LAPORAN PENDAHULUAN
HALUSINASI
A.
MASALAH UTAMA
Gangguan sensori persepsi: halusinasi
B. PROSES
TERJADINYA MASALAH
1.
Pengertian
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca
indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu
persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren: persepsi palsu (Maramis,
2005).
Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori yang salah (Stuart,
2007).
Dari beberapa pengertian yang dikemukan oleh para ahli mengenai halusinasi
di atas, maka penulis mengambil kesimpulan
bahwa halusinasi adalah persepsi klien melalui panca indera terhadap lingkungan
tanpa ada stimulus atau rangsangan yang nyata.
2.
Jenis Halusinasi
Menurut (Menurut Stuart, 2007), jenis halusinasi antara lain :
a.
Halusinasi
pendengaran (auditorik) 70 %
Karakteristik ditandai dengan mendengar suara, teruatama suara – suara
orang, biasanya klien mendengar suara orang yang sedang membicarakan apa yang
sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu.
b.
Halusinasi
penglihatan (Visual) 20 %
Karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran
cahaya, gambaran geometrik, gambar kartun dan / atau panorama yang luas dan
kompleks. Penglihatan bisa menyenangkan atau menakutkan.
c.
Halusinasi
penghidu (olfactory)
Karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau yang
menjijikkan seperti : darah, urine atau feses. Kadang –
kadang terhidu bau harum. Biasanya berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan
dementia.
d.
Halusinasi
peraba (tactile)
Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa
stimulus yang terlihat. Contoh : merasakan sensasi listrik datang dari tanah,
benda mati atau orang lain.
e.
Halusinasi
pengecap (gustatory)
Karakteristik
ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis dan menjijikkan, merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
f.
Halusinasi
sinestetik
Karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah mengalir
melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau pembentukan urine.
g.
Halusinasi Kinesthetic
Merasakan pergerakan
sementara berdiri tanpa bergerak.
3.
Fase Halusinasi
Fase halusinasi ada 4 yaitu
(Stuart dan Laraia, 2001):
a.
Comforting
Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas sedang, kesepian, rasa bersalah dan takut serta mencoba untuk berfokus pada pikiran yang menyenangkan untuk meredakan ansietas. Di sini klien tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan lidah tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, diam dan asyik.
Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas sedang, kesepian, rasa bersalah dan takut serta mencoba untuk berfokus pada pikiran yang menyenangkan untuk meredakan ansietas. Di sini klien tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan lidah tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, diam dan asyik.
b.
Condemning
Pada ansietas
berat pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan. Klien mulai lepas kendali dan
mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber yang dipersepsikan.
Disini terjadi peningkatan tanda-tanda sistem saraf otonom akibat ansietas
seperti peningkatan tanda-tanda vital (denyut jantung, pernapasan dan tekanan
darah), asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan untuk
membedakan halusinasi dengan realita.
c.
Controling
Pada ansietas
berat, klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah pada
halusinasi tersebut. Di sini klien sukar berhubungan dengan orang lain,
berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi perintah dari orang lain dan berada
dalam kondisi yang sangat menegangkan terutama jika akan berhubungan dengan
orang lain.
d.
Consquering
Terjadi pada panik Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti perintah
halusinasi. Di sini terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak
mampu berespon terhadap perintah yang kompleks dan tidak mampu berespon lebih
dari 1 orang. Kondisi klien sangat membahayakan.
4.
Tanda dan
Gejala
Pasien
dengan halusinasi cenderung menarik diri, sering didapatkan duduk terpaku
dengan pandangan mata pada satu arah tertentu, tersenyum atau berbicara
sendiri, secara tiba-tiba marah atau menyerang orang lain, gelisah, melakukan
gerakan seperti sedang menikmati sesuatu. Juga keterangan dari pasien sendiri
tentang halusinasi yang dialaminya (apa yang dilihat, didengar atau dirasakan).
Berikut ini merupakan gejala klinis berdasarkan halusinasi (Budi Anna Keliat,
1999) :
a.
Tahap 1: halusinasi bersifat
tidak menyenangkan
Gejala
klinis:
1)
Menyeriangai / tertawa tidak sesuai
2)
Menggerakkan bibir tanpa
bicara
3)
Gerakan mata cepat
4)
Bicara lambat
5)
Diam dan pikiran dipenuhi
sesuatu yang mengasikkan
b.
Tahap 2: halusinasi bersifat
menjijikkan
Gejala
klinis:
1)
Cemas
2)
Konsentrasi menurun
3)
Ketidakmampuan membedakan
nyata dan tidak nyata
c.
Tahap 3: halusinasi bersifat
mengendalikan
Gejala
klinis:
1)
Cenderung mengikuti halusinasi
2)
Kesulitan berhubungan dengan
orang lain
3)
Perhatian atau konsentrasi
menurun dan cepat berubah
4)
Kecemasan berat (berkeringat,
gemetar, tidak mampu mengikuti petunjuk).
d.
Tahap 4: halusinasi bersifat
menaklukkan
Gejala
klinis:
1)
Pasien mengikuti halusinasi
2)
Tidak mampu mengendalikan diri
3)
Tidak mamapu mengikuti
perintah nyata
4)
Beresiko
mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
5.
Faktor
Predisposisi
Menurut Stuart
(2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:
a.
Biologis
Abnormalitas
perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon neurobiologis yang
maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang
berikut:
1)
Penelitian
pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang lebih luas dalam
perkembangan skizofrenia. Lesi pada
daerah frontal, temporal dan limbik berhubungan dengan perilaku psikotik.
2)
Beberapa
zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang berlebihan dan
masalah-masalah pada system reseptor dopamin dikaitkan dengan terjadinya
skizofrenia.
3)
Pembesaran
ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan terjadinya atropi yang
signifikan pada otak manusia. Pada anatomi
otak klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral ventrikel,
atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).
b.
Psikologis
Keluarga,
pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan kondisi psikologis
klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi
realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.
c.
Sosial Budaya
Kondisi sosial
budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti: kemiskinan, konflik
sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi
disertai stress.
6.
Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya
hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa
dan tidak berdaya. Penilaian individu terhadap stressor dan masalah koping
dapat mengindikasikan kemungkinan kekambuhan (Keliat, 2006).
Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi
adalah:
a.
Biologis
Gangguan dalam
komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses informasi serta
abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan
untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk
diinterpretasikan.
b.
Stress
lingkungan
Ambang
toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan untuk
menentukan terjadinya gangguan perilaku.
c.
Sumber koping
Sumber koping
mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.
7.
Penyebab
Gangguan
persepsi sensori halusinasi sering disebabkan karena panik, sterss berat yang
mengancam ego yang lemah, dan isolasi sosial menarik diri (Townsend, M.C,
1998). Menurut Carpetino, L.J (1998) isolasi sosial merupakan keadaan dimana
individu atau kelompok mengalami atau merasakan kebutuhan atau keinginan untuk
meningkatkan keterlibatan dengan orang lain tetapi tidak mampu untuk membuat
kontak. Sedangkan menurut Rawlins, R.P dan Heacock, P.E (1998), isolasi sosial menarik diri merupakan usaha menghindar dari interaksi dan
berhubungan dengan orang lain, individu merasa kehilangan hubungan akrab, tidak
mempunyai kesempatan dalam berpikir, berperasaan. Berprestasi, atau selalu dalam
kegagalan.
8.
Akibat
Adanya
gangguang persepsi sensori halusinasi dapat beresiko mencederai diri sendiri,
orang lain dan lingkungan (Keliat, B.A, 2006). Menurut Townsend, M.C suatu
keadaan dimana seseorang melakukan sesuatu tindakan yang dapat membahayakan
secara fisik baik pada diri sendiri maupuan orang lain.
Seseorang
yang dapat beresiko melakukan tindakan kekerasan pada diri sendiri dan orang
lain dapat menunjukkan perilaku :
Data subjektif :
a.
Mengungkapkan mendengar atau melihat
objek yang mengancam
b.
Mengungkapkan perasaan takut, cemas
dan khawatir
Data
objektif :
a.
Wajah tegang, merah
b.
Mondar-mandir
c.
Mata melotot rahang mengatup
d.
Tangan mengepal
e.
Keluar keringat banyak
f.
Mata merah
9.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan
pada pasien halusinasi dengan cara :
a.
Menciptakan lingkungan yang
terapeutik
Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan ketakutan pasien akibat
halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan di lakukan secara individual
dan usahakan agar terjadi kontak mata,
kalau bisa pasien di sentuh atau di pegang. Pasien jangan di isolasi baik
secara fisik atau emosional. Setiap perawat masuk ke kamar atau mendekati
pasien, bicaralah dengan pasien. Begitu juga bila akan meninggalkannya
hendaknya pasien di beritahu. Pasien di beritahu tindakan yang akan di lakukan.
Di ruangan itu hendaknya di sediakan sarana yang dapat merangsang perhatian
dan mendorong pasien untuk berhubungan dengan realitas, misalnya jam dinding,
gambar atau hiasan dinding, majalah dan permainan
b.
Melaksanakan program terapi
dokter
Sering kali
pasien menolak obat yang di berikan sehubungan dengan rangsangan halusinasi
yang di terimanya. Pendekatan sebaiknya secara persuatif tapi instruktif.
Perawat harus mengamati agar obat yang di berikan betul di telannya, serta
reaksi obat yang di berikan.
c.
Menggali permasalahan pasien
dan membantu mengatasi masalah yang ada
Setelah
pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat menggali masalah pasien
yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi serta membantu mengatasi masalah
yang ada. Pengumpulan data ini juga dapat melalui keterangan keluarga pasien
atau orang lain yang dekat dengan pasien.
d.
Memberi aktivitas pada pasien
Pasien di
ajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik, misalnya berolah raga,
bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini dapat membantu mengarahkan pasien
ke kehidupan nyata dan memupuk hubungan dengan orang lain. Pasien di ajak
menyusun jadwal kegiatan dan memilih kegiatan yang sesuai.
e.
Melibatkan keluarga dan
petugas lain dalam proses perawatan
Keluarga
pasien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data pasien agar ada
kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses keperawatan, misalny dari
percakapan dengan pasien di ketahui bila sedang sendirian ia sering mendengar
laki-laki yang mengejek. Tapi bila ada orang lain di dekatnya suara-suara itu
tidak terdengar jelas. Perawat menyarankan agar pasien jangan menyendiri dan
menyibukkan diri dalam permainan atau aktivitas yang ada. Percakapan ini
hendaknya di beritahukan pada keluarga pasien dan petugaslain agar tidak
membiarkan pasien sendirian dan saran yang di berikan tidak bertentangan.
C. MASALAH DAN
DATA YANG PERLU DIKAJI
Masalah keperawatan
|
Data
yang perlu dikaji
|
Perubahan persepsi sensori: halusinasi
|
Subjektif:
· Klien
mengatakan mendengar sesuatu
· Klien
mengatakan melihat bayangan putih
· Klien
mengatak dirinya seperti disengat listrik
· Klien
mencium bau-bauan yang tidak sedap, seperti feses.
· Klien
mengatakan kepalanya melayang di udara
· Klien
mengatakan dirinya merasakan ada sesuatu yang berebda pada dirinya
Objektif:
· Klien
terlihat bicara atau tertawa sendiri saat dikaji
· Bersikap
seperti mendengarkan sesuatu
· Berhenti
bicara di tengah- tengah kalimat unutk menfengarkan sesuatu
· Disorientasi
· Kosentrasi
rendah
· Pikiran
cepat berubah-ubah
· Kekacauan
alur pikiran
|
D. MASALAH KEPERAWATAN YANG MUNGKIN
MUNCUL
1.
Risiko tinggi perilaku kekerasan
2.
Perubahan persepsi sensori :
halusinasi
3.
Isolasi sosial
4.
Harga diri rendah kronis
E.
DIAGNOSIS
KEPERAWATAN
Perubahan persepsi sensori: halusinasi
F. RENCANA
TINDAKAN KEPERAWATAN
1.
Tujuan umum
Klien tidak mencederai diri sendiri dan orang lain.
2.
Tujuan khusus
a.
TUK I : Klien dapat membina hubungan
saling percaya.
1)
Kriteria evaluasi:
Ekspresi wajah bersahabat,
menunjukkan rasa senang, ada
kontak mata, mau berjabat tangan, mau menyebutkan nama, mau menjawab salam, mau
duduk berdampingan dengan perawat, mau mengutarakan masalah yang dihadapi.
2)
Intervensi
Bina hubungan saling percaya dengan :
a)
Sapa klien dengan ramah dan baik
secara verbal dan non verbal.
b)
Perkenalkan diri dengan sopan.
c)
Tanyakan nama
lengkap klien dan nama panggilan yang
disukai klien.
d)
Jelaskan tujuan pertemuan.
e)
Jujur dan menepati janji.
f)
Tunjukkan sikap empati dan menerima
klien apa adanya.
g)
Beri perhatian pada klien dan perhatikan
kebutuhan dasar klien
b.
TUK II :
Klien dapat mengenal halusinasi
1)
Kriteria evaluasi :
a)
Klien dapat
menyebutkan waktu, isi dan frekuensi
timbulnya halusinasi.
b)
Klien dapat mengungkapkan perasaan
terhadap halusinasinya.
2)
Intervensi
a)
Adakan
sering dan singkat secara bertahap.
Rasional : Kontak sering dan singkat
selain upaya membina hubungan saling percaya juga dapat memutuskan
halusinasinya.
b)
Observasi tingkah
laku klien terkait dengan halusinasinya. Bicara dan tertawa
tanpa stimulus, memandang ke kiri dan ke kanan seolah-olah ada teman bicara.
Rasional: Mengenal perilaku pada
saat halusinasi timbul memudahkan perawat dalam melakukan intervensi.
c)
Bantu klien mengenal halusinasinya
dengan cara :
·
Jika menemukan klien yang sedang
halusinasi tanyakan apakah ada suara yang di dengar.
·
Jika klien
menjawab ada lanjutkan apa yang dikatakan.
·
Katakan bahwa perawat percaya klien
mendengar suara itu, namun perawat sendiri tidak mendengarnya (dengan nada
sahabat tanpa menuduh/menghakimi).
·
Katakan pada klien bahwa ada juga
klien lain yang sama seperti dia.
·
Katakan bahwa perawat akan membantu
klien.
Rasional : Mengenal halusinasi
memungkinkan klien untuk menghindari faktor timbulnya halusinasi.
d)
Diskusikan dengan klien tentang :
·
Situasi yang menimbulkan/tidak
menimbulkan halusinasi.
·
Waktu dan frekuensi terjadinya
halusinasi (pagi, siang, sore dan malam atau jika sendiri, jengkel, sedih)
Rasional : Dengan mengetahui waktu,
isi dan frekuensi munculnya halusinasi mempermudah tindakan keperawatan yang
akan dilakukan perawat.
e)
Diskusikan dengan klien apa
yang dirasakan jika terjadi halusinasi (marah, takut,
sedih, tenang) beri kesempatan mengungkapkan perasaan.
Rasional : Untuk mengidentifikasi
pengaruh halusinasi pada klien.
c.
TUK III : Klien dapat mengontrol
halusinasinya.
1)
Kriteria
evaluasi :
a)
Klien dapat
menyebutkan tindakan yang
biasanya dilakukan untuk mengendalikan halusinasinya.
b)
Klien dapat menyebutkan cara baru.
c)
Klien dapat
memilih cara mengatasi halusinasi seperti yang telah didiskusikan dengan klien.
d)
Klien dapat melakukan cara yang
telah dipilih untuk mengendalikan halusinasi.
e)
Klien dapat mengetahui aktivitas
kelompok.
2)
Intervensi
a)
Identifikasi bersama
klien tindakan yang dilakukan
jika terjadi halusinasi (tidur, marah, menyibukkan diri
sendiri dan lain-lain)
Rasional : Upaya untuk memutus
siklus halusinasi sehingga halusinasi tidak berlanjut.
b)
Diskusikan manfaat cara yang
digunakan klien, jika bermanfaat beri pujian.
Rasional : Reinforcement dapat
mneingkatkan harga diri klien.
c)
Diskusikan cara baru untuk
memutus/mengontrol timbulnya halusinasi :
·
Katakan : “Saya tidak mau dengar
kau” pada saat halusinasi muncul.
·
Menemui orang lain atau perawat,
teman atau anggota keluarga yang lain untuk bercakap-cakap atau mengatakan
halusinasi yang didengar.
·
Membuat jadwal sehari-hari agar
halusinasi tidak sempat muncul.
·
Meminta
keluarga/teman/perawat, jika tampak bicara sendiri.
Rasional: Memberikan alternatif pilihan untuk mengontrol halusinasi.
d)
Bantu klien
memilih cara dan melatih
cara untuk memutus halusinasi secara bertahap, misalnya
dengan :
·
Mengambil air wudhu dan sholat atau
membaca al-Qur’an.
·
Membersihkan rumah dan alat-alat
rumah tangga.
·
Mengikuti keanggotaan sosial di
masyarakat (pengajian, gotong royong).
·
Mengikuti kegiatan olah raga di kampung
(jika masih muda).
·
Mencari teman untuk ngobrol
Rasional :
Memotivasi
dapat meningkatkan keinginan klien untuk mencoba memilih salah satu cara untuk
mengendalikan halusinasi dan dapat meningkatkan harga diri klien.
e)
Beri kesempatan untuk
melakukan cara yang telah dilatih.
Evaluasi : hasilnya dan beri pujian jika berhasil.
Rasional :
Memberi kesempatan kepada klien
untuk mencoba cara yang telah dipilih.
f)
Anjurkan klien untuk mengikuti
terapi aktivitas kelompok, orientasi realita dan stimulasi persepsi.
Rasional :
Stimulasi persepsi dapat mengurangi
perubahan interprestasi realitas akibat halusinasi.
d.
TUK IV : Klien dapat dukungan dari
keluarga dalam mengontrol halusinasinya.
1)
Kriteria evaluasi
a)
Keluarga dapat saling percaya dengan
perawat.
b)
Keluarga dapat menyebutkan
pengertian, tanda dan tindakan untuk mengendalikan halusinasi.
2)
Intervensi
a)
Membina hubungan
saling percaya dengan menyebutkan nama,
tujuan pertemuan dengan sopan dan ramah.
Rasional :
Hubungan saling percaya merupakan
dasar untuk memperlancar hubungan interaksi selanjutnya.
b)
Anjurkan klien menceritakan
halusinasinya kepada keluarga. Untuk mendapatkan bantuan keluarga dalam
mengontrol halusinasinya.
c)
Diskusikan halusinasinya pada saat
berkunjung tenang :
·
Pengertian halusinasi
·
Gejala halusinasi yang dialami
klien.
·
Cara yang dapat dilakukan klien dan
keluarga untuk memutus halusinasi.
·
Cara merawat anggota keluarga yang
berhalusinasi di rumah, misalnya : beri kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan
bersama, bepergian bersama.
·
Beri informasi waktu follow up atau
kapan perlu mendapat bantuan : halusinasi tidak terkontrol, dan resiko
mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
Rasional :
Untuk
mengetahui pengetahuan keluarga tentang halusinasi dan menambah pengetahuan
keluarga cara merawat anggota keluarga yang mempunyai masalah halusinasi.
e.
TUK V : Klien dapat memanfaatkan
obat dengan baik.
1)
Kriteria evaluasi
a)
Klien
dan keluarga dapat menyebutkan manfaat,
dosis dan efek samping obat.
b)
Klien dapat mendemonstrasikan
penggunaan obat dengan benar.
c)
Klien mendapat informasi tentang
efek dan efek samping obat.
d)
Klien dapat memahami akibat berhenti
minum obat tanpa konsutasi.
e)
Klien dapat menyebutkan prinsip 5
benar penggunaan obat.
2)
Intervensi
a)
Diskusikan dengan
klien dan keluarga tentang dosis dan frekuensi serta manfaat minum
obat.
Rasional :
Dengan menyebutkan dosis, frekuensi dan manfaat obat diharapkan klien melaksanakan program pengobatan.
Dengan menyebutkan dosis, frekuensi dan manfaat obat diharapkan klien melaksanakan program pengobatan.
b)
Anjurkan klien
minta sendiri obat pada perawat dan
merasakan manfaatnya.
Rasional : Menilai kemampuan klien
dalam pengobatannya sendiri.
c)
Anjurkan klien untuk bicara dengan
dokter tentang mafaat dan efek samping obat yang dirasakan.
Rasional :
Dengan mengetahui efek samping klien
akan tahu apa yang harus dilakukan setelah minum obat.
d)
Diskusikan akibat berhenti minum
obat tanpa konsultasi dengan dokter.
Rasional : Program pengobatan dapat
berjalan dengan lancar.
e)
Bantu klien menggunakan obat dengan
prinsip 5 benar (benar dosis, benar obat, benar waktunya, benar caranya, benar
pasiennya).
Rasional : Dengan mengetahui prinsip
penggunaan obat, maka kemandirian klien untuk pengobatan dapat ditingkatkan
secara bertahap.
G.
POHON
MASALAH
Effect Risiko tinggi perilaku
kekerasan
Core
Problem perubahan persepsi sensori: Halusinasi
Harga diri
rendah kronis
Gambar 1.1 Pohon Masalah perubahan persepsi sensori :
halisinasi
DAFTAR
PUSTAKA
Boyd, M.A & Nihart, M.A, 1998. Psychiatric Nuersing
cotemporary Practice, Edisi 9th. Philadelphis: Lippincott
Raven Publisrs.
Carpenito, L.J, 1998. Buku Saku Diagnosa
Keperawatan (terjemahan). Edisi 8, Jakarta: EGC.
Keliat, B.A. 1997. Proses
Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Keliat, B.A. 1999. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Keliat, B.A. 2006. Proses
Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Kusuma, W.1997. Dari
A sampai Z Kedaruratan Psiciatric dalam Praktek, Edisi I. Jakarta: Profesional Books.
Maramis, W.f. 2005. Catatan
Ilmu Kedokteran Jiwa. Ed. 9
Surabaya: Airlangga University Press.
Rasmun. 2001. Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatrik Terintegrasi
Dengan Keluarga, Edisi I. Jakarta: CV. Sagung Seto.
Rawlins, R.P & Heacock, PE. 1998. Clinical Manual of Pdyshiatruc Nursing, Edisi 1. Toronto: the C.V Mosby Company.
Stuart, G.W & Sundeen, S.J. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa (Terjemahan). Edisi 3, EGC,
Jakarta.
Stuart, G.W & Sundeen, S.J. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa (Terjemahan). Jakarta: EGC.
Townsend, M.C. 1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Pada Keperawatan
Psikiatri (terjemahan), Edisi 3. Jakarta: EGC.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar