LAPORAN PENDAHULUAN
RISIKO BUNUH DIRI
A.
MASALAH UTAMA
Resiko bunuh diri
B. PROSES
TERJADINYA MASALAH
1.
Pengertian
Risiko bunuh diri adalah resiko
untuk mencederai diri sendiri yang dapat mengancam kehidupan.
Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri
karena merupakan perilaku untuk mengakhiri kehidupannya. Perilaku
bunuh diri disebabkan karena stress yang tinggi dan berkepanjangan dimana
individu gagal dalam melakukan mekanisme koping yang digunakan dalam mengatasi
masalah. Beberapa alasan individu mengakhiri kehidupan adalah kegagalan untuk
beradaptasi, sehingga tidak dapat menghadapi stress, perasaan terisolasi, dapat
terjadi karena kehilangan hubungan interpersonal/ gagal melakukan hubungan yang
berarti, perasaan marah/ bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukuman pada
diri sendiri, cara untuk mengakhiri keputusasaan (Stuart, 2006).
2.
Tanda Dan Gejala
a.
Mempunyai ide unutk bunuh diri
b.
Mengungkapkan keinginan unutk mati
c.
Mengungkapkan rasa bersaah dan
keputusasaan
d.
Impulsif
e.
Menunjukkan perilaku yang
mencurigakan ( menjasi sangat patuh)
f.
Memiliki riwayat percobaan bunuh
diri
g.
Verbal terselubung ( berbicara
tentang kematian)
h.
Menanyakan tentang obat dosis
mematikan
i.
Status emosional ( harapan,
penolakan, cemas meningkat, panik, marah, mengasibngkan diri)
j.
Kesehatan mental ( secara klinis
klien terlihat sangat depresi, psikosis, dam menyalahginakan alkohol)
k.
Kesehatan fisik ( biasanya pada
kliemn dengan penyakit kronis atau terminal)
l.
Pengangguran
m.
Kehilangan pekerjaan atau
kegagagalan dalam karir
n.
Umur 15- 19 tahun atau di atas 45
tahun
o.
Status perkawinan ( mengalami
kegagalan dalam perkawinan)
p.
Pekerjaan
q.
Konflik interpersonal
r.
Latar belakang keluarga
s.
Orientasi seksual
t.
Sumber-sumber personal
u.
Sumber-sumber sosial
v.
Menjadi korban perilaku kekerasan
saat kecil
w.
Mandi / hygiene
3.
Rentang Respon
Respon adaptif
|
respon maladaptif
|
|||
peningkatan diri
|
pengambilan resiko yang meningkatkan pertumbuhan
|
perilaku destruktif-diri tidak langsung
|
pencederaan diri
|
bunuh diri
|
Gambar 1.1.
rentang respon protektfi diri
a.
Peningkatan
diri
Seseorang dapat meningkatkan
proteksi atau pertahanan diri secara wajar terhadap situasional yang
membutuhkan pertahanan diri. Sebagai contoh seseorang mempertahankan diri dari
pendapatnya yang berbeda mengenai loyalitas terhadap pimpinan ditempat kerjanya.
b.
Beresiko destruktif
Seseorang memiliki
kecenderungan atau beresiko mengalami perilaku destruktif atau menyalahkan diri
sendiri terhadap situasi yang seharusnya dapat mempertahankan diri, seperti
seseorang merasa patah semangat bekerja ketika dirinya dianggap tidak loyal
terhadap pimpinan padahal sudah melakukan pekerjaan secara optimal.
c.
Destruktif diri tidak langsung
Seseorang telah mengambil
sikap yang kurang tepat (maladaptif) terhadap situasi yang membutuhkan dirinya
untuk mempertahankan diri. Misalnya, karena pandangan pimpinan terhadap
kerjanya yang tidak loyal, maka seorang karyawan menjadi tidak masuk kantor
atau bekerja seenaknya dan tidak optimal.
d.
Pencederaan diri
Seseorang melakukan percobaan
bunuh diri atau pencederaan diri akibat hilangnya harapan terhadap situasi yang
ada.
e.
Bunuh diri
Seseorang telah melakukan
kegiatan bunuh diri sampai dengan nyawanya hilang.
Perilaku bunuh diri menurut (Stuart dan Sundeen, 1995. Dikutip Fitria,
Nita, 2009) dibagi menjadi tiga kategori yang sebagai berikut.
a.
Upaya bunuh diri (scucide
attempt)
sengaja melakukan kegiatan menuju bunuh diri dan bila kegiatan itu sampai tuntas akan menyebabkan kematian. Kondisi ini terjadi setelah tanda peringatan
terlewatkan atau diabaikan. Orang yang hanya berniat melakukan upaya bunuh diri
dan tidak benar-benar ingin mati mungkin akan mati jika tanda-tanda tersebut
tidak diketahui tepat pada waktunya.
b.
Isyarat bunuh diri (suicide
gesture)
bunuh diri yang direncanakan
untuk usaha mempengaruhi perilaku orang lain.
c.
Ancaman bunuh diri (suicide
threat)
suatu peringatan baik secara
langsung verbal atau nonverbal bahwa seseorang sedang mengupayakan bunuh diri.
Orang tersebut mungkin menunjukkan secara verbal bahwa dia tidak akan ada
di sekitar kita lagi atau juga mengungkapkan secara nonverbal berupa pemberian
hadiah, wasiat, dan sebagainya. Kurangnya respon positif dari orang sekitar
dapat dipersepsikan sebagai dukungan untuk melakukan tindakan bunuh diri.
4.
Faktor Predisposisi
Lima factor predisposisi yang menunjang pada pemahaman perilaku destruktif-diri
sepanjang siklus kehidupan adalah sebagai berikut :
a.
Diagnosis
Psikiatrik
Lebih dari 90% orang dewasa
yang mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri mempunyai riwayat gangguan
jiwa. Tiga gangguan jiwa yang dapat membuat individu berisiko untuk melakukan
tindakan bunuh diri adalah gangguan afektif, penyalahgunaan zat, dan
skizofrenia.
b.
Sifat
Kepribadian
Tiga tipe kepribadian yang
erat hubungannya dengan besarnya resiko bunuh diri adalah antipati, impulsif,
dan depresi.
c.
Lingkungan Psikososial
Faktor predisposisi terjadinya
perilaku bunuh diri, diantaranya adalah pengalaman kehilangan, kehilangan
dukungan sosial, kejadian-kejadian negatif dalam hidup, penyakit krinis,
perpisahan, atau bahkan perceraian. Kekuatan dukungan social sangat penting
dalam menciptakan intervensi yang terapeutik, dengan terlebih dahulu mengetahui
penyebab masalah, respons seseorang dalam menghadapi masalah tersebut, dan
lain-lain.
d.
Riwayat
Keluarga
Riwayat keluarga yang pernah
melakukan bunuh diri merupakan factor penting yang dapat menyebabkan seseorang
melakukan tindakan bunuh diri.
e.
Faktor
Biokimia
Data menunjukkan bahwa pada
klien dengan resiko bunuh diri terjadi peningkatan zat-zat kimia yang terdapat
di dalam otak sepeti serotonin, adrenalin, dan dopamine. Peningkatan zat
tersebut dapat dilihat melalui ekaman gelombang otak Electro Encephalo Graph
(EEG).
5.
faktor
Presipitasi
Perilaku destruktif diri dapat ditimbulkan oleh stress berlebihan yang
dialami oleh individu. Pencetusnya sering kali berupa kejadian hidup yang
memalukan.Faktor lain yang dapat menjadi pencetus adalah melihat atau membaca
melalui media mengenai orang yang melakukan bunuh diri ataupun percobaan bunuh
diri. Bagi individu yang emosinya labil, hal tersebut menjadi sangat rentan.
6.
sumber Koping
Klien dengan penyakit kronik
atau penyakit yang mengancam kehidupan dapat melakukan perilaku bunuh diri dan
sering kali orang ini secara sadar memilih untuk melakukan tindakan bunuh diri.
Perilaku bunuh diri berhubungan dengan banyak faktor, baik faktor social maupun
budaya. Struktur social dan kehidupan bersosial dapat menolong atau bahkan
mendorong klien melakukan perilaku bunuh diri. Isolasi social dapat menyebabkan
kesepian dan meningkatkan keinginan seseorang untuk melakukan bunuh diri. Seseorang
yang aktif dalam kegiatan masyarakat lebih mampu menoleransi stress dan
menurunkan angka bunuh diri. Aktif dalam kegiatan keagamaan juga dapat mencegah
seseorang melakukan tindakan bunuh diri.
7.
Mekanisme Koping
Seseorang klien mungkin
memakai beberapa variasi mekanisme koping yang berhubungan dengan perilaku
bunuh diri, termasuk denial, rasionalization, regression, dan magical
thinking. Mekanisme pertahanan diri yang ada seharusnya tidak ditentang
tanpa memberikan koping alternatif.
C. DATA YANG PERLU DIKAJI
Masalah Keperawatan
|
Data yang perlu dikaji
|
Resiko bunuh diri
|
Subjektif :
·
Mengungkapkan keinginan
bunuh diri.
·
Mengungkapkan keinginan
untuk mati.
·
Mengungkapkan rasa bersalah
dan keputusasaan.
·
Ada riwayat berulang
percobaan bunuh diri sebelumnya dari keluarga.
·
Berbicara tentang kematian,
menanyakan tentang dosis obat yang mematikan.
·
Mengungkapkan adanya konflik
interpersonal.
·
Mengungkapkan telah menjadi
korban perilaku kekeasan saat kecil.
Objektif :
·
Impulsif.
·
Menunujukkan perilaku yang
mencurigakan (biasanya menjadi sangat patuh).
·
Ada riwayat panyakit mental
(depesi, psikosis, dan penyalahgunaan alcohol).
·
Ada riwayat penyakit fisik
(penyakit kronis atau penyakit terminal).
·
Pengangguran (tidak bekerja,
kehilangan pekerjaan, atau kegagalan dalam karier).
·
Umur 15-19 tahun atau diatas 45 tahun.
·
Status perkawinan yang tidak
harmonis
|
D. MASALAH KEPERAWATAN YANG MUNGKIN
MUNCUL
1.
Risiko bunuh diri
2.
bunuh diri
3.
isolasi sosial
4.
harga diri rendah kronis.
E. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
Risiko bunuh diri
F. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
Tujuan umum: sesuai masalah (problem).
Tujuan khusus
Tujuan khusus
1.
Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan:
a.
Perkenalkan diri dengan klien
b.
Tanggapi pembicaraan klien dengan sabar dan tidak
menyangkal.
c.
Bicara dengan tegas, jelas, dan jujur.
d.
Bersifat hangat dan bersahabat.
e.
Temani klien saat keinginan mencederai diri meningkat.
2.
Klien dapat terlindung dari perilaku bunuh diri
a.
Jauhkan klien dari benda benda yang dapat membahayakan
(pisau, silet, gunting, tali, kaca, dan lain lain).
b.
Tempatkan klien di ruangan yang tenang dan selalu
terlihat oleh perawat
c.
Awasi klien secara ketat setiap saat
3.
Klien dapat mengekspresikan perasaannya
Tindakan:
a.
Dengarkan keluhan yang dirasakan
b.
Bersikap empati untuk meningkatkan
ungkapan keraguan, ketakutan dan keputusasaan.
c.
Beri dorongan untuk mengungkapkan mengapa dan bagaimana harapannya
d.
Beri waktu dan kesempatan untuk menceritakan arti penderitaan, kematian,
dan lain lain.
e.
Beri dukungan pada tindakan atau ucapan klien yang menunjukkan keinginan
untuk hidup.
4.
Klien dapat meningkatkan harga diri
Tindakan:
a.
Bantu untuk memahami bahwa klien
dapat mengatasi keputusasaannya
b.
Kaji dan kerahkan sumber sumber internal individu.
c.
Bantu mengidentifikasi sumber sumber harapan (misal: hubungan antar sesama,
keyakinan, hal hal untuk diselesaikan).
5.
Klien dapat menggunakan koping yang adaptif
Tindakan:
a.
Ajarkan untuk mengidentifikasi pengalaman pengalaman yang menyenangkan
setiap hari (misal : berjalan-jalan,
membaca buku favorit, menulis surat dll).
b.
Bantu untuk mengenali hal hal yang ia cintai dan yang ia sayang, dan
pentingnya terhadap kehidupan orang lain, mengesampingkan tentang kegagalan
dalam kesehatan.
c.
Beri dorongan untuk berbagi keprihatinan pada orang lain yang mempunyai
suatu masalah dan atau penyakit yang sama dan telah mempunyai pengalaman
positif dalam mengatasi masalah tersebut dengan koping yang efektif.
6.
Klien dapat
menggunakan dukungan social
Tindakan:
a.
Kaji dan manfaatkan sumber sumber ekstemal individu (orang orang terdekat,
tim pelayanan kesehatan, kelompok pendukung, agama yang dianut).
b.
Kaji sistem pendukung keyakinan (nilai, pengalaman masa lalu, aktivitas
keagamaan, kepercayaan agama).
c.
Lakukan rujukan sesuai indikasi (misal : konseling
pemuka agama).
7.
Klien dapat menggunakan obat dengan benar dan tepat
Tindakan:
a.
Diskusikan tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek
dan efek samping minum obat).
b.
Bantu menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (benar
pasien, obat, dosis, cara, waktu).
c.
Anjurkan membicarakan efek dan efek samping yang
dirasakan.
d.
Beri reinforcement positif bila menggunakan obat
dengan benar
G. POHON MASALAH
harga diri rendah kronis
gambar 1.2. pohon masalh risiko
bunuh diri
DAFTAR PUSTAKA
- Stuart GW, Sundeen, Buku Saku Keperawatan Jiwa, Jakarta
: EGC, 1995
- Keliat
Budi Ana, Proses Keperawatan
Kesehatan Jiwa, Edisi I, Jakarta : EGC, 1999
- Aziz R,
dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan
Jiwa Semarang : RSJD Dr. Amino Gonohutomo, 2003
- Tim
Direktorat Keswa, Standar
Asuhan Keperawatan Jiwa, Edisi 1, Bandung, RSJP Bandung, 2000
- Boyd MA, Hihart MA. Psychiatric
nursing : contemporary practice. Philadelphia : Lipincott-Raven
Publisher. 1998
Kak mau tanya itu rencana tindakan keperawatannya referensi dari buku apa ya? Makasih
BalasHapus