesalahan interpretasi informasi.

c.Intervesi keperawatan
1. Nyeri akut / kronis behubungan dengan agen pencedera, distensi jaringan oleh akumulasi cairan / proses inflamasi, destruksi sendi
Kriteria hasil :
- Menunjukkan nyeri hilang/ terkontrol,
- Terlihat rileks, dapat tidur/beristirahat dan berpartisipasi dalam aktivitas sesuaikemampuan.
INTERVENSI RASIONAL

- kaji keluhan nyeri, catat 
lokasi dan intensitas (skala 0 
– 10). Catat factor-faktor 
yang mempercepat dan tanda-tanda rasa sakit non verbal  
- berikan matras atau kasur 
keras, bantal kecil. Tinggikan 
linen tempat tidur sesuai kebutuhan
- biarkan pasien mengambil 
posisi yang nyaman pada 
waktu tidur atau duduk di 
kursi. Tingkatkan istirahat di 
tempat tidur sesuai indikasi 
- dorong untuk sering 
mengubah posisi. Bantu 
pasien untuk bergerak di 
tempat tidur, sokong sendi 
yang sakit di atas dan di 
bawah, hindari gerakan yang 
menyentak 
- anjurkan pasien untuk mandi 
air hangat atau mandi 
pancuran pada waktu 
bangun. Sediakan waslap 
hangat untuk mengompres 
sendi-sendi yang sakit 
beberapa kali sehari. Pantau 
suhu air kompres, air mandi 
- berikan masase yang lembut 

kolaborasi 
- beri obat sebelum aktivitas 
atau latihan yang 
direncanakan sesuai petunjuk 
seperti asetil salisilat (aspirin) 
-membantu dalam menentukan 
kebutuhan managemen nyeri dan 
keefektifan program 


- matras yang lembut/empuk, banal 
yang besar akan mencegah 
pemeliharaan kesejajaran tubuh 
yang tepat, menempatkan stres 
pada sendi yang sakit. Peninggian linen tempat tidur menurunkan 
tekanan ada sendi yang 
terinflamasi / nyeri 
- pada penyakit berat, tirah baring 
mungkin diperlukan untuk 
membatasi nyeri atau cedera sendi. 
- Mencegah terjadinya kelelahan 
umum dan kekakuan sendi. 
Menstabilkan sendi, mengurangi 
gerakan/rasa sakit pada sendi 
- Panas meningkatkan relaksasi otot 
dan mobilitas, menurunkan rasa 
sakit dan melepaskan kekakuan di 
pagi hari. Sensitifitas pada panas 
dapat dihilangkan dan luka dermal 
dapat disembuhkan 


- Meningkatkan relaksasi, mengurangi 
tegangan otot, memudahkan untuk 
ikut serta dalam terapi 

2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan: deformitas skeletal, nyeri, ketidak nyamanan, intolransi aktifitas, penurunan kekuatan otot
Kriteria hasil :
- Mempertahankan fungsi posisi dengan tidak hadirnya/pembatasan kontraktur.
- Mempertahankan ataupun meningkatkan kekuatan dan fungsi dari dan/ atau kompensasi bagian tubuh.
- Mendemonstrasikan tekhnik/ perilaku yang memungkinkan melakukan aktifitas.
INTERVENSI RASIONAL
-Evaluasi/ lanjutkan pemantauan tingkat inflamasi/ rasa sakit pada sendi
-Pertahankan istirahat tirah baring/duduk jika diperlukan. 
-Bantu bergerak dengan bantuan seminimal mungkin. 
-Dorong klien mempertahankan 
postur tegak, duduk tinggi, 
berdiri dan berjalan
-Berikan lingkungan yang aman 
dan menganjurkan untuk 
menggunakan alat bantu.
 -Berikan obat-obatan  sesuai 
indikasi seperti steroid
- Tingkataktivitas/ latihan tergantung dari perkembangan/ resolusi dari proses inflamasi
-Untuk mencegah kelelahan dan 
mempertahankan kekuatan.
-Meningkatkan fungsi sendi, 
kekuatan otot dan stamina  umum

-Memaksimalkan fungsi sendi 
dan mempertahankan mobilitas.

-Menghindari cedera akibat 
kecelakaan seperti jatuh

- Untuk mecegah inflamasi sistemik akut
3. Gangguan citra tubuh./perubahan penampilan peran berhubungan dengan perubahankemampuan untuk melaksanakan tugas-tugas umum, peningkatan penggunaan energi,ketidakseimbangan mobilitas
Kriteria hasil :
- Mengungkapkan peningkatan rasa percaya diri dalam kemampuan untuk menghadapi penyakit, perubahan pada gaya hidup, dan kemungkinan keterbatasan.
- Menyusun rencana realistis untuk masa depan
INTERVENSI RASIONAL
Mandiri
Dorong pengungkapan mengenai masalah, proses penyakit, dan harapan masa depan
Diskusikan arti dari kehilangan/perubahan pada pasien/orang terdekat. Memastikan bagaimana pandangan pribadi klien terhadap perubahan gaya hidup termasuk aspek seksual.
 Diskusikan persepsi klien mengenai bagaimana orang terdekat dalam menerima keterbatasan klien

Akui dan terima perasaan berduka,bermusuhan,dan ketergantungan

Perhatikan perilaku menarik diri, menyangkal atau terlalu memperhatikan tubuh/perubahan



Susun batasan pada perilaku maladaptive. Bantu pasien untuk mengidentifikasi perilaku positif yang dapat membantu koping
Ikut sertakan pasien dalam merencanakan perawatan dan membuat jadwal aktivitas



Kolaborasi 
Rujuk pada konseling psikiatri
Berikan obat-obat sesuai petunjuk 

Beri kesempatan untuk mengidentifikasi rasa takut/kesal menghadapinya secara langsung.
Mengidentifikasi bagaimana penyakit mempengaruhi persepsi diri dan interaksi dengan orang lain akan menentukan kebutuhan terhadap intervensi atau konseling lebih lanjut.
Isyarat verbal/nonverbal orang terdekat dapat mempunyai pengaruh mayor pada bagaimana pasien memandang dirinya sendiri. 
Nyeri konstan akan melelahkan, dan perasaan marah, bermusuhan umum terjadi. 
Dapat menunjukkan emosional atau metode koping maladaptive, membutuhkan intervensi lebih lanjut atau dukungan psikologis. 
Membantu pasien mempertahankan kontrol diri yang dapat meningkatkan perasaan harga diri. 
Meningkatkan perasaan kompetensi/harga diri, mendorong kemandirian, dan mendorong partisipasi dan terapi.


Pasien/orang terdekat mungkin membutuhkan dukungan selama berhadapan dengan proses jangka panjang/ketidakmampuan
Mungkin dibutuhkan pada saat munculnya depresi hebat sampai pasien mengembangkan kemampuan 
yang yang lebih efektif
4. Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal; penurunankekuatan, daya tahan, nyeri pada waktu bergerak, depresi
Kriteria hasil :
- Melaksanakan aktivitas perawatan diri pada tingkat yang konsisten dengan kemampuanindividual.
- Mendemonstrasikan perubahan teknik/ gaya hidup untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri
- Mengidentifikasi sumber-sumber pribadi/ komunitas yang dapat memenuhi kebutuhan perawatan diri
INTERVENSI RASIONAL
• Kaji tingkat fungsi fisik 


• Pertahankan mobilitas, kontrol 
terhadap nyeri dan program latihan 
• Kaji hambatan terhadap partisipasi dalam perawatan diri, identifikasi untuk modifikasi lingkungan
• Identifikasi untuk perawatan yang diperlukan, misalnya: lift, peninggiandudukan toilet, kursi roda

Mengidentifikasi tingkat bantuan dan dukungan yang diperlukan 

Mendukung kemandirian fisik/emosional 
Menyiapkan untuk meningkatkan kemandirian yang akan meningkatkan harga diri
Memberikan kesempatan untuk dapat melakukan aktivitas secara mandiri
5. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar), mengenai penyakit, prognosisdan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya pemahaman/ mengingat, kesalahan interpretasi informasi
Kriteria hasil :

- Menunjukkan pemahaman tentang kondisi/ prognosis, perawatan.
- Mengembangkan rencana untuk perawatan diri, termasuk modifikasi gaya hidup yangkonsisten dengan mobilitas dan atau pembatasan aktivitas
INTERVENSI RASIONAL
-Tinjau proses penyakit, prognosis, dan harapan masa depan
- Diskusikan kebiasaan pasien dalam penatalaksanaan proses sakit melalui obat-obatan, dan program diet seimbang, l;atihan dan istirahat
-Bantu dalam merencanakan  jadwal aktivitas terintegrasi yang realisti, istirahat, perawatan pribadi,pemberian obat-obatan, terapi fisik, dan manajemen stres
-Tekankan pentingnya melanjutkan manajemen farmakoterapeutik
- Diskusikan pentingnya obat obatan lanjutan/ pemeriksaan laboratorium, mis: LED,Kadar salisilat, PT
-Memberikan pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan berdasarkan informasi
- Tujuan kontrol penyakitadalah untuk menekan inflamasi sendiri/ jaringan lain untuk mempertahankan fungsisendi dan mencegah deformitas
- Memberikan struktur dan mengurangi ansietas pada waktu menangani proses penyakitkronis kompleks


-Keuntungan dari terapi obat-obatan tergantung ketepatan


- Terapi obat obatan membutuhkan pengkajian/ perbaikan yangterus menerus untuk menjamin efek optimal dan mencegah takar lajak, efek samping yang berbahaya




BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Artritis Rematoid adalah suatu penyakit autoimun dimana persendian (biasanya sendi tangan dan kaki) secara simetris mengalami peradangan, sehingga terjadi pembengkakan, nyeri dan seringkali akhirnya menyebabkan kerusakan bagian dalam sendi. Tanda dan gejala pada umumnya berupa nyeri pada persendian, bangkak (rheumatoid nodule), dan kekakuan pada sendi terutama setelah bangun pada pagi hari.
B. Saran
Mengingat arthritis rheumatoid merupakan penyakit yang banyak  dijumpai pada lansia namun tidak menutup kemungkinan untuk menyerang usia muda  maka penanganan penyakit ini diupayakan secara maksimal dengan peningkatan mutu pelayanan kesehatan baik melalui tenaga kesehatan,  prasarana dan sarana kesehatan.




DAFTAR PUSTAKA
Corwin, E. J. 2009.Buku saku patofisiologi. Jakarta: EGC
Doenges, M. E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzzanne C.2001.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah..Jakarta:EGC






MAKALAH PENYAKIT JANTUNG PADA LANSIA


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penuaan adalah sebuah proses yang pasti dialami semua orang,hal ini berarti perubahan pada fisiologi dan anatomi jantung juga akan terjadi pada semua orang. Dengan bertambahnya usia,
 wajar saja bila kondisi dan fungsi tubuh pun makin menurun. Usia lanjut adalah usia yang sangat rentan terhadap berbagai penyakit.  Pada umumnya yang mendasari penyakit disaat lanjut usia adalah akibat dari sisa penyakit yang pernah diderita di usia muda, penyakit karena akibat kebiasaan dimasa lalu (seperti: merokok, minum alkohol dan sebagainya) dan juga penyakit tertentu yang mudah sekali menyerang saat usia lanjut.  Tak heran bila pada usia lanjut,semakin banyak keluhan yang dilontarkan karena tubuh tak lagi mau bekerja sama dengan baik seperti kala muda dulu. 
Penyakit jantung pada lansia mempunyai penyebab yang multifaktorial yang saling tumpang tindih.  Untuk itu kita harus terlebih dahulu memahami mengenai konsep faktor risiko dan penyakit degeneratif.  Faktor risiko adalah suatu kebiasaan,kelainan dan faktor lain yang bila ditemukan/dimiliki seseorang akan menyebabkan orang tersebut secara bermakna lebih berpeluang menderita penyakit degeneratif tertentu.  Penyakit degeneratif adalah suatu penyakit yang mempunyai penyebab dan selalu berhubungan dengan satu faktor risiko atau lebih,di mana faktor-faktor risiko tersebut bekerja sama menimbulkan penyakit degeneratif itu.  Penyakit degeneratif itu sendiri dapat menjadi faktor resiko untuk penyakit degeneratif lain. Misalnya: penyakit jantung dan hipertensi merupakan faktor resiko stroke.
Inilah yang menyebabkan pembahasan mengenai penyakit jantung pada lansia dapat berkembang sangat luas,yaitu karena adanya keterkaitan yang sangat erat antara penyakit yang satu dengan penyakit yang lain. 
Berdasarkan data yang didapat dari penelitian di USA pada tahun 2001,penyakit jantung yang sering ditemukan adalah Penyakit Jantung Koroner 13%,Infark Miokard Akut  8%, Kelainan Katup 4%,Gagal Jantung 2%,Penyakit Jantung Hipertensif dan Hipertensi 1%.

B. Rumusan Masalah
1. Apa defenisi penyakit jantung pada usia lanjut ?
2. Apa perubahan anatomis yang terjadi pada jantung di usia lanjut ?
3. Apa perubahan fisiologis yang terjadi pada jantung di usia lanjut ?
4. Apa perubahan patologi anatomis yang terjadi pada jantung di usia lanjut ?
5. Bagaimana tanda dan gejala penyakit jantung di usia lanjut ?
6. Berapa jenis penyakit jantung pada usia lanjut ?

C. Tujuan 
1. Untuk mengetahui defenisi penyakit jantung pada usia lanjut
2. Untuk mengetahui perubahan anatomis yang terjadi pada jantung di usia lanjut 
3. Untuk mengetahui perubahan fisiologis yang terjadi pada jantung di usia lanjut 
4. Untuk mengetahui perubahan patologi anatomis yang terjadi pada jantung di usia lanjut
5. Untuk mengetahui tanda dan gejala penyakit jantung di usia lanjut 
6. Untuk mengetahui jenis penyakit jantung pada usia lanjut 

D. Manfaat 
Sebagai sumber ilmu dalam menerapkan asuhan keperawatan penyakit jantung pada lansia.



BAB II 
PEMBAHASAN
A. Konsep Medis
1. Defenisi
Merupakan penyebab kematian terbesar pada usia 65 tahun ke atas di seluruh dunia. Pada lansia penyakit ini merupakan salah satu penyakit yang banyak ditemui, malah mungkin yang terbanyak diderita.
2. Perubahan Anatomis 
Penebalan dinding ventrikel kiri jantung kerap terjadi,meski tekanan darah relatif normal. Begitupun fibrosis dan kalsifikasi katup jantung terutama pada anulus mitral dan katup aorta. Selain itu terdapat pengurangan jumlah sel pada nodus sinoatrial (SA Node) yang menyebabkan hantaran listrik jantung mengalami gangguan. Hanya sekitar 10% sel yang tersisa ketika manusia berusia 75 tahun ketimbang jumlahnya pada usia 20 tahun lalu. Bisa dibayangkan,bagaimana terganggunya kerja jantung,apalagi jika disertai penyakit jantung lain,seperti penyakit jantung koroner. Sementara itu,pada pembuluh darah terjadi kekakuan arteri sentral dan perifer akibat proliferasi kolagen,hipertrofi otot polos,kalsifikasi,serta kehilangan jaringan elastik. Meski seringkali terdapat aterosklerosis pada manula,secara normal pembuluh darah akan mengalami penurunan debit aliran akibat peningkatan situs deposisi lipid pada endotel. Lebih jauh,terdapat pula perubahan arteri koroner difus yang  pada awalnya terjadi di arteri koroner kiri ketika muda,kemudian berlanjut pada arteri koroner kanan dan posterior di atas usia 60 tahun.
3. Perubahan Fisiologis
Perubahan fisiologis yang paling umum terjadi seiring bertambahnya usia adalah perubahan  pada fungsi sistol ventrikel. Sebagai pemompa utama aliran darah sistemik manusia,perubahan sistol ventrikel akan sangat mempengaruhi keadaan umum pasien. Parameter utama yang terlihat ialah detak jantung,preload dan afterload,performa otot jantung,serta regulasi neurohormonal kardiovaskular.
Oleh karenanya,orang-orang tua menjadi mudah deg-degan. Akibat terlalu sensitif terhadap respon tersebut,isi sekuncup menjadi bertambah menurut kurva Frank-Starling. Efeknya,volume akhir diastolik menjadi bertambah dan menyebabkan kerja jantung yang terlalu berat dan lemah jantung. Awalnya,efek ini diduga terjadi akibat efek blokade reseptor β-adrenergik,namun setelah diberi β-agonis ternyata tidak memberikan perbaikan efek.
Di lain sisi, terjadi perubahan kerja diastolik terutama pada pengisian awal diastol lantaran otot-otot jantung sudah mengalami penurunan kerja. Secara otomatis,akibat kurangnya kerja otot atrium untuk melakukan pengisian diastolik awal,akan terjadi pula fibrilasi atrium,sebagaimana sangat sering dikeluhkan para lansia. Masih berhubungan dengan diastol,akibat ketidakmampuan kontraksi atrium secara optimal,akan terjadi penurunan komplians ventrikel ketika menerima darah yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan diastolik ventrikel ketika istirahat dan exercise. Hasilnya, akan terjadi edema paru dan kongesti sistemik vena yang sering menjadi gejala klinis utama pasien lansia. Secara umum,yang sering terjadi dan memberikan efek nyata secara klinis ialah gangguan fungsi diastol.
Pemeriksaan EKG perlu dilakukan untuk melihat adanya penyakit jantung koroner,gangguan konduksi dan irama jantung,serta hipertrofi bagian-bagian jantung. Beberapa macam aritmia yang sering ditemui pada lansia berupa ventricular extrasystole (VES), supraventricular extrasystole (SVES),atrial flutter/fibrilation,bradycardia sinus,sinus block,A-V junctional. Gambaran EKG pada lansia yang tidak memiliki kelainan jantung biasanya hanya akan menunjukkan perubahan segmen ST dan T yang tidak khas. Untuk menegakkan diagnosis,perlu dilakukan ekokardiografi sebagaimana prosedur standar bagi para penderita penyakit jantung lainnya.
4. Perubahan Patologi Anatomis
Perubahan-perubahan patologi anatomis pada jantung degeneratif umumnya berupa degeneratif dan atrofi. Perubahan ini dapat mengenai semua lapisan jantung terutama endokard,miokard,dan pembuluh darah. Umumnya perubahan patologi anatomis merupakan perubahan mendasar yang menyebabkan perubahan makroskopis,meskipun tidak berhubungan langsung dengan fisiologis.
Seperti halnya di organ-organ lain,akan terjadi akumulasi pigmen lipofuksin di dalam sel-sel otot jantung sehingga otot berwarna coklat dan disebut brown atrophy. Begitu juga terjadi degenerasi amiloid alias amiloidosis,biasa disebut senile cardiac amiloidosis. Perubahan demikian yang cukup luas dan akan dapat mengganggu faal pompa jantung.
Terdapat pula kalsifikasi pada tempat-tempat tertentu,terutama mengenai lapisan dalam jantung dan aorta. Kalsifikasi ini secara umum mengakibatkan gangguan aliran darah sentral dan perifer. Ditambah lagi dengan adanya aterosklerosis pada dinding pembuluh darah besar dan degenerasi mukoid terutama mengenai daun katup jantung,menyebabkan seringnya terjadi kelainan aliran jantung dan pembuluh darah.
Akibat perubahan anatomis pada otot-otot dan katup-katup jantung menyebabkan pertambahan sel-sel jaringan ikat (fibrosis) menggantikan sel yang mengalami degenerasi, terutama mengenai lapisan endokard termasuk daun katup. Tidak heran,akibat berbagai perubahan-perubahan mikroskopis seperti tersebut di atas,keseluruhan kerja jantung menjadi rusak.
5. Tanda dan Gejala Penyakit Jantung pada Lanjut Usia
Nyeri pada daerah prekordial dan sesak napas seringkali dirasakan pada penderita penyakit jantung di usia lanjut. Rasa cepat lelah yang berlebihan seringkali ditemukan sebagai dampak dari sesak napas yang biasanya terjadi di tengah malam. Gejala lainnya adalah kebingungan,muntah-muntah dan nyeri pada perut karena pengaruh dari bendungan hepar atau keluhan insomnia.
Bising sistolik banyak dijumpai pada penderita lanjut usia,sekitar 60% dari jumlah penderita. Dalam penemuan lain juga dilaporkan bahwa bising sistolik tanpa keluhan ditemukan pada 26% penderita yang berusia 65 tahun keatas.
Pada jantung dapat dijumpai kekakuan pada arteria koroner,cincin katup mitral,katup aorta,miokardium dan perikardium. Kelainan-kelainan tersebut selalu merupakan keadaan yang abnormal.
6. Jenis Penyakit Jantung pada Lanjut Usia
a. Penyakit Jantung Koroner Dan Infark Miokard 
Akibat yang besar dari penyakit jantung koroner adalah kehilangan oksigen dan makanan ke jantung karena aliran darah ke jantung melalui arteri koroner berkurang. PJK adalah manifestasi umum dari keadaaan pembuluh darah yang mengalami pengerasan dan penebalan dinding,disebut juga aterosklerosis.  Tapi selain itu stenosis aorta,kardiomiopati hipertrofi dan kelainan arteri koronaria kongenital juga dapat menyebabkan PJK.
Faktor risiko PJK antaralain hipertensi sistolik,dislipidemia,intoleransi glukosa dan fibrinogen,obesitas dan kurang bergerak.
b. Gagal Jantung
Gagal jantung adalah merupakan suatu sindrom, bukan diagnosa penyakit.  Sindrom gagal jantung kongestif (Chronic Heart Failure/ CHF) juga mempunyai prevalensi yang cukup tinggi pada lansia dengan prognosis yang buruk.  Prevalensi CHF adalah tergantung umur atau age-dependent. Menurut penelitian,gagal jantung jarang pada usia di bawah 45 tahun,tapi menanjak tajam pada usia 75 – 84 tahun.
CHF terjadi ketika jantung tidak lagi kuat untuk memompa darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan. 
Penyebab yang sering adalah menurunnya kontraktilitas miokard akibat Penyakit Jantung Koroner, Kardiomiopati, beban kerja jantung yang meningkat seperti pada penyakit stenosis aorta atau hipertensi, Kelainan katup seperti regurfitasi mitral.
Selain itu ada pula faktor presipitasi lain yang dapat memicu terjadinya gagal jantung,yaitu kelebihan Na dalam makanan,kelebihan intake cairan,tidak patuh minum obat,aritmia, flutter,aritmia,obat-obatan,sepsis,hiper/hipotiroid,anemia,gagal ginjal,defisiensi vitamin B,emboli paru.
c. Kelainan Katup
Bising sistolik dapat ditemukan pada sekitar 60% lansia, dan ini jarang sekali diakibatkan oleh kelainan katup yang parah.  Pada katup aorta, stenosis akibat kalsifikasi lebih sering ditemukan daripada regurgitasi aorta.  Tapi pada katup mitral, regurgitasi sangat sering dijumpai dan lebih banyak terdapat pada wanita daripada pria.
Pada lansia sering terdapat bising sistolik yang tidak mempunyai arti klinis yang berarti. Tapi harus hati-hati membedakan fisiologis dengan yang patologis.  Bising patologis menandakan adanya kelainan katup yang berat, yang bila tidak ditangani dengan benar akan mengakibatkan hipertrofi ventrikel dan pada akhirnya berakhir dengan gagal jantung. 
Stenosis katup aorta etiologinya adalah akibat kalsifikasi/degeneratif.  Stenosis aorta akan berakibat pada pembesaran ventrikel kiri. Dapat terjadi tanpa disertai gejala selama beberapa tahun. Tapi pada akhirnya kondisi ini akan berakhir dengan kerusakan ventrikel permanen yang akhirnya mengakibatkan komplikasi-komplikasi seperti pulmonary vascular congestion (dengan sesak nafas), aritmia ventrikel dan heart block. 
Sedangkan kelainan pada katup mitral juga dapat mengakibatkan terjadinya Atrial fibrillation dan gagal jantung. 
d. Hipertensi Dan Penyakit Jantung Hipertensif 
Semakin tua,tekanan darah akan bertambah tinggi.  Prevalensi hipertensi pada orang-orang lanjut usia adalah sebesar 30-65%.
Hipertensi pada lansia sangat penting untuk diketahui karena patogenesis, perjalanan penyakit dan penatalaksanaannya tidak seluruhnya sama dengan hipertensi pada usia dewasa muda.  Pada pasien lansia, aspek diagnostik yang dilakukan harus lebih mengarah kepada hipertensi dan komplikasinya serta terhadap pengenalan berbagai penyakit komorbid pada orang itu karena penyakit komorbid sangat erat kaitannya dengan penatalaksanaan keseluruhan.
Seperti penyakit degeneratif pada lanjut usia lainnya,hipertensi sering tidak memberikan gejala apapun atau gejala yang timbul tersamar (insidious) atau tersembunyi (occult).
Peningkatan tekanan darah sering merupakan satu-satunya tanda klinis hipertensi yang esensial, sehingga diperlukan pengukuran tekanan darah secara akurat. 
7. Pencegahan Penyakit Jantung pada Lanjut Usia 
a. Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah berbagai upaya yang dilakukan untuk menghindari atau menunda munculnya penyakit atau gangguan kesehatan. Pencegahan primer penyakit jantung yang dapat dilakukan antara lain :
1) Stop merokok
2) Turunkan kolesterol
3) Obati tekanan darah tinggi
4) Latihan jasmani
5) Pelihara berat badan ideal
6) Konsumsi aspirin dosis rendah untuk pencegahan
7) Kelola dan kurangi stres.
b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah berbagai upaya yang dilakukan untuk deteksi dini adanya penyakit atau gangguan kesehatan agar dapat dilakukan tatalaksana sedini mungkin pula. Pencegahan sekunder yang dapat dilakukan :
1) Pemeriksaan kolesterol tiap 3-5 tahun.
2) Pemeriksaan elektrokardiogram (EKG)
3) Pemeriksaan tekanan darah setiap 3 tahun sebelum usia 40 tahun dan setiap tahun setelah berusia 40 tahun. 
c. Pencegahan Tersier
Pengelolaan penyakit atau gangguan kesehatan secara seksama harus dilakukan. Diperlukan kerjasama yang baik antara tenaga kesehatan dan pasien serta keluarganya agar penyakit atau gangguan kesehatan yang diderita pasien dapat terkelola dan terkendali dengan baik. Untuk itu amat dibutuhkan kepatuhan pasien dalam mengontrol penyakit-penyakit yang diderita agar tidak timbul komplikasi atau penyulit. 
Pada umumnya berbagai penyakit kronik degeneratif memerlukan kedisiplinan dan ketekunan dalam diet atau latihan jasmani, demikian pula di dalam pengobatan yang umumnya membutuhkan waktu bertahun-tahun bahkan bisa seumur hidup.


B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian 
a. Riwayat keperawatan dan kesehatan 
1) Riwayat kesehatan 
Riwayat kesehatan digunakan untuk mengumpulkan data tentang kebiasaan-kebiasaan pasien yang mencerminkan refleksi perubahan  dan sirkulasi oksigen. Perawat harus dapat mengidentifikasi nyeri pada pasien. Perawat juga harus menentukan integrasi neurovascular dan mengetahui dengan pasti jika klien mengalami panas,mati rasa atau perasaan geli. Perawat perlu mengkaji status pernapasan klien. Perawat perlu juga mengetahui tentang diet pasien karena erat kaitannya dengan status kardiovascular pasien.
2) Riwayat perkembangan 
Struktur sistem cardiovascular berubah sesuai usia individu. Perawat harus memahami efek perkembangan fisik pada denyut jantung,produksi zat tertentu dalam darah dan tekanan darah, untuk menginterpretasikan parameter tersebut dikaitkan dengan usia pasien.
3) Riwayat sosial
Perawat dapat mengumpulkan tentang cara hidup pasien,latar belakang pendidikan,sumber-sumber ekonomi,agama dan etnik pada pasien kardiovascular.
4) Riwayat psikologis
Perawat mengidentifikasi stress maupun sumber-sumber coping.
b. Pengkajian fisik
Pengkajian fisik sistem kardiovaskuler meliputi pemeriksaan jantung dan pembuluh darah melalui keterampilan inspeksi,palpasi,perkusi dan auskultasi.

2. Diagnosa dan Intervensi
Diagnosis keperawatan : Intoleransi Aktivitas
Berhubungan dengan : Tirah baring atau immobilisasi.
  Kelemahan umum.
 Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
Ditandai dengan : Mengungkapkan dengan verbal tentang keletihan atau kelemahan.
     Frekuensi nadi dan tekanan darah abnormal sebagai respon terhadap
aktivitas.
          Rasa tidak nyaman saat beraktivitas atau dispneu
          Perubahan EKG mencerminkan iskemia dan aritmia
Kriterria hasil : Berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan atau diperlukan.
   Melaporkan peningkatan dalam toleransi aktivitas yang dapat diukur.
   Menunjukan penurunan dalam tanda toleransi fisiologi.
   Menggunakan dukungan sosial untuk mempertahankan pola hidup yang
  diinginkan.
  Mengintegrasikan latihan yang diharuskan ke dalam ADL.
Tindakan keperawatan : 
Tindakan/Intervensi Rasional 
Mandiri Mandiri 
1 Bantu klien mengidentifikasi faktor yang meningkatkan atau menurunkan toleransi aktifitas. Pengkajian akurat terhadap faktor yang meningkatkan atau menurunkan toleransi aktivitas memberikan dasar untuk membuat rencana perawatan. 

2 Kembangkan aktivitas klien dalam program latihan. Program latihan fisik mempunyai efek menguntungkan pada kerja jantung.
3 Ajarkan klien menggunakan daftar latihan untuk mencatat aktivitas latihan dan responnya (seperti nadi,bernapas dangkal,cemas). Membuat daftar harian dapat meningkatkan kemampuan.
4 Kaji respon fisiologi terhadap aktivitas, observasi frekuensi nadi >20 X/i di atas frekuensi istirahat. Peningkatan tekanan darah selama/sesudah aktivitas(sistol meningkat 40 mmHg atau diastolik meningkat 20 mmHg),dispneu/nyeri dada, keletihan,kelemahan berlebihan,pusing atau pingsan. Menyebutkan parameter membantu dalam mengkaji respon fisiologi terhadap stress aktivitas,dan bila ada merupakan indicator dari kelebihan kerja yang berkaitan dengan tingkat aktivitas.
5 Ajarkan tentang rasa takut/cemas berhubungan dengan intoleransi aktivitas. Rasa takut/cemas dapat meningkatkan intoleransi aktivitas.
6 Ajarkan strategi koping kognitif (seperti pembandingan,relaksasi,pengendalian bernapas). Respon emosional terhadap intoleransi aktivitas dapat ditangani dengan menggunakan strategi koping kognitif.
7 Ajarkan keluarga untuk membantu klien melakukan aktivitas. Dukungan sosial meningkatkan pelaksanaan aktivitas.
8 Kolaborasi dengan klien/keluarga untuk menetapkan rencana ADL yang konsisten dengan pola hidup. Mencapai dan mempertahankan pola hidup produktif sesuai kemampuan jantung dalam berespon terhadap peningkatan aktivitas dan stress.
9 Berikan dukungan melakukan aktivitas atau perawatan diri bertahap. Berikan bantuan sesuai kebutuhan. Kemajuan aktivitas bertahap mencegah peningkatan kerja jantung tiba-tiba. Membantu sebatas kebutuhan mendorong kemandirian dalam beraktifitas.
10 Beri semangat klien untuk mencari bantuan dalam mempertahankan aktivitas. Dukungan sosial meningkatkan penyembuhan dan mempertahankan pola hidup yang diharapkan. 

Diagnosis keperawatan : Kurang pengetahuan mengenai kondisi,rencana pengobatan.
Berhubungan dengan : Kurang pengetahuan/daya ingat
   Keterbatasan kognitif.
 Menyangkal diagnosis.
Ditandai dengan : Menyatakan masalah
         Meminta informasi
       Perilaku tidak tepat,misal bermusuhan,agitasi,apatis.
Kriteria hasil : Menyatakan pemahaman tentang proses penyakit dan regimen
pengobatan.
Mempertahankan tekanan darah.


Tindakan keperawatan :
Tindakan/Intervensi Rasional 
Mandiri Mandiri 
1. Kaji kesiapan dan hambatan dalam belajar, termasuk keluarga. Kesalahan konsep dan menyangkal diagnosis mempengaruhi minat untuk mempelajari penyakit,prognosis.
2. Bantu klien dalam mengidentifikasi faktor risiko kardiovaskular yang dapat diubah, misal obesitas,diet tinggi lemak jenuh dan kolesterol,merokok,minum alkohol serta pola hidup penuh stres. Faktor risiko menunjukan hubungan dalam menunjang penyakit kardiovaskular.
3. Atasi masalah bersama klien dengan mengidentifikasi cara gaya hidup yang tepat dapat dibuat untuk mengurangi factor risiko kardiovaskular. Faktor risiko meningkatkan proses penyakit. Dengan mengubah perilaku,dukungan,petunjuk dan empati dapat meningkatkan keberhasilan klien.
4. Bahas pentingnya menghentikan menghentikan merokok dan bantu klien dalam membuat rencana berhenti merokok. Nikotin meningkatkan pelepasan katekolamin; mengakibatkan peningkatan frekuensi jantung, tekanan darah dan vasokonstriksi; mengurangi oksigen jaringan; serta meningkatkan beban kerja miokardium.
5. Beri penguatan pentingnya kerja sama dalam regimen pengobatan Kerja sama meningkatkan keberhasilan terapi.
6. Jelaskan tentang obat (rasional,dosis dan efek samping). Informasi adekuat dan pemahaman tentang obat meningkatkan kerja sama pengobatan.
7. Hindari minuman yang mengandung kafein Kafein adalah stimulant jantung dan merugikan fungsi jantung.

Diagnosis : Nyeri berhubungan dengan kurangnya suplai oksigen pada jaringan 
Intervensi : 
1. Monitor dan kaji karakteristik dan lokasi nyeri.
2. Monitor tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi, respirasi, kesadaran).
3. Anjurkan pada pasien agar segera melaporkan bila terjadi nyeri dada.
4. Ciptakan suasana lingkungan yang tenang dan nyaman.
5. Ajarkan dan anjurkan pada pasien untuk melakukan tehnik relaksasi.
6. Kolaborasi dalam: Pemberian oksigen dan obat-obatan (beta blocker, anti angina, analgesik)
7. Ukur tanda vital sebelum dan sesudah dilakukan pengobatan 



BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Penyakit jantung pada lansia mempunyai penyebab yang multifaktorial yang saling tumpang tindih. 
Penyakit degeneratif adalah suatu penyakit yang mempunyai penyebab dan selalu berhubungan dengan satu faktor resiko atau lebih, di mana faktor-faktor resiko tersebut bekerja sama menimbulkan penyakit degeneratif itu. 
PJK merupakan penyakit yang paling sering ditemukan pada lansia.   Penyakit jantung koroner (PJK) bertanggung jawab untuk morbiditas dan mortalitas yang signifikan pada pasien usia lanjut (yaitu, 65 tahun dan lebih tua).
Gagal jantung adalah sindrom klinis (sekumpulan tanda dan gejala),ditandai oleh sesak napas dan fatik (saat istirahat atau saat aktifitas) yang disebabkan oleh kelainan struktur atau fungsi jantung.
 Merokok tembakau memiliki efek merusak pada sistem kardiovaskular, mewujudkan  peningkatan kejadian infark miokard (MI),stroke dan kematian.

B. SARAN
Mengingat betapa pentingnya kesehatan bagi lansia,maka disarankan agar para tenaga kesehatan memberikan asuhan keperawatan yang tepat dan sesuaikepada lansia agar angka harapan hidup lansiameningkat.




DAFTAR PUSTAKA
http://www.majalah-farmacia.com/rubrik/one_news.asp?IDNews=150
http://majalahkasih.pantiwilasa.com/index.php?option=com_content&task=view&id=62&Itemid=74
http://www.smallcrab.com/jantung/455-penyakit-jantung-yang-sering-terdapat-pada-lansia 
Kushariyadi,2010.Asuhan Keperawatan Klien Lanjut Usia.Jakarta : Salemba Medika
Pusat pendidikan tenaga kesehatan departemen kesehatan,1993.Proses Keperawatan Pada
Pasien Dengan Gangguan sIstem Kardiovaskuler.Jakarta: EGC