Sabtu, 26 Mei 2012

MAKALAH SKLERODERMA


BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Berdasarkan informasi dari Scleroderma Foundation. Skleroderma adalah sekelompok penyakit yang menyebabkan kulit dan organ kadang-kadang internal untuk menjadi keras dan ketat. Sebenarnya, kata skleroderma sebenarnya berarti "kulit keras”. Skleroderma terjadi ketika tubuh terlalu banyak membuat kolagen, protein yang membentuk jaringan ikat atau Skleroderma dapat dikatakan sebagai  penyakit autoimun kronis yang ditandai oleh fibrosis (atau pengerasan), perubahan pembuluh darah dan autoantibodi.  Ini mempengaruhi pembuluh darah kecil yang dikenal sebagai arteriol dalam semua organ. Penyakit ini ditemukan di antara semua ras di seluruh dunia, tetapi perempuan empat kali lebih mungkin mengembangkan skleroderma daripada pria. Di Amerika Serikat, sekitar satu orang di 1.000 terpengaruh. Anak-anak jarang menderita jenis sistemik, tetapi skleroderma lokal adalah umum. Penyakit ini memiliki tingkat tinggi di antara suku Choctaw asli Amerika dan wanita Afrika-Amerika
Mengutip dari Info Sehat tabloid Nyata edisi April 2005, beberapa ahli menduga penyakit ini disebabkan oleh faktor pencetus berupa hormon terutama hormon estrogen, zat kimia seperti vinyl chloride atau trichloroehylene dan infeksi virus seperti Human Cytomegalovirus dan Human Herpes Virus. Penyakit ini diduga tidak menular dan tidak bersifat turunan. Faktor resiko terjadinya skleroderma adalah pemaparan debu silika dan polivinil klorida. Para ilmuwan memperkirakan bahwa sekitar 250 dari 1 juta orang mengalami beberapa bentuk Skleroderma. Skleroderma dapat terjadi dalam keluarga yang memiliki kecenderungan atau riwayat penyakit ini, tetapi dalam banyak kasus juga terjadi di keluarga yang dikenal tidak memiliki kecenderungan untuk penyakit ini. Sekedar pengetahuan, Skleroderma tidak dianggap menular, tetapi bisa sangat mempengaruhi aktifitas penderita. Pada dasarnya Skleroderma merupakan hasil dari overproduksi dan akumulasi kolagen dalam jaringan tubuh. Kolagen adalah sejenis protein berserat yang membentuk tubuh  jaringan penghubung, termasuk kulit. 
Walaupun dokter tidak yakin apa yang mendorong produksi kolagen yang tidak normal ini, sistem kekebalan tubuh tampaknya memainkan peran. Untuk alasan yang tidak diketahui, sistem kekebalan tubuh berbalik melawan tubuh, menghasilkan peradangan dan kolagen yang berlebih.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa defenisi skleroderma?
2. Apa etiologi dari skleroderma?
3. Bagaimana patofisiologi skleroderma?
4. Apa saja manifestasi klinik skleroderma?
5. Apa saja komplikasi pada skleroderma?
6. Bagaimana pemeriksaan diagnostik untuk skleroderma?
7. Bagaimana penatalaksanaan untuk skleroderma?
8. Bagaimana konsep keperawatan skleroderma?



C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui defenisi skleroderma
2. Untuk mengetahui etiologi dari skleroderma
3. Untuk mengetahui  patofisiologi skleroderma
4. Untuk mengetahui  manifestasi klinik skleroderma
5. Untuk mengetahui  komplikasi skleroderma
6. Untuk mengetahui  pemeriksaan diagnostik untuk skleroderma
7. Untuk mengetahui  penatalaksanaan untuk skleroderma
8. Untuk mengetahui  konsep keperawatan skleroderma




BAB II
PEMBAHASAN

A. DEFINISI

Skleroderma berasal dari bahasa Yunani, scleros (keras) dan derma (kulit). Skleroderma, biasa juga disebut sistemik sklerosis, adalah suatu penyakit autoimun kronis yang dapat mempengaruhi sejumlah sistem tubuh. Pada pasien dengan skleroderma, sel-sel tertentu dalam tubuh menghasilkan kolagen secara berlebihan. Kolagen merupakan suatu protein yang ditemukan dalam jaringan ikat. Kelebihan kolagen akan disimpan di seluruh tubuh, menyebabkan pengerasan pada kulit dan jaringan (fibrosis), merusak pembuluh darah, dan mempengaruhi organ-organ dalam.
Skleroderma adalah penyakit yang cukup langka yang merupakan hasil dari respon sistem kekebalan tubuh. Sistem kekebalan tubuh adalah suatu sistem kompleks dari organ, sel, dan protein yang melindungi tubuh dari penyakit. Sistem kekebalan tubuh akan menyerang organisme asing dalam tubuh, mengidentifikasi dan menghancurkan sel-sel yang abnormal, serta membawa sel-sel yang rusak dan mati keluar dari tubuh. Pada penyakit autoimun seperti skleroderma, sistem kekebalan tubuh akan menyerang sel-sel normal pada tubuh, menyebabkan kerusakan dan peradangan.Kelebihan produksi kolagen, kerusakan pada pembuluh darah, dan terbentuknya antibodi yang abnormal (autoantibodi), semuanya memainkan peranan yang penting dalam pengembangan skleroderma. 

B. ETIOLOGI
Penyebab dari skleroderma tidak diketahui hingga saat ini.  Dengan alasan yang masih belum jelas, terjadi proses autoimun dimana sistem imun tubuh berbalik menyerang tubuh, menyebabkan peradangan dan menyebabkan produksi kolagen yang berlebihan.
Faktor – faktor genetik dan lingkungan mungkin berperan dalam pengembangan penyakit ini. Suatu antigen yang diwariskan, human leukocyte antigen (HLA) dihubungkan dengan peningkatan risiko terjadinya skleroderma. Faktor risiko lain mencakup usia (biasanya 30-50 tahun), dan gender (lebih sering pada wanita). 

C. PATOFISIOLOGI

Seperti halnya dengan penyakit jaringan ikat difus lainnya, skleroderma memiliki perjalanan penyakit yang beragam dengan remisi dan eksaserbasi, kendati demikian, prognosisnya tidaklah seoptimis prognosis lupus. Penyakit ini umumnya di mulai dengan gangguan pada kulit. Sel – sel mononuklear akan berkumpul pada kulit dan menstimulasi limfokin untuk merangsang pembentukan prokolagen. Kolagen yang insoluble akan terbentuk dan tertimbun secara berlebihan dalam jaringan. Pada mulanya respon inflamasi menyebabkan pembentukan edema dengan menimbulkan gambaran kulit yang tampak kencang, licin dan mengkilap. Kemudian kulit tersebut mengalami perubahan fibrotik yang menyebabkan hilangnya elastisitas kulit dan gangguan gerak. Akhirnya jaringan itu mengalami degenerasi dan gangguan fungsional. Rangkaian peristiwa ini yang dimulai dari inflamasi hingga degenerasi juga terjadi dalam pembuluh darah, organ – organ utama dan berbagai sistem tubuh yang berpotensi untuk menimbulkan kematian.

D. MANIFESTASI KLINIK
Skleroderma dimulai secara perlahan – lahan dan tidak jelas dengan fenomena Raynaud serta pembengkakan pada tangan. Kulit dan jaringan subkutan menjadi semakin keras serta kaku dan tidak dapat di cubit dari struktur di bawahnya. Kerutan dan garis – garis kulit menghilang. Kulit menjadi kering karena sekresi keringan di bagian yang sakit tersupresi. Eksteremitas menjadi kaku dan kehilangan mobilitasnya. Keadaan tersebut akan menyebar secara perlahan – lahan. Selama bertahun – tahun, semua perubahan ini dapat tetap terlokalisasi pada kedua belah tangan dan kaki (skleroderma). Wajah menjadi mirip topeng, immobile serta tanpa ekspresi, dan mulut menjadi kaku.
Perubahan di dalam tubuh, sekalipun tidak tampak secara langsung, jauh lebih penting daripada perubahan yang nyata. Ventrikel kiri jantung akan terkena sehingga terjadi gagal jantung kongesti, esofagus mengeras yang akan mengganggu gerakan menelan, paru – paru terus membentuk jaringan parut sehingga menghambat respirasi, gangguan cerna terjadi karena pengerasan (sklerosing) mukosa intestinal dan kegagalan renal progresif dapat terjadi.
Pasien dapat memperlihatkan manifestasi dalam bentuk sejumlah gejala yang di sebut sebagai sindrom CREST. Huruf CREST berarti calcinosis (karsinosis/ pengendapan kalsium dalam jaringan), Raynaud’s phenomena (fenomena Raynaud), esophageal hardening and dysfunctioning (pengerasan dan gangguan fungsi esophagus), sclerodactyly (sklerodaktili/ skleroderma pada jari – jari) dan telangiectasis (telangiektasis/ dilatasi kapiler yang membentuk lesi vaskuler).

E. KOMPLIKASI
Kemungkinan komplikasi skleroderma meliputi : kerusakan otot halus di saluran pencernaan, yang menyebabkan kekurangan gizi, jaringan parut pada otot jantung, dapat menyebabkan kerusakan permanen, kerusakan ginjal dan kegagalan, dan kurang percaya diri.

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Untuk diagnosis skleroderma tidak ada satu pun pemeriksaan yang dapat menyimpulkan diagnosis tersebut. Anamnesis riwayat sakit dan pemeriksaan fisik yang lengkap di lakukan untuk mencatat setiap perubahan fibrotik pada kulit, paru – paru, jantung atau esophagus. Biopsi kulit dikerjakan untuk mengidentifikasi perubahan seluler spesifik untuk skleroderma. Pemeriksaan pulmoner akan memperlihatkan abnormalitas perfusi ventilasi. EKG menunjukkan efusi perikardium (yang sering ditemukan bersama gangguan jantung). Pemeriksaan esophagus memperlihatkan penurunan mortalitas pada 75% penderita skleroderma. Tes darah dapat mendeteksi antibodi antinukleus (ANA) yang menunjukkan kelainan jaringan ikat dan kemungkinan membedakan subkelompok scleroderma. Hasil tes ANA yang positif lazim dijumpai pada skleroderma. Gambaran ANA yang memperlihatkan pola antisentromer berkaitan dengan sindrom CREST.

G. PENATALAKSANAAN
Terapi skleroderma bergantung pada manifestasi klinisnya. Semua pasien memerlukan konseling pribadi dan dalam konseling tersebut, tujuan individual yang realistis dapat ditentukan. Sampai saat ini belum ada program obat yang terbukti efektif untuk mengendalikan skleroderma namun demikian, berbagai obat dapat digunakan untuk mengobati gejalanya. Penisilamin pernah menjadi obat yang paling menjanjikan dalam mengurangi penebalan kulit, menurunkan kecepatan terjadinya kelainan organ visera yang baru, dan memperpanjang usia penderita. Kaptopril dan preparat antihipertensi yang paten lainnya cukup efektif untuk mengendalikan krisis hipertensi. Obat – obat anti–inflamasi dapat di gunakan untuk mengontrol atralgia, kekakuan dan gangguan rasa nyaman muskuloskeletal yang umum. Preparat vasodilator tidak terbukti efektif untuk berbagai abnormalitas vaskuler. Tindakan suportif mencakup upaya untuk mengurangi rasa nyeri dan membatasi disabilitas. Program latihan yang moderat perlu di dorong untuk mencegah kontraktur sendi. Kepada pasien disarankan agar menghindari suhu yang ekstrem dan menggunakan losion untuk mengurangi kekeringan kulit.
Pertimbangan Keperawatan. Penilaian keperawatan dapat difokuskan pada perubahan sklerotik kulit, kontraktur jari – jari tangan dan perubahan warna atau lesi pada ujung – ujung jari tangan. Pengkajian gangguan sitemik memerlukan peninjauan terhadap berbagai sistem dengan memberikan perhatian khusus kepada gejala – gejala gastrointestinal, pulmoner, renal dan jantung. Keterbatasan pada mobilitas dan aktivitas perawatan mandiri harus dikaji bersama dampak yang telah atau yang akan ditimbulkan oleh penyakit pada citra tubuh.
Asuhan keperawatan bagi penderita skleroderma kulit harus dilaksanakan berdasarkan rencana asuhan dasar.Masalah yang paling sering ditemukan pada penderita skleroderma kulit mencakup gangguan integritas kulit, kurang kemampuan dalam melaksanakan perawatan mandiri, perubahan nutrisi yang membuat asupan nutrisi lebih kecil dari kebutuhan tubuh dan gangguan citra tubuh. Pasien yang penyakitnya sudah lanjut dapat pula menghadapi masalah dengan terganggunya pertukaran gas, berkurangnya curah jantung, gangguan menelan dan konstipasi.    




ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
a. Pengkajian dapat dilakukan dengan anamnesa, pengkajian riwayat, dan pemeriksaan fisik.
b. Catat derajat scleroderma.
c. Catat adanya lesi inflamasi
d. Inspeksi kulit dengan meregangkan kulit secara perlahan, lihat adanya papul dan kista.
e. Menilai persepsi klien yang memicu peningkatan intensitas.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidaknyamanan nyeri berhubungan dengan proses inflamasi.
b. Gangguan citra diri berhubungan dengan rasa malu dan frustasi terhadap penampilan diri.
c. Integritas kulit berhubungan dengan kerusakan permukaan kulit.
d. Program terapi tidak efektif berhubungan dengan pengetahuan yang tidak memadai mengenai penyebab, jalannya penyakit, pencegahan, dan perawatan kulit.


3. Intervensi Keperawatan
Dx I : Ketidaknyamanan nyeri berhubungan dengan proses inflamasi
Tujuan : Nyeri klien hilang atau dapat terkontrol
Intervensi :
a).   Kaji adanya nyeri.
Rasional : Untuk mengetahui nyeri yang dirasakan.
b).   Hindari bahan-bahan atau benda-benda yang menyebabkan nyeri.
Rasional :  Mencegah timbulnya nyeri.
c).   Kolaborasi medis pemberian analgetik sesuai indikasi.
Rasional :  Mengurangi nyeri.
Dx II : Gangguan citra diri berhubungan dengan rasa malu dan frustasi terhadap penampilan diri.
Tujuan : klien mampu menerima situasi secara realitas
Intervensi :
a).    Berikan motivasi dan harapan kepada klien bahwa penyakit scleroderma dapat diobati.
Rasional : Mengurangi kecemasan dan meningkatkan rasa percaya diri.
b).    Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaannya.
Rasional :  Mengurangi kecemasan.
c).    Anjurkan klien untuk melakukan pengobatan secara konsisten.
Rasional :  Mempercepat proses penyembuhan.
Dx III : Integritas kulit berhubungan dengan kerusakan permukaan kulit.
Tujuan : komplikasi dicegah/minimalkan
Intervensi :
a).    Kaji derajat lesi untuk mengetahui seberapa parah lesi pada kulit.
Rasional : Mengetahui tingkat keparahan guna memberikan terapi yang tepat.
b).    Anjurkan klien untuk menghindari garukan pada daerah yang mengeras.
Rasional : Mencegah lesi dan kerusakan integritas kulit.
c).    Anjurkan klien untuk menghindari pemakaian kosmetik yang mengandung bahan kimia.
Rasional : Mencegah kerusakan permukaan kulit.
d).    Kolaborasi : pemberian terapi topikal dan sistemik.
Rasional :  Mempercepat proses penyembuhan.
Dx IV : Program terapi tidak efektif berhubungan dengan pengetahuan yang tidak memadai mengenai penyebab, jalannya penyakit, pencegahan, dan perawatan kulit.
Tujuan : Kondisi/prognosis dan program terapi dipahami
Intervensi :
a).    Beri pendidikan kesehatan tentang scleroderma secara umum.
Rasional : Menambah pengetahuan klien.
b).    Motivasi pasien untuk meningkatkan kepatuhan dan pemahaman terhadap terapi.
Rasional : Mempercepat proses penyembuhan.
c).    Evaluasi tingkat pemahaman klien tentang scleroderma.
Rasional :  Mengetahui tingkat pemahaman klien tentang scleroderma.

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi disesuaikan dengan intervensi yang ada.

5. Evaluasi
Hasil yang diharapkan :
a.      Nyeri hilang atau berkurang.
b.     Pasien tidak merasa malu lagi.
c.      Kerusakan integritas kulit teratasi.
d.     Pasien mencapai pengetahuan terhadap program terapi.

BAB III
PENUTUP


A. KESIMPULAN
Scleroderma adalah penyakit langka kronis yang menyerang pertahanan tubuh. Saat ini diperkirakan sekitar 150,000 sampai 500,000 orang Amerika telah terjangkit penyakit ini. Terutama wanita berumur antara 30 sampai 50 tahun. Penyakit ini menjangkit 30 orang per 100.000 dan perbandingan antara wanita dan pria berkisar empat banding satu.


B. KRITIK DAN SARAN
Makalah kami masih jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan kami. Besar harapan kami kepada para pembaca untuk bisa memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun agar makalah ini menjadi lebih sempurna.




DAFTAR PUSTAKA

http://www.perkuliahan.com/makalah-kesehatan-keperawatan-tentang-penyakit-scleroderma/#ixzz1sHvRomcZ
Doenges, Marilynn E. 2002.Rencana Asuhan Keperawatan,Edisi ke 3. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta.
Djuanda, Prof. Dr. Adhi. 2002.Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin, Edisi ke 3. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta
Suddart, & Brunner. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Price, Sylvia A, Patofisiologi : Konsep klinis proses-proses penyakit, Ed4. Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar