Kamis, 24 Mei 2012

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK DEKUBITUS


ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK DEKUBITUS


A. Konsep Dasar Penyakit
1. Pengertian
a)      Dekubitus merupakan nekrosis jaringan local yang cenderung terjadi ketika jaringan lunak tertekan di antara tonjolan tulang dengan permukaan eksternal dalam jangka waktu lama (National Pressure Ulcer Advisory Panel [NPUAP], 1989a, 1989b).
b)      Sebuah definisi baru telah diajukan di Konferensi Nasional NPUAP ke-4 (1995a). Margolis (1995) menyebutkan “definisi terbaik dekubitus adalah kerusakan struktur anatomis dan fungsi kulit normal akibat dari tekanan eksternal yang berhubungan dengan penonjolan tulang dan tidak sembuh dengan urutan dan waktu biasa. Selanjutnya, gangguan ini terjadi pada individu yang berada di atas kursi atau di atas tempat tidur , sering kali pada inkontinensia dan malnutrisi ataupun individu yang mengalami kesulitan makan sendiri, serta mengalami gangguan tingkat kesadaran.”
c)      Dekubitus sering disebut ulkus dermal / ulkus dekubitus atau luka tekan terjadi akibat tekanan yang sama pada suatu bagian tubuh yang mengganggu sirkulasi (Harnawatiaj, 2008).
d)     Dekubitus adalah Kerusakan lokal dari kulit dan jaringan dibawah kulit yang disebabkan penekanan yang terlalu lama pada area tersebut (Ratna Kalijana, 2008)
2. Epidemiologi
     Prevalensi adalah jumlah kasus yang ada dalam sebuah populasi pada saat waktu tertentu (AHCPR, 1994). Angka prevalensi bervariasi pada berbagai keadaan klien . Angka prevalensi yang dilaporkan dari rumah sakit berada di rentang antara 3% - 11% (Allman, 1989), 11% (Meehan, 1994), 14% (Langemo dkk, 1989) dan 20% Leshem dan Skelskey, 1994). (Angka prevalensi pada tempat perawatan pemulihan dan perawatan jangka panjang berada pada rentang dari 3,5% Leshem dan Skelskey, 1994), 5% (Survey McKnight, 1992), sampai 23% (Langemo dkk, 1989; Young 1989). Prevalensi dekubitus pada individu yang dirawat di rumah tanpa supervisi atau dengan bantuan tenaga professional tidak begitu jelas (AHCPR, 1994).
3. Etiologi
     Braden dan Bergstrom (2000) mengembangkan sebuah skema untuk menggambarkan faktor - faktor resiko untuk terjadinya luka tekan. Ada dua hal utama yang berhubungan dengan resiko terjadinya luka tekan, yaitu faktor tekanan dan toleransi jaringan. Faktor yang mempengaruhi durasi dan intensitas tekanan diatas tulang yang menonjol adalah imobilitas, inakitifitas, dan penurunan sensori persepsi. Sedangkan faktor yang mempengaruhi toleransi jaringan dibedakan menjadi dua yaitu faktor ekstrinsik dan faktor intrinsik.
a) Faktor intrinsik: penuaan (regenerasi sel lemah), Sejumlah penyakit yang menimbulkan seperti DM, Status gizi, underweight atau kebalikannya overweight, Anemia, Hipoalbuminemia, Penyakit-penyakit neurologik dan penyakit-penyakit yang merusak pembuluh darah, Keadaan hidrasi/cairan tubuh. b) Faktor Ekstrinsik: Kebersihan tempat tidur, alat-alat tenun yang kusut dan kotor, atau peralatan medik yang menyebabkan penderita terfiksasi pada suatu sikap tertentu, Duduk yang buruk, Posisi yang tidak tepat, Perubahan posisi yang kurang. Di bawah ini adalah penjelasan dari masing masing faktor diatas :
1)   Mobilitas dan aktivitas
Mobilitas adalah kemampuan untuk mengubah dan mengontrol posisi tubuh, sedangkan aktivitas adalah kemampuan untuk berpindah. Pasien yang berbaring terus menerus ditempat tidur tanpa mampu untuk merubah posisi beresiko tinggi untuk terkena luka tekan. Imobilitas adalah faktor yang paling signifikan dalam kejadian luka tekan. Penelitian yang dilakukan Suriadi (2003) di salah satu rumah sakit di Pontianak juga menunjukan bahwa mobilitas merupakan faktor yang signifikan untuk perkembangan luka tekan.
2)   Penurunan sensori persepsi
Pasien dengan penurunan sensori persepsi akan mengalami penurunan untuk merasakan sensari nyeri akibat tekanan diatas tulang yang menonjol. Bila ini terjadi dalam durasi yang lama, pasien akan mudah terkena luka tekan.

3)      Kelembaban
Kelembapan yang disebabkan karena inkontinensia dapat mengakibatkan terjadinya maserasi pada jaringan kulit. Jaringan yang mengalami maserasi akan mudah mengalami erosi. Selain itu kelembapan juga mengakibatkan kulit mudah terkena pergesekan (friction) dan perobekan jaringan (shear). Inkontinensia alvi lebih signifikan dalam perkembangan luka tekan daripada inkontinensia urin karena adanya bakteri dan enzim pada feses dapat merusak permukaan kulit.
4)      Tenaga yang merobek ( shear )
Merupakan kekuatan mekanis yang meregangkan dan merobek jaringan, pembuluh darah serta struktur jaringan yang lebih dalam yang berdekatan dengan tulang yang menonjol. Contoh yang paling sering dari tenaga yang merobek ini adalah ketika pasien diposisikan dalam posisi semi fowler yang melebihi 30 derajad[18]. Pada posisi ini pasien bisa merosot kebawah, sehingga mengakibatkan tulangnya bergerak kebawah namun kulitnya masih tertinggal. Ini dapat mengakibatkan oklusi dari pembuluh darah, serta kerusakan pada jaringan bagian dalam seperti otot, namun hanya menimbulkan sedikit kerusakan pada permukaan kulit.

5)      Pergesekan ( friction)
Pergesekan terjadi ketika dua permukaan bergerak dengan arah yang berlawanan. Pergesekan dapat mengakibatkan abrasi dan merusak permukaan epidermis kulit. Pergesekan bisa terjadi pada saat penggantian sprei pasien yang tidak berhati-hati
6)      Nutrisi
Hipoalbuminemia, kehilangan berat badan, dan malnutrisi umumnya diidentifikasi sebagai faktor predisposisi untuk terjadinya luka tekan[8]. Menurut penelitian Guenter (2000) stadium tiga dan empat dari luka tekan pada orangtua berhubungan dengan penurunan berat badan, rendahnya kadar albumin, dan intake makanan yang tidak mencukupi.


7)      Usia
Pasien yang sudah tua memiliki resiko yang tinggi untuk terkena luka tekan karena kulit dan jaringan akan berubah seiring dengan penuaan. Penuaan mengakibatkan kehilangan otot, penurunan kadar serum albumin, penurunan respon inflamatori, penurunan elastisitas kulit, serta penurunan kohesi antara epidermis dan dermis. Perubahan ini berkombinasi dengan faktor penuaan lain akan membuat kulit menjadi berkurang toleransinya terhadap tekanan, pergesekan, dan tenaga yang merobek.
8)      Tekanan arteriolar yang rendah
Tekanan arteriolar yang rendah akan mengurangi toleransi kulit terhadap tekanan sehingga dengan aplikasi tekanan yang rendah sudah mampu mengakibatkan jaringan menjadi iskemia. Studi yang dilakukan oleh Nancy Bergstrom ( 1992) menemukan bahwa tekanan sistolik dan tekanan diastolik yang rendah berkontribusi pada perkembangan luka tekan.
9)      Stress emosional
Depresi dan stress emosional kronik misalnya pada pasien psikiatrik juga merupakan faktor resiko untuk perkembangan dari luka tekan.
10)     Merokok
Nikotin yang terdapat pada rokok dapat menurunkan aliran darah dan memiliki efek toksik terhadap endotelium pembuluh darah. Menurut hasil penelitian Suriadi (2002) ada hubungaan yang signifikan antara merokok dengan perkembangan terhadap luka tekan.
11)     Temperatur kulit
Menurut hasil penelitian Sugama (1992) peningkatan temperatur merupakan faktor yang signifikan dengan resiko terjadinya luka tekan.Menurut hasil penelitian, faktor penting lainnya yang juga berpengaruh terhadap risiko terjadinya luka tekan adalah tekanan antar muka ( interface pressure). Tekanan antar muka adalah kekuatan per unit area antara tubuh dengan permukaan matras. Apabila tekanan antar muka lebih besar daripada tekanan kapiler rata rata, maka pembuluh darah kapiler akan mudah kolap, daerah tersebut menjadi lebih mudah untuk terjadinya iskemia dan nekrotik. Tekanan kapiler rata rata adalah sekitar 32 mmHg. Menurut penelitian Sugama (2000) dan Suriadi (2003) tekanan antarmuka yang tinggi merupakan faktor yang signifikan untuk perkembangan luka tekan. Tekanan antar muka diukur dengan menempatkan alat pengukur tekanan antar muka ( pressure pad evaluator) diantara area yang tertekan dengan matras.




4. Patofisiologi
Tiga elemen yang mendasar terjadi dekubitus yaitu :
a)      Intensitas tekanan dan tekanan yang menutup kapiler (Landis,1930)
b)      Durasi dan besarnya tekanan (Koziak,1959)
c)      Toleransi jaringan(Husain, 1953);Trumble, 1930)
Dekubitus terjadi sebagai hubungan antara waktu dengan tekanan(Stotts, 1988). Semakin besar tekanan, maka semakin besar pula insiden terbentuknya luka. Kulit dan jaringan subkutan dapat mentoleransi beberapa tekanan. Tapi pada tekanan eksternal terbesar daripada tekanan dasar kapiler akan menurunkan atau menghilangkan aliran darah ke dalam jaringan sekitarnya. Jaringan ini menjadi hipoksia sehingga terjadi cedera iskemia. Jika tekanan ini lebih besar dari 32mmHg dan tidak dihilangkan dari tempat yang mengalami hipoksia, maka pembuluh darah kolaps dan thrombosis (Maklebust,1987). Jika tekanan dihilangkan sebelum titik kritis maka sirkulasi pada jaringan tersebut akan pulih kembali melalui mekanisme fisiologis hyperemia reaktif.”karena kulit mempunyai kemampuan yang lebih besar untuk mentoleransi iskemia dari otot, maka dekubitus dimulai di tulang dengan iskemia otot yang berhubungan dengan tekanan yang akhirnya melebar ke epidermis”(Maklebust, 1995)
Pembentukan dekubitus juga berhubungan dengan adanya gaya gesek yang terjadi saat menaikan posisi klien di atas tempat tidur . Efek tekanan juga dapat ditingkatkan oleh distribusiberat badan yang tidak merata. Jika tekanan tekanan tidak terdistribusi secara merata pada tubuh maka gradien tekanan jaringan yang mendapatkan tekanan akan meningkat. Metabolisme sel kulit di titik tekanan mengalami gangguan. Respon kompensasi jaringan terhadap iskemi yaitu hyperemia reaktif memungkinkan jaringan iskemia dibanjiri dengan darah ketika tekanan dihilangkan. Peningkatan aliran darah meningkatkan pengiriman oksigen dan nutrient ke dalam jaringan. Gangguan metabolic yang disebabkan oleh tekanan dapat kembali normal. Hyperemia reaktif akan efektif  hanya apabila tekanan dihilangkan sebelum terjadi kerusakan. Beberapa penelitian merasa bahwa interval sebelum terjadi kerusakan berkisar antara 1 sampai 2 jam. Tetapi, hal ini interval waktu subjectif, dan tidak berdasarkan data pengkajian klien.
5. Manifestasi Klinik
Terjadi pada pasien-pasien paraplegia, quadriplegia, spina bifida, multipel
sklerosis dan imobilisasi lama di rumah sakit. Selain itu, factor lain perlu diketahui dari riwayat penderita meliputi onset, durasi, riwayat pengobatan sebelumnya, perawatan luka, riwayat operasi sebelumnya, status gizi dan perubahan berat badan, riwayat alergi, konsumsi alkohol, merokok serta keadaan sosial ekonomi penderita. Anamnesa sistem termasuk di dalamnya antara lain demam, keringat malam, spasme (kaku), kelumpuhan, bau, nyeri (Arwaniku, 2007). Menurut NPUAP ( National Pressure Ulcer Advisory Panel ), luka tekan dibagi menjadi empat stadium (gambar 2 ), yaitu :
a)      Stadium Satu
Adanya perubahan dari kulit yang dapat diobservasi. Apabila dibandingkan dengan kulit yang normal, maka akan tampak salah satu tanda sebagai berikut : perubahan temperatur kulit ( lebih dingin atau lebih hangat ), perubahan konsistensi jaringan ( lebih keras atau lunak ), perubahan sensasi (gatal atau nyeri). Pada orang yang berkulit putih, luka mungkin kelihatan sebagai kemerahan yang menetap. Sedangkan pada yang berkulit gelap, luka akan kelihatan sebagai warna merah yang menetap, biru atau ungu.
b)      Stadium Dua
Hilangnya sebagian lapisan kulit yaitu epidermis atau dermis, atau keduanya. Cirinya adalah lukanya superficial, abrasi, melempuh, atau membentuk lubang yang dangkal.
c)      Stadium Tiga
Hilangnya lapisan kulit secara lengkap, meliputi kerusakan atau nekrosis dari jaringn subkutan atau lebih dalam, tapi tidak sampai pada fascia. Luka terlihat seperti lubang yang dalam
d)  Stadium Empat
Hilangnya lapisan kulit secara lengkap dengan kerusakan yang luas, nekrosis jaringan, kerusakan pada otot, tulang atau tendon. Adanya lubang yang dalam serta saluran sinus juga termasuk dalam stadium IV dari luka tekan. Menurut stadium luka tekan diatas, luka tekan berkembang dari permukaan luar kulit ke lapisan dalam ( top-down).Namun menurut hasil penelitian saat ini, luka tekan juga dapat berkembang dari jaringan bagian dalam seperti fascia dan otot walapun tanpa adanya adanya kerusakan pada permukaan kulit. Ini dikenal dengan istilah injuri jaringan bagian dalam (Deep Tissue Injury). Hal ini disebabkan karena jaringan otot dan jaringan subkutan lebih sensitif terhadap iskemia daripada permukaan kulit. Kejadian DTI sering disebabkan karena immobilisasi dalam jangka waktu yang lama, misalnya karena periode operasi yang panjang. Penyebab lainnya adalah seringnya pasien mengalami tenaga yang merobek (shear). Jenis luka tekan ini lebih berbahaya karena berkembang dengan cepat daripada luka tekan yang dimulai dari permukaan kulit. Kebanyakan DTI juga lebih sulit disembuhkan walaupun sudah diberikan perawatan yang adekuat. NPUAP dan WOCN (2005) menyimpulkan bahwa DTI masuk ke dalam kategori luka tekan, namun stadium dari DTI masih diperdebatkan karena stadium yang selama ini ada merepresentasikan luka tekan yang dimulai dari permukaan menuju kedalam jaringan (top-down), sedangkan DTI dimulai dari dalam jaringan menuju ke kulit superficial ( bottom-up).Selama ini perawat sulit untuk mengidentifikasi adanya DTI karena kerusakan pada bagian dalam jaringan sulit untuk dilihat dari luar. Yang selama ini sering digunakan sebagai tanda terjadinya DTI pada pasien yaitu adanya tanda trauma yang dalam atau tanda memar pada jaringan. Pada orang yang berkulit putih, DTI sering nampak sebagai warna keunguan atau kebiruan pada kulit. Saat ini terdapat metode yang reliabel untuk mengenali adanya DTI, yaitu dengan menggunakan ultrasonografi. Bila hasil ultrasonografi menunjukan adanya daerah hypoechoic, maka ini berarti terdapat kerusakan yang parah pada jaringan bagian dalam, meskipun tidak ada kerusakan dipermukaan kulit atau hanya minimal.
6. Pemeriksaan Diagnostik
a) Kultur : pertumbuhan mikroorganisme tiruan atau sel – sel jaringan.
b)Albumin serum : protein utama dalam plasma dan cairan serosa lain.
7. Penatalaksanaan Medis
a)      Perawatan luka decubitus
b)      Terapi fisik, dengan menggunakan pusaran air untuk menghilangkan jaringan yang    mati
c)       Terapi obat :
1)   Obat antibacterial topical untuk mengontrol pertumbuhan bakteri
2)   Antibiotik prupilaksis agar luka tidak terinfeksi
d)     Terapi diet
Agar terjadi proses penyembuhan luka yang cepat, maka nutrisi harus adekuat yang terdiri dari kalori, protein, vitamin, mineral dan air. Penatalaksanaan klien dekubitus memerlukan pendekatan holistic yang menggunakan keahlian pelaksana yang berasala dari beberapa disiplin ilmu kesehatan (AHCPR, 1994; Olshansky, 1994) Gambaran keseluruhan dekubitus akan menjadi dasar pembuatan pohon pengangambilan keputusan yang digunakan untuk menentukan rencana tindakan (AHCPR, 1994, Maklebust dan Siegreen, 1991).
A. Pencegahan
Pencegahan ulkus dekubitus adalah hal yang utama karena pengobatan ulkus dekubitus membutuhkan waktu dan biaya yang besar. Tindakan pencegahan dapat dibagi atas
1) Umum :
a) Pendidikan kesehatan tentang ulkus dekubitus bagi staf medis, penderita dan keluarganya.
b) Pemeliharaan keadaan umum dan higiene penderita.
2) Khusus :
a) Mengurangi/menghindari tekanan luaryang berlebihan pada daerah tubuh tertentu dengan cara : perubahan posisi tiap 2 jam di tempat tidur sepanjang 24 jam. melakukan push up secara teratur pada waktu duduk di kursi roda. pemakaian berbagai jenis tempat tidur, matras, bantal anti dekubitus seperti circolectric bed, tilt bed, air-matras; gel flotation pads, sheepskin dan lain-lain.
b) Pemeriksaan dan perawatan kulit dilakukan dua kali sehari (pagi dan sore), tetapi dapat lebih sering pada daerah yang potensial terjadi ulkus dekubitus. Pemeriksaan kulit dapat dilakukan sendiri, dengan bantuan penderita lain ataupun keluarganya. Perawatan kulit termasuk pembersihan dengan sabun lunak dan menjaga kulit tetap bersih dari keringat, urin dan feces. Bila perlu dapat diberikan bedak, losio yang mengandung alkohol dan emolien.
B. Pengobatan
Pengobatan ulkus dekubitus dengan pemberian bahan topikal, sistemik ataupun dengan tindakan bedah dilakukan sedini mungkin agar reaksi penyembuhan terjadi lebih cepat. Pada pengobatan ulkus dekubitus ada beberapa hal yang perlu diperhatkan antara lain
1) Mengurangi tekanan lebih lanjut pada daerah ulkus. Secara umum sama dengan tindakan pencegahan yang sudah dibicarakan di tas. Pengurangan tekanan sangat penting karena ulkus tidak akan sembuh selama masih ada tekanan yang berlebihan dan terus menerus.
2) Mempertahankan keadaan bersih pada ulkus dan sekitarnya. Keadaan tersebut akan menyebabkan proses penyembuhan luka lebih cepat dan baik. Untuk hal tersebut dapat dilakukan kompres, pencucian, pembilasan, pengeringan dan pemberian bahan-bahan topikal seperti larutan NaC10,9%, larutan H202 3% dan NaC10,9%, larutan plasma dan larutan Burowi serta larutan antiseptik lainnya.
3)      Mengangkat jaringan nekrotik. Adanya jaringan nekrotik pada ulkus akan menghambat aliran bebas dari bahan yang terinfeksi dan karenanya juga menghambat pembentukan jaringan granulasi dan epitelisasi. Oleh karena itu pengangkatan jaringan nekrotik akan memper-cepat proses penyembuhan ulkus. Terdapat 3 metode yang dapat dilakukan antara lain :
a)      Sharp dbridement (dengan pisau, gunting dan lain-lain).
b)      Enzymatic debridement (dengan enzim proteolitik, kolageno-litik, dan fibrinolitik).
c)      Mechanical debridement (dengan tehnik pencucian, pembilasan, kompres dan hidroterapi)
4) Menurunkan dan mengatasi infeksi.
Perlu pemeriksaan kultur dan tes resistensi. Antibiotika sistemik dapat diberikan bila penderita mengalami sepsis, selulitis. Ulkus yang terinfeksi hams dibersihkan beberapa kali sehari dengan larutan antiseptik seperti larutan H202 3%, povidon iodin 1%, seng sulfat 0,5%. Radiasi ultraviolet (terutama UVB) mempunyai efek bakterisidal.
5) Merangsang dan membantu pembentukan jaringan granulasi dan epitelisasi. Hal ini dapat
dicapai dengan pemberian antara lain :
a) Bahan-bahan topikal misalnya : salep asam salisilat 2%, preparat seng (Zn 0, Zn SO
b) Oksigen hiperbarik; selain mempunyai efek bakteriostatik terhadap sejumlah bakteri, juga mempunyai efek proliferati epitel, menambah jaringan granulasi dan memperbaiki keadaan vaskular.
c) Radiasi infra merah, short wave diathermy, dan pengurutan dapat membantu penyembuhan ulkus karena adanya efek peningkatan vaskularisasi.
d) Terapi ultrasonik; sampai saat ini masih terus diselidiki manfaatnya terhadap terapi ulkus dekubitus
6) Tindakan bedah selain untuk pembersihan ulkus juga diperlukan untuk mempercepat penyembuhan dan penutupan ulkus, terutama ulkus dekubitus stadium III & IV dan karenanya sering dilakukan tandur kulit ataupun myocutaneous flap.



B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a)   Biodata
Umur/usia perlu ditanyakan karena adanya hubungan dengan proses penyembuhan luka atau regenerasi sel.Sedangkan ras dan suku bangsa perlu dikaji karena kulit yang tampak normal pada ras dan kebangsaan tertentu kadang tampak abnormal pada klien dengan ras dan kebangsaan lain (Smeltzer & Brenda, 2001). Pekerjaan dan hobi klien juga ditanyakan untuk mengetahui apakah klien banyak duduk atau sedikit beraktivitas sehingga terjadi penekanan pembuluh darah yang menyebabkan suplai oksigen berkurang, sel- sel tidak mendapat cukup zat makanan dan sampah hasil sisa metabolisme tertumpuk. Akhirnya sel-sel matai, kulit pecah dan terjadilah lubang yang dangkal dan luka dekubitus pada permukaan( Carpenito , L.J , 1998 ).
2. Keluhan Utama
Merupakan keluhan yang paling dirasakan oleh klien sehingga ia mencari pertolongan. Keluhan yang diungkapkan klien pada umumnya yaitu adanya rasa nyeri. Lokasi luka biasanya terdapat pada daerah- daerah yang menonjol, misalnya pada daerah belakang kepala, daerah bokong, tumit, bahu, dan daerah pangkal paha yang mengalami ischemia sehingga terjadi ulkus decubitus (Bouwhuizen , 1986 ).
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Hal- hal yang perlu dikaji adalah mulai kapan keluhan dirasakan, lokasi keluhan, intensitas, lamanya atau frekuensi, faktor yang memperberat atau memperingan serangan, serta keluhan- keluhan lain yang menyertai dan upaya- upaya yang telah dilakukan perawat disini harus menghubungkan masalah kulit dengan gejalanya seperti: gatal, panas, mati rasa, immobilisasi, nyeri, demam, edema, dan neuropati ( Carpenito , L.J , 1998 )


4. Riwayat Personal dan Keluarga
a. Riwayat penyakit keluarga perlu ditanyakan karena penyembuhan luka dapat dipengaruhi oleh penyakit – penyakit yang diturunkan seperti : DM, alergi, Hipertensi ( CVA ).
b. Riwayat penyakit kulit dan prosedur medis yang pernah dialami klien. Hal ini untuk memberikan informasi apakah perubahan pada kulit merupakan manifestasi dari penyakit sistemik seperti : infeksi kronis, kanker, DM
5. Riwayat Pengobatan
Apakah klien pernah menggunakan obat- obatan. Yang perlu dikaji perawat yaitu:
a. Kapan pengobatan dimulai.
b. Dosis dan frekuensi.
c. Waktu berakhirnya minum obat
6. Riwayat Diet
Yang dikaji yaitu berat badan, tinggi badan, pertumbuhan badan dan makanan yang dikonsumsi sehari- hari. Nutrisi yang kurang adekuat menyebabkan kulit mudah terkena lesi dan proses penyembuhan luka yang lama.
7. Status Sosial Ekonomi
Untuk mengidentifikasi faktor lingkungan dan tingkat perekonomian yang dapat mempengaruhi pola hidup sehari- hari, karena hal ini memungkinkan dapat menyebabkan penyakit kulit.
8. Riwayat Kesehatan, seperti:
a. Bed-rest yang lama
b. Immobilisasi
c. Inkontinensia
d. Nutrisi atau hidrasi yang inadekuat
9. Pengkajian Psikososial
Kemungkinan hasil pemeriksaan psikososial yang tampak pada klien yaitu:
a. Perasaan depresi
b. Frustasi
c. Ansietas/kecemasan
d. Keputusasaan
e. Gangguan Konsep Diri
f. Nyeri
10. Aktivitas Sehari- Hari
Pasien yang immobilisasi dalam waktu yang lama maka bukan terjadi ulkus pada daerah yang menonjol karena berat badan bertumpu pada daerah kecilyang tidak banyak jaringan dibawah kulit untuk menahan kerusakan kulit. Sehingga diperlukan peningkatan latihan rentang gerak dan mengangkat berat badan. Tetapi jika terjadi paraplegi maka akan terjadi kekuatan otot tidak ada (pada ekstremitas bawah), penurunan peristaltik usus (terjadi konstipasi), nafsu makan menurun dan defisit sensori pada daerah yang paraplegi.
11. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Umumnya penderita datang dengan keadaan sakit dan gelisah atau cemas akibat adanya kerusakan integritas kulit yang dialami.
b. Tanda-Tanda Vital
Tekanan darah normal, nadi cepat, suhu meningkat dan respirasi rate meningkat.
c. Pemeriksaan Kepala Dan Leher
1) Kepala Dan Rambut
Pemeriksaanmeliputi bentuk kepala, penyebaran dan perubahan warna rambut serta pemeriksaan tentang luka. Jika ada luka pada daerah tersebut, menyebabkan timbulnya rasa nyeri dan kerusakan kulit.
2)   Mata
Meliputi kesimetrisan, konjungtiva, reflek pupil terhadap cahaya dan gangguan penglihatan.
3)   Hidung
Meliputi pemeriksaan mukosa hidung, kebersihan, tidak timbul pernafasan cuping hidung, tidak ada sekret.
4)   Mulut
Catat keadaan adanya sianosis atau bibir kering.
5)   Telinga
Catat bentuk gangguan pendengaran karena benda asing, perdarahan dan serumen. Pada penderita yang bet rest dengan posisi miring maka, kemungkinan akan terjadi ulkus didaerah daun telinga.
6)   Leher
Mengetahui posisi trakea, denyut nadi karotis, ada tidaknya pembesaran vena jugularis dan kelenjar linfe.
d. Pemeriksaan Dada Dan Thorax
Inspeksi bentuk thorax dan ekspansi paru, auskultasi irama pernafasan, vokal premitus, adanya suara tambahan, bunyi jantung, dan bunyi jantung tambahan, perkusi thorax untuk mencari ketidak normalan pada daerah thorax.


e. Abdomen
Bentuk perut datar atau flat, bising usus mengalami penurunan karena inmobilisasi, ada masa karena konstipasi, dan perkusi abdomen hypersonor jika dispensi abdomen atau tegang.
f. Urogenital
Inspeksi adanya kelainan pada perinium. Biasanya klien dengan ulkus dan paraplegi terpasang kateter untuk buang air kecil.
g. Muskuloskeletal
Adanya fraktur pada tulang akan menyebabkan klien bet rest dalam waktu lama, sehingga
terjadi penurunan kekuatan otot.
h. Pemeriksaan Neurologi
Tingkat kesadaran dikaji dengan sistem GCS. Nilainya bisa menurun bila terjadi nyeri hebat (syok neurogenik) dan panas atau demam tinggi, mual muntah, dan kaku kuduk.
12. Pengkajian Fisik Kulit
a. Insfeksi Kulit
Pengkajian kulit melibatkan seluruh area kulit termasuk membrane mukosa, kulit kepala, rambut dan kuku. Tampilan kulit yang perlu dikaji yaitu warna, suhu, kelembaban,kekeringan, tekstur kulit (kasar atau halus), lesi, vaskularitas.
Yang harus diperhatikan oleh perawat yaitu :
1)   Warna, dipengaruhi oleh aliran darah, oksigenasi, suhu badan dan produksi pigmen.
Lesi yang dibagi dua yaitu :
a)      Lesi primer, yang terjadi karena adanya perubahan pada salah satu komponen kulit
b)       Lesi sekunder adalah lesi yang muncul setelah adanya lesi primer. Gambaran lesi yang harus diperhatikan oleh perawat yaitu warna, bentuk, lokasi dan kofigurasinya.
2)   Edema
Selama inspeksi kulit, perawat mencatat lokasi, distribusi dan warna dari daerah edema.
3) Kelembaban
Normalnya, kelembaban meningkat karena peningkatan aktivitas atau suhu lingkungan yang tinggi kulit kering dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti lingkungan kering atau lembab yang tidak cocok, intake cairan yang inadekuat, proses menua.
4)   Integritas
Yang harus diperhatikan yaitu lokasi, bentuk, warna, distribusi, apakah ada drainase atau infeksi.
5)   Kebersihan kulit
6)    Vaskularisasi
Perdarahan dari pembuluh darah menghasilkan petechie dan echimosis.
7) Palpasi kulit
Yang perlu diperhatikan yaitu lesi pada kulit, kelembaban, suhu, tekstur atau elastisitas, turgor kulit.
13. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
1) Darah lengkap
Peningkatan tertentu awal menunjukkan hemo konsentrasi, sehubungan dengan perpindahan atau kehilangan cairan dan untuk mengetahui adanya defisiensi nutrisi pada klien. Jika terjadi leukositosis karena adanya kehilangan sel pada sisi luka dan respon inflamasi terhadap edema. Glukosa serum yang terjadi peningkatan karena respon stres.
2) Biopsi luka
Untuk mengetahui jumlah bakteri.
3)   Kultur swab
Untuk mengidentifikasi tipe bakteri pada permukaan ulkus.
4)   Pembuatan foto klinis
Dibuat untuk memperlihatkan sifat serta luasnya kelainan kulit atau ulkus dan dipergunakan untuk perbaikan setelah dilakukan terapi.
2. Diagnosa Keperawatan
Menurut Lynda Juall C (1990) dalam buku Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan yang sering muncul pada pasien dengan ulkus decubitus adalah sebagai berikut :
1. Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan kerusakan mekanis dari jaringan sekunder akibat tekanan, pencukuran dan gesekan.
2. Nyeri yang berhubungan dengan trauma kulit, infeksi kulit dan perawatan luka.
3. Resiko terhadap infeksi yang berhubungan pemajangan ulkus decubitus terhadap feses/drainase urine dan personal hygiene yang kurang.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan anoreksia sekunder terhadap ketidak cukupan masukan oral.
5. Kerusakan mobilitas fisik yang bergubungan dengan pembatasan gerakan yang diharuskan, status yang tak dikondisikan, kehilangan kontrol motorik atau perubahan status mental.
6. Koping individu tak efektif yang berhubungan dengan luka kronis, perubahan body image.
7. Gangguan body image yang berhubungan dengan hilangnya lapisan kulit.




3. Intervensi
1. Prioritas keperawatan
a. Mengidentifikasi faktor- faktor yang menimbulkan terjadinya decubitus.

b. Meningkatkan kemampuan untuk melakukan ketrampilan dalam mencegah dan mengatasi decubitus.
c. Meningkatkan motivasi untuk melanjutkan pengobatan.
2. Intervensi Diagnosa Keperawatan
a.   Kerusakan Integritas Kulit Yang Berhubungan Dengan Kerusakan Mekanis Dari Jaringan Sekunder Akibat Tekanan, Pencukuran Dan Gesekan.
Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi:
1) mengidentifikasi faktor penyebab luka decubitus.
2) Mengidentifikasi rasional untuk pencegahan dan tindakan.
3) Berpartisipasi dalam rencana tindakan yang diprogramkan untu meningkatkan penyembuhan luka.
4) Menunjukkan kemajuan penyembuhan decubitus.
Intervensi Keperawatan
1. Observasi ukuran, warna, kedalaman luka, jaringan nekrotik dan kondisi sekitar luka.
2. Pantau/ evaluasi tanda- tanda vital dan perhatikan adanya demam.
3. Identifikasi derajat perkembangan luka tekan (ulkus)
4. Lakukan perawatan luka dengan tehnik aseptik dan antiseptik.
5. Bersihkan jaringan nekrotik.
6. Kolaborasi:
a. Irigasi luka.
b. Beri antibiotik oral,topical, dan intra vena sesuai indikasi.
c. Ambil kultur luka.
Rasional
1. Untuk mengetahui sirkulasi pada daerah yang luka.
2. Demam mengidentifikasikan adanya infeksi.
3. Mengetahui tingkat keparahan pada luka.
4. Mencegah terpajan dengan organisme infeksius, mencegah kontaminasi silang, menurunkan resiko infeksi.
5. Mencegah auto kontaminasi

a. Membuang jaringan nekrotik / luka eksudat untuk meningkatkan penyembuhan
b. Mencegah atau mengontrol infeksi.
c. Untuk mengetahui pengobatan khusus infeksi luka.
b. Nyeri Yang Berhubungan Dengan Trauma Kulit, Infeksi Kulit Dan Perawatan Luka.
Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi:
1) Rasa nyeri berkurang
2) Klien dapat beradaptasi terhadap nyeri
Intervensi Keperawatan
. Tutup luka sesegera mungkin.
2. Tinggikan ekstremitas yang terdapat luka secara periodik.
3. Beri tempat tidur yang dapat diubah ketinggiannya.
4. Ubah posisi dengan sering dan ROM secara pasif maupun aktif sesuai indikasi.
5. Perhatikan lokasi nyeri dan intensitas.
6. Berikan tindakan kenyamanan seperti pijatan pada area yang tidak sakit, perut, posisi dengan sering.
7. Dorong penggunaan tehnik manajemen stress.
8. Tingkatkan periode tidur tanpa gangguan.
9. Kolaborasi:
Berikan analgesik sesuai indikasi.
Rasional
1. Suhu berubah dan gesekan udara dapat menyebabkan nyeri hebat pada pemajanan ujung kulit.
2. Unutk menurunkan pembentukan edema, menurunkan ketidaknyamanan.
3. Peninggian linen dari luka membantu menurunkan nyeri.
4. Menurunkan kekakuan sendi
5. Perubahan lokasi/intensitas nyeri mengindikasikan terjadinya komplikasi.
6. Meningkatkan relaksasi, menurunkan tegangan otot.
7. Memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan relaksasi dan meningkatkan rasa kontrol.
8. Kekurangan tidur meningkatkan persepsi nyeri.
9. Untuk mengurangi rasa nyeri yang ada
   
c. Resiko Terhadap Infeksi Yang Berhubungan Pemajangan Ulkus Decubitus Terhadap Feses/Drainase Urine.
Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi:
1) Infeksi tidak terjadi.
2) Tanda- tanda vital dalam batas normal.
Intervensi Keperawatan
1. Pantau terhadap tanda- tanda infeksi( rubor, dolor, kalor, fungsiolesa)
2. Observasi tanda- tanda vital ( suhu, respirasi rate, nadi, tensi)
3. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan.
4. Lakukan rawat luka dengan tehnik aseptik dan antiseptik.
5. Anjurkan klien untuk menghabiskan porsi yang tersedian terutama tinggi protein dan vitamin.
6. Jaga personal higiene klien( badan, tempat, pakaian)
7. Kolaborasi dengan tim medisdalam penentuan antibiotik dan pemeriksaan leukosit dan LED
Rasional
1. Respon jaringan terhadap infiltrasi patogen dengan peningkatan aliran darah dan aliran limfe(edema, merah, bengkak)
2. Patogen yang bersirkulasi merangsang hipotalamus untuk menaikkan suhu tubuh
3. Mencegah terjadinya infeksi silang dari lingkungan luka ke dalam luka
4. Mencegah terjadinya invasi kuman dan kontaminasi bakteri.
5. Nutrisi dapat meningkatkan daya tahan tubuh dan mengganti jaringan yang rusak dan mempercepat proses penyembuhan.
6. Sesuatu yang kotor merupakan media yang baik bagi kuman.
7. Peningkatan leukosit dan LED merupakan indikasi terjadinya infeksi.
 d. Perubahan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh Yang Berhubungan
Dengan Anoreksia Sekunder Terhadap Ketidak Cukupan Masukan Oral.
Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi:
1) Nutrisi adekuat (sesuai dengan kebutuhan)
2) Tidak mual dan muntah
3) Tubuh terasa segar
4) Mempertahankan berat badan yang sesuai
Intervensi Keperawatan
1. Jelaskan pentingnya nutrisi bagi tubuh
2. Anjurkan klien makan sedikit tapi sering
3. Berikan klien daftar makanan yang diijinkan dan dorong klien terlibat dalam pemilihan menu
4. Lakukan oral hygiene sebelum makan
5. Timbang berat badan tiap hari
6. Auskultasi bising usus
7. Kolaborasi dengan:
a. Tim gizi
b. Pemberian antiemetik
c. Tim medis untuk pemberian infus albumin behring
Rasional
1. Nutrisi yang asekuat akan meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit
2. Meminimalkan anoreksia dan mual sehubungan dengan status uremik atau menurunnya peristaltik
3. Memberikan tindakan kontrol terhadap pembatasan diet klien dan meningkatkan nafsu makan klien
4. Perawatan mulut membantu meningkatkan nafsu makan klien
5. Terjadinya perubahan berat badan menunjukkan ketidak seimbangan cairan
6. Immobilitas dapat menurunkan bising usus
7a. Menentukan kalori dan kebutuhan nutrisi
b. Menghilangkan mual dan muntah sehingga masukan oral meningkat
c. Penurunan jumlah albumin dapat menghambat proses penyembuhan luka

e. Kerusakan Mobilitas Fisik Yang Bergubungan Dengan Pembatasan Gerakan Yang Diharuskan, Status Yang Tak Dikondisikan, Kehilangan Kontrol Motorik Atau Perubahan Status Mental.
Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi:
1) Klien mampu beraktivitas, miring kanan miring kiri dengan dibantu oleh keluarga
2) Menunjukkan penurunan pada docrat yang tertekan
3) Keadaan luka membai
Intervensi Keperawatan
1. Anjurkan keluarga membantu klien mobilisasi
2. Atur posisi klien tiap 2 jam
3. Perhatikan sirkulasi, gerakan dan sensasi secara sering
4. Banti klien untuk latihan rentang gerak secara konsisten yang diawalai dengan pasif kemudian aktif
5. Dorong partisipasi klien dalam semua aktivitas sesuai kemampuannya
6. Buat jadwal latihan secara teratur
7. Tingkatkan latihan ADL melalui fisioterapi, hidroterapi, dan perawatan
8. Kolaborasi dengan fisioterapi
Rasional
1.Menghilangkan tekanan pada daerah yang terdapat ulkus
2. Penghilangan tekanan intermiten memungkinkan darah masuk kembali ke kapiler yang tertekan
3. Sirkulasi yang terganggu akan dapat menyebabkan oedem
4. Mencegah secara progresif untuk engencangkan jaringan parut dan meningkatka pemeliharaan fungsi otot atau sendi
5. Meningkatkan kemandirian dan harga diri
6.Mengurang kelelahan dan meningkatkan toleransi terhadap aktivitas
7.Meningkatkan hasil latihan secara optimal dan maksimal
8. Membantu melatih pergerakan
f. Koping keluarga tak efektif yang berhubungan dengan luka kronis, perubahan body image.
Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi:
1) Keluarga mampu mengungkapkan perasaannya tentang perubahan penampilan pada klien
2) Keluarga dapat mengekspresikan perasaan cemasnya, kedukaan dan adanya sesuatu yang hilang pada klien
3) Keluarga mampu beradaptasi sesuai dengan keadaan klien
4) Keluarga memberi support yang tinggi pada klien dalam menjalani hidup selanjutnya.
Intervensi Keperawatan
1. Bina hubungan saling percaya
2. Berikan kesempatan kelurga dan klien untuk mengungkapkan perasaannya saat ini dengan memvalidasi dan mengobservasi perasaan keluarga dan klien
3. Berikan informasi yang diperlukan klien dan keluarga tentang proses terjadinya ulkus
4. Libatkan klien dan keluarga dalam rencana perawatan yang lebih lanjut

5. Anjurkan keluarga untuk selalu memberi reinforcement positif dan support mental pada klien
6. Tunjukkan sikap menerima terhadap perubahan
Rasional
1. Menimbulkan kepercayaan pada perawat sehingga mempermudah melakukan komunikasi untuk tindakan selanjutnya.
2. Membantu mengurangi beban pikiran klien dan keluarga karena perasaanya tersalurkan dan perawat mengetahui penyebab masalahnya
3. Membantu mengurangi ketakutan dan kecemasan klien dan keluarga
4. Menjadikan klien dan keluarga bagian dari rencana keperawatan dan membantu klien menerima kenyataan yang ada
5. Dukungan keluarga sangat membantu dalam meningkatkan kepercayaan diri klien

6. Memberikan rasa percaya diri pada klien dan membantu menghilangkan perasan negatifnya.


   



4. Implementasi
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang meliputi tindakan- tindakan yang direncanakan oleh perawat yang diberikan pada klien. Pelaksanaan tindakan pada klien dengan gangguan sistem integumen diperlukan untuk meminimalkan terjadinya komplikasi, perluasan area yang terjadi ulkus. Untuk keberhasilan tindakan maka dipeelukan partisipasi dari klien dan kelurga (Aziz, H. 2002).
5. Evaluasi
Evaluasi adalah proses keperawatan yang menyangkut pengumpulan data subyetif dan obyektif yang akan menunjukkan apakah tujuan pelaksanaan keperawatan sudah tercapai atau belum, masalah apa yang perlu dipecahkan atau dikaji, direncanakan atau dinilai kembali. Evaluasi bertujuan memberikan umpan balik terhadap rencana keperawatan yang disusun. Penilaian dilakukan oleh perawat, klien dan juga teman sejawat. Penilaian ini memberikan kemungkinan yaitu masalah teratasi, masalah teratasi sebagian, masalah belum teratasi, dan muncul masalah baru. Ini bermanfaat untuk mengadakan perubahan, perbaikan rencana keperawatan sehingga tindakan keperawatan dapat dimodifikasi (Nursalam, 2001).
Hasil Evaluasi dari Askep yang diberikan pada pasien dekubitus diharapkan antara lain dapat berupa:
1) Pasien dapat mencegah dan mengidentifikasi factor penyebab luka dekubitus; menunjukkan kemajuan penyembuhan.
2) Pasien mempunyai kulit tanpa neritema dan tidak pucat.
3) Pasien menunjukkan peningkatan berat badan dan massa otot.
4) Kulit tidak akan teritasi akibat pemajanan terhadap fekal atau urine drainage.
5) Menunjukkan hasil pembelajaran yang efektif untuk tujuan pemulangan dan perawatan pasien dirumah.


DAFTAR PUSTAKA
Askep Dekubitus dalam http://rikson-ns.blogspot.com diakses pada tanggal 11 April 2011
Carpenito, Lynda Juall. (1995). Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinik. Edisi 6, Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Doenges, M. G. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3 EGC, Jakarta.
Ganong F. William. (1998). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 17. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Marison Moya,(2004). Manajemen Luka. EGC, Jakarta.
Potter & Perry (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses,dan Praktik. Edisi 4, Vol. 2. Alih Bahasa: Renata Komalasari. Jakarta, EGC.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar