Selasa, 22 Mei 2012

MAKALAH ASKEP ATRESIA ANI


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Atresia ani atau anus imperforata disebut sebagai malformasi anorektal, adalah suatu kelainan kongenital tanpa anus atau dengan anus tidak sempurna, termasuk Agenesis ani, Agenesis rekti dan Atresia rekti. Insiden 1 : 5000 kelahiran yang dapat muncul sebagai penyakit tersering yang merupakan syndrom VACTRERL ( Vertebra, Anal, Cardial, Esofageal, Renal, Limb).
Dalam asuhan neonatus tidak sedikit dijumpai adanya kelainan cacat kongenital pada anus dimana anus tidak mempunyai lubang untuk mengeluarkan feces karena terjadi gangguan pemisahan kloaka yang terjadi saat kehamilan. Walaupun kelainan lubang anus akan mudah terbukti saat lahir, tetapi kelainan bisa terlewatkan bila tidak ada pemeriksaan yang cermat atau pemeriksaan perineum.
Kelainan kongenital pada anus ini biasanya disebabkan karena putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu /3 bulan, dan adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah usus, rektum bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat sampai keenam usia kehamilan.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Diharapkan mahasiswi Akademi Kebidanan mampu melaksanakan asuhan kebidanan pada neonatus sakit dengan atresia ani secara menyeluruh dan terdapat keterpaduan dengan pendekatan manajement kebidanan menurut Varney.
1.2.2 Tujuan Khusus
Diharapkan mahasiswi Akademi Kebidanan mampu :
1. Melakukan penkajian pada neonatus dengan atresia ani
2. Mampu merumuskan diagnosa pada neonatus dengan atresia ani
3. Mengantisipasi masalah potensial pada neonatus atresia ani
4. Mengidentifikasi kebutuhan segera pada neonatus dengan atresia ani
5. Mengembangkan rencana sesuai rencana
6. Melakukan tindakan sesuai rencana
7. Mengevaluasi tindakan yang telah dilakukan
1.3 Manfaat
1.3.1 Manfaat Teoritis
Dalam asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan atresia ani ini diharapkan dapat memperoleh informasi dalam mengembangkan teori dalam penanganan bayi baru lahir dengan atresia ani yang lebih maksimal.
1.3.2 Manfaat Praktis
1. Bagi Ibu Bersalin
Merupakan tambahan pengetahuan ibu tentang bayi baru lahir dengan atresia ani sehingga ibu dapat menerapkannya dalam perawatan bayi sehari-hari.
2. Bagi Institusi
Untuk memperbanyak dan memperluas ilmu pengetahuan khususnya pada mata kuliah asuhan pada bayi baru lahir dengan atresia ani.
3. Bagi Tenaga Kesehatan ( Bidan )
Memberikan masukan pada bidan untuk dapat memberikan informasi sesuai hasil asuhan pada bayi baru lahir dengan atresia ani kepada bayi baru lahir yang diasuhnya.











BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Defenisi
Atresia Ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus imperforate meliputi anus, rectum atau keduanya (Betz. Ed 3 tahun 2002)
Atresia ini atau anus imperforate adalah tidak terjadinya perforasi membran yang memisahkan bagian entoderm mengakibatkan pembentukan lubang anus yang tidak sempurna. Anus tampak rata atau sedikit cekung ke dalam atau kadang berbentuk anus namun tidak berhubungan langsung dengan rectum. (sumber Purwanto. 2001 RSCM)
Atresia Ani merupakan kelainan bawaan (kongenital), tidak adanya lubang atau saluran anus (Donna L. Wong, 520 : 2003).
Atresia berasal dari bahasa Yunani, a artinya tidak ada, trepis artinya nutrisi atau makanan. Dalam istilah kedokteran atresia itu sendiri adalah keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang badan normal atau organ tubular secara kongenital disebut juga clausura. Dengan kata lain tidak adanya lubang di tempat yang seharusnya berlubang atau buntunya saluran atau rongga tubuh, hal ini bisa terjadi karena bawaan sejak lahir atau terjadi kemudian karena proses penyakit yang mengenai saluran itu. Atresia dapat terjadi pada seluruh saluran tubuh, misalnya atresia ani. Atresia ani yaitu tidak berlubangnya dubur. Atresia ani memiliki nama lain yaitu anus imperforata. Jika atresia terjadi maka hampir selalu memerlukan tindakan operasi untuk membuat saluran seperti keadaan normalnya
Menurut Ladd dan Gross (1966) anus imperforata dalam 4 golongan, yaitu:
1. Stenosis rektum yang lebih rendah atau pada anus
2. Membran anus yang menetap
3. Anus imperforata dan ujung rektum yang buntu terletak pada bermacam-
macam jarak dari peritoneum
4. Lubang anus yang terpisah dengan ujung
2.2. Etiologi
Atresia dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
1. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi lahir tanpa lubang dubur
2. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu/3 bulan
3. Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah usus, rektum bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat sampai keenam usia kehamilan.
2.3. Patofisiologi
Atresia ani atau anus imperforate dapat disebabkan karena :
1) Kelainan ini terjadi karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit karena gangguan pertumbuhan, fusi atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik
2) Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, sehingga bayi lahir tanpa lubang dubur
3) Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia ani, karena ada kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau tiga bulan
4) Berkaitan dengan sindrom down
5) Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan
Terdapat tiga macam letak
Ø Tinggi (supralevator) → rektum berakhir di atas M.Levator ani (m.puborektalis) dengan jarak antara ujung buntu rectum dengan kulit perineum >1 cm. Letak upralevator biasanya disertai dengan fistel ke saluran kencing atau saluran genital
Ø Intermediate → rectum terletak pada m.levator ani tapi tidak menembusnya
Ø Rendah → rectum berakhir di bawah m.levator ani sehingga jarak antara kulit dan ujung rectum paling jauh 1 cm.
Pada wanita 90% dengan fistula ke vagina/perineum
Pada laki-laki umumnya letak tinggi, bila ada fistula ke traktus urinarius
2.4. Manifestasi Klinis
1) Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran.
2) Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rectal pada bayi.
3) Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang salah letaknya.
4) Distensi bertahap dan adanya tanda-tanda obstruksi usus (bila tidak ada fistula).
5) Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam.
6) Pada pemeriksaan rectal touché terdapat adanya membran anal.
7) Perut kembung.
(Betz. Ed 7. 2002)
2.5. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita atresia ani antara lain :
a. Asidosis hiperkioremia.
b. Infeksi saluran kemih yang bisa berkepanjangan.
c. Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah).
d. Komplikasi jangka panjang.
- Eversi mukosa anal
- Stenosis (akibat kontriksi jaringan perut dianastomosis)
e. Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training.
f. Inkontinensia (akibat stenosis awal atau impaksi)
g. Prolaps mukosa anorektal.
h. Fistula kambuan (karena ketegangan diare pembedahan dan infeksi)
(Ngustiyah, 1997 : 248)
2.6. Klasifikasi
Klasifikasi atresia ani :
1. Anal stenosis adalah terjadinya penyempitan daerah anus sehingga feses tidak dapat keluar.
2. Membranosus atresia adalah terdapat membran pada anus.
3. Anal agenesis adalah memiliki anus tetapi ada daging diantara rectum dengan anus.
4. Rectal atresia adalah tidak memiliki rectum
(Wong, Whaley. 1985).
2.7. Penatalaksanaan Medis
a. Pembedahan
Terapi pembedahan pada bayi baru lahir bervariasi sesuai dengan keparahan kelainan. Semakin tinggi gangguan, semakin rumit prosedur pengobatannya. Untuk kelainan dilakukan kolostomi beberapa lahir, kemudian anoplasti perineal yaitu dibuat anus permanen (prosedur penarikan perineum abnormal) dilakukan pada bayi berusia 12 bulan. Pembedahan ini dilakukan pada usia 12 bulan dimaksudkan untuk memberi waktu pada pelvis untuk membesar dan pada otot-otot untuk berkembang. Tindakan ini juga memungkinkan bayi untuk menambah berat badan dan bertambah baik status nutrisnya. Gangguan ringan diatas dengan menarik kantong rectal melalui afingter sampai lubang pada kulit anal fistula, bila ada harus tutup kelainan membranosa hanya memerlukan tindakan pembedahan yang minimal membran tersebut dilubangi degan hemostratau skapel
b. Pengobatan
1) Aksisi membran anal (membuat anus buatan)
2) Fiktusi yaitu dengan melakukan kolostomi sementara dan setelah 3 bulan dilakukan korksi sekaligus (pembuat anus permanen)
(Staf Pengajar FKUI. 205)
2.8. Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan rectal digital dan visual adalah pemeriksaan diagnostik yang umum dilakukan pada gangguan ini.
b) Jika ada fistula, urin dapat diperiksa untuk memeriksa adanya sel-sel epitel mekonium.
c) Pemeriksaan sinyal X lateral infeksi (teknik wangensteen-rice) dapat menunjukkan adanya kumpulan udara dalam ujung rectum yang buntu pada mekonium yang mencegah udara sampai keujung kantong rectal.
d) Ultrasound dapat digunakan untuk menentukan letak rectal kantong.
e) Aspirasi jarum untuk mendeteksi kantong rectal dengan menusukan jarum tersebut sampai melakukan aspirasi, jika mekonium tidak keluar pada saat jarum sudah masuk 1,5 cm Derek tersebut dianggap defek tingkat tinggi.
f) Pemeriksaan radiologis dapat ditemukan
a. Udara dalam usus berhenti tiba-tiba yang menandakan obstruksi di daerah tersebut.
b. Tidak ada bayangan udara dalam rongga pelvis pada bagian baru lahir dan gambaran ini harus dipikirkan kemungkinan atresia reftil/anus impoefartus, pada bayi dengan anus impoefartus. Udara berhenti tiba-tiba di daerah sigmoid, kolon/rectum.
c. Dibuat foto anterpisterior (AP) dan lateral. Bayi diangkat dengan kepala dibawah dan kaki diatas pada anus benda bang radio-opak, sehingga pada foto daerah antara benda radio-opak dengan dengan bayangan udara tertinggi dapat diukur.

2.9 Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Atresia Ani
1. Pengkajian
1) Biodata klien
2) Riwayat keperawatan
a. Riwayat keperawatan/kesehatan sekarang
b. Riwayat kesehatan masa lalu
3) Riwayat psikologis
Koping keluarga dalam menghadapi masalah
4) Riwayat tumbuh kembang
a. BB lahir abnormal
b. Kemampuan motorik halus, motorik kasar, kognitif dan tumbuh kembang pernah mengalami trauma saat sakit
c. Sakit kehamilan mengalami infeksi intrapartal
d. Sakit kehamilan tidak keluar mekonium
5) Riwayat sosial
Hubungan sosial
6) Pemeriksaan fisik
2. Diagnosa Keperawatan
Dx Pre Operasi
1) Konstipasi berhubungan dengan aganglion.
2) Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan menurunnya intake, muntah.
3) Cemas orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit dan prosedur perawatan.
Dx Post Operasi
1) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan terdapat stoma sekunder dari kolostomi.
2) Kurang pengetahuan berhubungan dengan perawatan di rumah.
3. Rencana Keperawatan
a. Diagnosa Pre Operasi
Dx. 1 Konstipasi berhubungan dengan aganglion
Tujuan : Klien mampu mempertahankan pola eliminasi BAB dengan teratur.
Kriteria Hasil :
ü Penurunan distensi abdomen.
ü Meningkatnya kenyamanan.
Intervensi :
1. Lakukan enema atau irigasi rectal sesuai order
R/ Evaluasi bowel meningkatkan kenyaman pada anak.
2. Kaji bising usus dan abdomen setiap 4 jam
R/ Meyakinkan berfungsinya usus
3. Ukur lingkar abdomen
R/ Pengukuran lingkar abdomen membantu mendeteksi terjadinya distensi
Dx. 2 Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan menurunnya intake, muntah
Tujuan : Klien dapat mempertahankan keseimbangan cairan
Kriteria Hasil :
ü Output urin 1-2 ml/kg/jam
ü Capillary refill 3-5 detik
ü Turgor kulit baik
ü Membrane mukosa lembab
Intervensi :
1. Monitor intake – output cairan
R/ Dapat mengidentifikasi status cairan klien
2. Lakukan pemasangan infus dan berikan cairan IV
R/ Mencegah dehidrasi
3. Pantau TTV
R/ Mengetahui kehilangan cairan melalui suhu tubuh yang tinggi
Dx 3 Cemas orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit dan prosedur perawatan.
Tujuan : Kecemasan orang tua dapat berkurang
Kriteria Hasil :
ü Klien tidak lemas
Intervensi :
1. Jelaskan dengan istilah yang dimengerti oleh orang tua tentang anatomi dan fisiologi saluran pencernaan normal. Gunakan alay, media dan gambar
R/ Agar orang tua mengerti kondisi klien
2. Beri jadwal studi diagnosa pada orang tua
R/ Pengetahuan tersebut diharapkan dapat membantu menurunkan kecemasan
3. Beri informasi pada orang tua tentang operasi kolostomi
R/ Membantu mengurangi kecemasan klien
b. Diagnosa Post Operasi
Dx 1 Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan terdapat stoma sekunder dari kolostomi.
Tujuan : Klien tidak ditemukan tanda-tanda kerusakan kulit lebih lanjut.
Intervensi :
1. Gunakan kantong kolostomi yang baik
2. Kosongkan kantong ortomi setelah terisi ¼ atau 1/3 kantong
3. Lakukan perawatan luka sesuai order dokter
Dx 2 Kurang pengetahuan berhubungan dengan perawatan di rumah.
Tujuan : Orang tua dapat meningkatkan pengetahuannya tentang perawatan di rumah.
Intervensi :
1. Ajarkan pada orang tua tentang pentingnya pemberian makan tinggi kalori tinggi protein.
2. Ajarkan orang tua tentang perawatan kolostomi.

4. Evaluasi
Pre Operasi Post operasi
1. Tidak terjadi konstipasi
2. Defisit volume cairan tidak terjadi
3. Lemas berkurang 1. Kerusakan integritas kulit tidak terjadi
2. Klien memiliki pengetahuan perawatan di rumah
















DAFTAR PUSTAKA
Betz, Cealy L. & Linda A. Sowden. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisike-3. Jakarta : EGC.
Carpenito, Lynda Juall. 1997. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi ke-6. Jakarta : EGC.
Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Sri Kurnianianingsih (ed), Monica Ester (Alih Bahasa). edisi ke-4. Jakarta : EGC.

3 komentar: